Happy Reading^-^
Maaf kalau nemu typo yah
Alexa tertegun melihat mobil yang dia ikuti masuk halaman gedung apartemen milik Calvin. Dia pun menyuruh taksi itu untuk berhenti di depan gedung itu. Alexa tidak bisa melihatnya dari dalam taksi karena mobil itu masuk ke basement. Dia turun dari taksi setelah membayar ongkosnya dan perlahan mengikuti mobil itu yang sudah terparkir.
Disana terlihat Calvin turun dari mobil seorang diri membuat Alexa terkejut. Dimana wanita itu? pikirnya dan masih menunggu. Mungkin saja wanita itu masih ada di mobil dan akan keluar setelah Calvin. Namun Alexa tetap tidak melihat wanita yang dia cari itu bersama Calvin. Pria itu justru masuk kedalam lift sendirian.
"Aku mengikuti dia, tapi ... dimana wanita itu? Sudah jelas-jelas tadi aku ada di belakangnya saat mengikuti Calvin," gumam Alexa bingung.
Sedangkan di tempat lain, seorang wanita terlihat kesal. Sesekali dia menendang di udara tanpa mempedulikan tatapan orang-orang disekitarnya. Mungkin orang-orang itu merasa bingung melihat Caitlin berjalan baik-baik saja sedangkan kakinya terlihat terluka. Namun dia mengabaikan hal itu.
Caitlin menatap sebuah hotel yang ditunjukkan Calvin beberapa menit yang lalu. Dia merasa enggan untuk menginap disana meskipun Calvin mengatakan kalau lelaki itu akan membantunya. Caitlin hanya ingin tinggal dengan Calvin, menjerat pria itu supaya menjadi miliknya dan dirinya bisa berpuas hati melakukan apapun. Namun, keinginan itu kandas beberapa menit yang lalu saat Calvin menurunkannya di depan hotel.
Dia mengira Calvin akan membawanya ke apartemen untuk tinggal bersama dengannya. Namun, karena ucapannya itu nampaknya Calvin tidak jadi membawanya ke apartemen. Caitlin mendesah. Dia memukul bibirnya beberapa kali karena kesal.
"Seharusnya aku tidak berkata seperti itu. Seharusnya aku bisa menahan niatku, bodoh!" desah Caitlin. Wanita itu duduk di depan lobi hotel itu sembari mengingat kesalahannya yang menyebabkan Calvin menurunkannya di hotel itu.
"Maafkan aku Calvin, akhir-akhir ini aku selalu merepotkanmu," ucap Caitlin dan menoleh kearah Calvin yang sedang menatap lurus ke depan. Memperhatikan keadaan jalan dengan baik.
"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena sudah menyebabkan kaki dan tanganmu terluka," balas Calvin.
Caitlin tersenyum tipis. Dia menggelengkan kepalanya, "Tidak kok. Aku saja yang kurang hati-hati."
Diam. Calvin tidak menjawab maupun membalas ucapan Caitlin. Dia masih memperhatikan keadaan jalan seolah enggan untuk menatap kearah lain. Sepuluh menit berlalu dan Calvin masih diam membuat Caitlin menoleh kearahnya kembali.
"Calvin," panggil Caitlin.
"Iya," jawab Calvin dan menoleh sekilas kearah Caitlin.
"Kau ... masih memikirkan tentang kekasihmu itu? Bagaimana hubungan kalian sekarang? Apa ... kekasihmu masih marah karena aku ikut ke Paris bersamamu?" Calvin hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Caitlin. Sikap Calvin terlihat aneh. Sejak kemarin dia tidak pernah diam seperti ini, tapi sekarang dia seperti patung. Sama seperti dulu, batin Caitlin kesal. Dia kembali melihat lurus ke depan.
"Tidak seharusnya kekasihmu marah padamu karena aku. Meskipun aku mantan kekasihmu, seharusnya kalau dia benar-benar menyayangimu, dia tidak perlu marah padamu dan memutuskan hubungan kalian. Seharusnya kekasihmu itu lebih percaya padamu. Jika aku menjadi dia, aku tidak akan melakukan hal itu dan akan mendengarkan penjelasanmu lebih dulu.
"Untuk apa kau masih memikirkan dia? Belum tentu dia juga memikirkanmu. Aku rasa ... dia sengaja memutuskan hubungan diantara kalian. Mungkin saja dia menjadikan hubungan kita sebagai alasan dia memutuskan hubungannya karena dia sudah mempunyai kekasih lain. Lagipula-"
Ucapan Caitlin terhenti saat Calvin menghentikan mobilnya tiba-tiba. Caitlin menoleh kearah Calvin. Lelaki itu nampak sedang menyembunyikan emosinya. Terlihat jelas dia mencengkeram stir mobil dengan kuat seolah mampu meremukkannya.
"Turunlah. Kau tinggal saja di hotel itu. Nanti aku yang akan memesankan kamar untukmu. Kau turun sekarang."
"Calvin," panggil Caitlin pelan.
"Turun sekarang sebelum aku menarikmu keluar."
"Calvin, aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk berkata buruk mengenai kekasihmu. Aku hanya ingin menjelaskan padamu kalau-"
"Turun Caitlin," perintah Calvin.
Caitlin mendesah kesal. Dia pun membuka pintu mobil itu dan langsung turun dari mobil. Saat Caitlin menutup pintu mobilnya, Calvin langsung melajukan mobilnya dengan cepat. Caitlin menatap kesal mobil itu sebelum dirinya menjauh dari jalan.
~
Calvin membuka pintu apartemennya dan masuk kedalam. Dia berjalan kearah ruang tengah dan duduk disana. Tatapannya memperhatikan keadaan sekitarnya. Belum pernah dia merasa kesepian seperti saat ini. Setelah kematian kakeknya, hanya Catherine yang menemaninya. Hanya wanita itu yang selalu menghiburnya meskipun kerap kali mereka masih sering bertengkar. Tapi sepertinya itu akan menjadi kenangan masa lalu.
Apa benar yang di katakan Caitlin kalau Catherine sudah tidak memikirkannya? Apa benar wanita itu sudah tidak ingin bersamanya? Calvin mendesah mengingat hal itu. Dia tidak bisa membayangkan jika hal itu memang terjadi. Bagaimana dengan hatinya?
Calvin merogoh kantong celananya. Dia memegang cincin itu dan memperhatikan bentuk cincin itu yang pernah melingkar di jari manis Catherine. Dia ingin melihat Catherine tapi tidak yakin wanita itu akan ada di apartemennya.
Suara perut itu mengganggu Calvin. Dia bangkit dan berjalan kearah dapur. Beberapa detik kemudian dirinya kembali ingat pada Catherine. Wanita itu selalu menyiapkan makanan untuknya. Makanan yang rasanya sama seperti masakan ibunya. Cara wanita itu memasak dan memakai dapurnya, sama seperti ibunya.
Calvin tersenyum tipis. Dia mengambil satu bungkus pasta yang tertata di laci bagian atas. Dirinya terdiam memperhatikan pasta itu. Dia sangat ingin memakan pasta buatan Catherine. Dia sangat merindukannya.
"Aku merindukanmu. Aku ingin memakanmu, tapi aku tidak bisa membuatnya," gumam Calvin.
Dia meletakkan kembali pasta itu dan membuka lemari es. Dirinya mengambil sekaleng minuman lalu keluar dari apartemen. Suasana sore hari seperti sekarang ini sangat enak jika berada di atap apartemen, itu juga termasuk hal yang di sukai Catherine.
Calvin menaiki satu anak tangga untuk sampai di atap apartemen setelah menaiki lift sampai di lantai 20. Dia membuka pintu itu dan melangkahkan kakinya keluar. Dirinya berhenti berjalan melihat tubuh seorang wanita berdiri jauh dari tempatnya. Wanita itu nampak memperhatikan keadaan sekitar sembari melipat kedua tangannya di d**a.
"Catherine?" gumam Calvin pelan. Perlahan dia mendekat kearah wanita itu.
Pria itu berhenti di samping wanitanya. Tatapannya ikut memandang langit yang dihiasi awan kejinggaan. Dia menoleh kearah wanita itu. Menatapnya lekat-lekat seperti sudah lama tidak melihatnya. Wajah wanita itu sudah tidak sepucat sebelumnya meskipun matanya masih terlihat sembab.
Apa Catherine menangis karena hubungan mereka yang berantakan? Apa itu artinya wanita itu masih mencintainya?
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Calvin setelah cukup lama berpikir harus berkata apa.
"Aku baik-baik saja," jawab Catherine.
Bohong, dia tidak terlihat baik-baik saja, batin Calvin dan tatapannya menyelidiki wanita itu.
"Bagaimana denganmu?" tanya Catherine balik.
"Masuklah, aku ingin berbicara denganmu," pinta Calvin.
Catherine menggeleng pelan, "Tidak perlu. Aku datang kemari tidak bermaksud menjadi tamumu. Aku ..." Catherine kembali menatap lurus ke depan, "Aku hanya ingin menikmati pemandangan ini. Atap apartemenmu mempunyai pemandangan indah saat matahari akan terbenam."
"Keth-"
"Aku rasa sudah cukup menikmati pemandangan ini," potong Catherine dan menatap Calvin kembali, "Kalau begitu, aku permisi dulu. Maaf sudah mengganggu waktumu karena tanpa sengaja kita bertemu disini," ucap Catherine lalu melenggang pergi.
"Keth!" teriak Calvin. "Catherine Sea, berhenti disana!"
Catherine menghentikan langkahnya. Saat dia berbalik untuk menghadap Calvin, lelaki itu justru sudah berada di depannya dan memeluknya. Catherine mengejapkan matanya dan mendorong Calvin untuk melepaskan pelukannya. Mereka sudah tidak ada hubungan apapun sekarang ini. Untuk apa Calvin memeluknya?
"Lepaskan," gumam Catherine namun Calvin tidak mempedulikannya. "Kau sudah lupa kalau kita tidak ada hubungan apapun lagi?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Calvin membuka matanya saat beberapa detik yang lalu dia menutup mata. Catherine langsung mendorong Calvin hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. Dia menatap kedalam mata lelaki itu yang menyiratkan kekecewaan.
"Sekarang, hubungan diantara kita adalah aku mantan pegawaimu dulu. Jadi, tidak pantas kau memelukku," ucap Catherine.
"Tidak. Kau masih tunanganku, dua bulan lagi kita akan menikah," tolak Calvin atas pernyataan Catherine.
Catherine tersenyum tipis, namun Calvin melihatnya tersenyum miris, "Menikah? Maksudmu kau akan menikah dengan wanita itu? Tidak masalah. Kau bisa menikahinya dan jangan lupa untuk mengundangku."
"Apa yang kau katakan?" tanya Calvin dan mengernyitkan keningnya.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan, Mr. Myles. Aku sudah tahu semuanya, semuanya sudah terlihat sangat jelas bahkan orang buta pun sudah tahu kebenarannya. Aku tidak ingin membahas masalah yang tidak penting seperti ini diantara kita. Jika memang waktunya sudah tiba, kau bisa mengirimkan kartu undangan pernikahanmu dengannya. 11 Oktober bukan? Aku akan menunggunya. Kalau begitu, aku permisi, selamat sore."
Setelah mengatakan itu, Catherine langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Calvin yang masih mematung karena mendengar ucapannya. Catherine pergi secepat yang dia bisa. Bahkan dia langsung menekan tombol lift saat sudah masuk kedalam lift.
Catherine terdiam. Dia memegang dadanya dan airmatanya kembali menetes. Mungkin terlihat jelas saat dia berbohong mengenai keadaannya karena memang keadaannya saat ini tidak sedang baik-baik saja. Dia ingin menemui Calvin namun justru pergi keatap apartemen pria itu setelah Alexa pergi dari hotelnya. Tapi, setelah bertemu dengan Calvin kenapa dirinya justru berkata kasar seperti itu?
Rasa sakitnya terus menjalar kedalam jantungnya bahkan seluruh tubuhnya saat pria itu memeluknya. Telinganya terus berdengung hingga membuat kepalanya kembali sakit saat mendengar pria itu mengatakan bahwa dirinya masih tunangannya dan mereka akan menikah dua bulan lagi. Sebuah pernikahan yang sejak dulu Catherine impikan namun sekarang sudah hancur berantakan.
Catherine berjalan pelan karena kondisi tubuhnya belum membaik, di tambah perasaannya yang saat ini sedang memburuk. Dia berjalan ke tepi jalan berniat untuk menghentikan sebuah taksi karena tidak memungkinkan jika dirinya naik busway.
Tatapan Catherine menjadi berkunang-kunang. Tubuhnya hilang keseimbangan saat ada seorang pria yang tanpa sengaja menabraknya. Pria asing itu celingukan dan bingung melihat Catherine pingsan. Karena tidak ada orang lain lagi, dia pun menghentikan sebuah taksi dan membawa Catherine ke rumah sakit.
~
TBC
~
Ini buat yang hari minggu yah... walaupun agak kecewa dikit karena tantangannya gak berhasil.wkwkwkwkkw tapi tak apalah. Hehehehe~
Makasih
Dii