Five

1676 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah "Kau yakin tidak ada kamar lagi?" tanya Calvin. Ini adalah perjalanan mendadak sehingga dia tidak menyiapkan kamar lebih dulu. Terlebih Caitlin ikut dengannya. Calvin mendesah pelan saat resepsionist itu mengatakan bahwa sudah tidak ada kamar lagi di hotel itu. Dia menoleh ke arah Caitlin yang sedang duduk menunggunya. Calvin pun berjalan kearah Caitlin. Wanita itu berdiri saat Calvin sudah ada di depannya. Calvin menghela napas membuat Caitlin mengernyitkan keningnya. "Ada apa Calvin?" "Sudah tidak ada kamar lagi," jawab Calvin dan memberikan e-card kamarnya pada Caitlin, "Kau menginap disini saja. Aku akan mencari hotel lain." Caitlin mengambil e-cardnya, "Aku tahu kau terburu-buru untuk menyelesaikan pekerjaanmu. Kita bisa tinggal satu kamar. Aku akan tidur di sofa, tidak apa-apa." "Tidak," Calvin langsung menolaknya.  Banyak alasan untuk Calvin menolaknya. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi diantara mereka. Membawa Caitlin saja sudah membuat Calvin merasa bersalah pada Catherine.  Calvin melihat kearah ponsel saat menerima panggilan.  "Iya," jawab Calvin sedangkan Caitlin hanya memperhatikan saja." "Iya. Aku akan segera kesana," ucap Calvin dan mematikan sambungan teleponnya. "Kenapa?" "Aku harus pergi sekarang karena sudah sangat terlambat." "Baiklah," Caitlin mengambil alih koper yang di bawa Calvin, "Aku akan meletakkan barang-barangmu di kamar." "Aku pergi dulu," pamit Calvin dan melenggang pergi dari hotel itu.  Caitlin menatap punggung Calvin dan tersenyum. Dia memperhatikan koper itu sebelum melenggang menuju kamar. Tak lama kemudian Caitlin pun masuk kedalam kamar yang ada di lantai tiga. Dia membawa masuk barang Calvin dan meletakkannya diatas ranjang. Tanpa meminta ijin dari sang empunya, Caitlin membuka koper itu dan memeriksanya. Tidak ada barang yang dia cari. Caitlin mendesah kasar. Dia kira Calvin mungkin akan membawanya. Setelah merapikan koper itu kembali, Caitlin membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Dia sangat lelah. Terlebih beberapa luka di tubuhnya kembali terasa nyeri.  Calvin pergi menggunakan taksi. Sampainya di tempat tujuannya, dia pun keluar dari taksi dan masuk kedalam gedung perusahaan yang cukup besar. Calvin berniat ingin membuka cabang perusahaannya di Paris sehingga dia mengajukan kerjasama dengan perusahaan tersebut. Dia ingin tinggal di Paris setelah menikah nanti dengan Catherine.  Lelaki itu sangat berharap mimpinya menjadi kenyataan. Dia sangat yakin Catherine pasti akan senang jika mengetahui hal ini. Calvin juga yakin kalau Catherine pasti akan sangat setuju jika nanti mereka tinggal di Paris. Calvin tersenyum tipis mengingat hal itu, terlebih mengingat saat liburan pertama mereka di Itali dulu.  Dua jam berlalu dengan cepat. Calvin menghela napas lega karena rencana awalnya sudah berjalan lancar. Sekarang dia hanya perlu menyerahkan pekerjaan selanjutnya pada Tom atau Jayden. Dia merasa kedua temannya itu pasti bisa membantunya. Calvin menghentikan langkahnya saat merasa ponselnya berdering. Dia pun langsung mengangkat telepon dari Catherine. "Keth?" panggil Calvin karena Catherine tidak menyapanya atau mengatakan apapun. Padahal wanita itu yang lebih dulu menghubunginya. "Kau tidak membaca pesan dariku?" tanya Catherine. "Pesan?" Calvin tertegun. Dia sangat sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengecek ponselnya, "Maaf. Memangnya kau mengirim pesan apa?" "Lihat saja sendiri kalau kau ingin tahu," jawab Catherine. "Ada apa?" tanya Calvin karena mendengar nada jawaban dari kekasihnya. "Tidak ada," jawab Catherine singkat hingga membuat Calvin menghela napas pelan. Catherine berhenti mengaduk-aduk minumannya dan diam cukup lama, "Vin," panggilnya pelan. "Iya." "Aku bertemu dengan Terrel," gumam Catherine pelan. "Apa?! Kenapa kau bisa bertemu dengannya?" "Aku bertemu begitu saja," jawab Catherine. "Lalu bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja? Apa Terrel masih berniat jahat padamu?" Catherine menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu." Calvin diam sejenak. Dia mengurungkan niatnya untuk menghentikan taksi. "Jangan lupa untuk mengunci apartemenmu. Apa Alexa sudah pulang?" "Belum. Sepertinya dia akan pulang dua atau tiga hari lagi." "Baiklah. Hubungi aku jika terjadi sesuatu," ucap Calvin dan mematikan sambungan teleponnya setelah mendapat jawaban dari Catherine. ~ Catherine duduk diam di meja makan. Dia hanya menghabiskan setengah jus jeruknya. Tidak tahu apa yang akan terjadi, hati Catherine justru mengkhawatirkan Calvin. Beberapa detik yang lalu mereka masih berbicara di telepon tapi Catherine tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya. Dia ingin menghubunginya lagi dan berbicara lebih lama tapi Catherine tidak ingin mengganggu istirahat Calvin. Dia yakin pasti lelaki itu kelelahan.  Dirinya menyesal karena tidak bertemu dengan Calvin lebih dulu saat lelaki itu akan pergi. Mungkin jika Catherine tidak bertemu dengan Terrel, dia tidak akan mengira jika lelaki yang ingin menemuinya adalah lelaki itu. Catherine menghela napas. Dia menumpuk kedua tangannya di atas meja lalu menyandarkan kepalanya diatas tangannya. Tatapannya memperhatikan gelas jus di depannya. "Aku rindu padamu Calvin. Setiap kali tidak ada dirimu, aku selalu merindukanmu. Tapi, ini pertama kalinya aku sangat mengkhawatirkanmu. Semoga kau baik-baik saja di sana. Aku mencintaimu," gumam Catherine seorang diri. Catherine bangkit dari tempatnya. Dia berjalan kearah kamar dan berbaring disana. Dirinya menoleh kearah jam diatas nakas. Masih pukul lima sore. Apa yang sedang lelaki itu lakukan? Apakah sudah tidur atau menyelesaikan pekerjaannya?  ~ Sampainya di hotel Calvin langsung masuk kedalam kamar. Dia melihat Caitlin sudah tertidur. Calvin berjalan tanpa menimbulkan suara karena tidak ingin membangunkan Caitlin. Dia berjalan ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan badannya.  Sepuluh menit kemudian Calvin sudah keluar dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Dia berjalan kearah ranjang dan membuka kopernya untuk mengambil pakaian. Calvin mengambil kaos lengan pendek dan celana. Dia langsung memakai kaos itu dan masuk kedalam kamar untuk memakai celananya. Jika tidak ada Caitlin, Calvin akan memakai celananya tanpa masuk kedalam kamar mandi.  Calvin berbaring diatas sofa. Dia akan istirahat dan besok akan kembali ke Kanada. Calvin pun menutup kedua matanya dan mulai tertidur. Dari arah lain Caitlin membuka matanya. Dia bangun dan melihat Calvin sudah tertidur. Dia pun berjalan kearah Calvin dan mengambil ponsel lelaki itu yang ada diatas meja. Caitlin tersenyum saat sambungan telepon itu tersambung.  Beberapa detik kemudian Caitlin menaruh ponsel Calvin dibawa meja. Sembari melirik kearah layar ponsel yang menandakan panggilan teleponya sudah menyala, Caitlin duduk di samping Calvin dan mulai mengelus wajah lelaki itu lalu menciumnya. Sontak Calvin yang terkejut itu langsung terbangun. "Caitlin, apa yang-" "Psst. Aku tahu kau juga kelelahan. Maafkan aku karena membangunkanmu. Aku hanya merindukanmu saja," potong Caitlin. Calvin bangkit duduk, "Sudah malam. Lebih baik kau lanjutkan saja tidurmu." "Aku senang kau membawaku pergi ke Paris. Terima kasih untuk hari ini Calvin. Kalau saja ... kita bisa sedekat dulu. Sejujurnya ... aku-" "Sudah malam. Besok kita akan pulang ke Kanada. Lebih kau lanjutkan tidurmu supaya kita tidak terlambat," potong Calvin dan bangkit berdiri. "Kau mau kemana?" "Aku akan mencari udara segar di luar," jawab Calvin dan keluar kamar. Caitlin tersenyum menatap pintu yang baru saja tertutup. Dia melirik kearah ponsel Calvin. Sambungan teleponnya masih menyala. Caitlin perlahan meraih ponsel Calvin dan meletakkannya diatas meja. Dia masih tersenyum lalu beberapa saat kemudian dirinya mendesah pelan. "Kenapa dia justru keluar? Padahal satu jam yang lalu dia memelukku erat. Ck, kau memang tidak berubah Calvin. Tapi, setidaknya terima kasih untuk malam ini. Aku mencintaimu," gumam Caitlin. Caitlin tertawa pelan saat wanita yang dia hubungi itu langsung mematikan sambungan teleponnya. Dia menghela napas karena rencana pertamanya berhasil. Setidaknya jika kekasih lelaki itu menjauh, Caitlin bisa mempunyai kesempatan untuk semakin dekat dengan Calvin dan dirinya akan semakin dekat dengan tujuan utamanya.  Tiga puluh menit kemudian Calvin sudah pulang. Caitlin pun menghampiri Calvin dan berdiri di depan lelaki itu membuat Calvin menghentikan langkahnya.  "Maaf untuk sikapku tadi. Aku ..." Caitlin menundukkan tatapannya dan memasang wajah penuh penyesalan. "Aku tidak ingin ada yang salah paham. Jadi, lebih baik jangan lakukan hal itu lagi," jawab Calvin dan berjalan melewati Caitlin. ~ Catherine mematung dan ponselnya terjatuh begitu saja saat dia memutuskan sambungan teleponnya. Dirinya sangat terkejut mengetahui Calvin pergi ke Paris dengan Caitlin. Dia kira lelaki itu pergi sendirian. Tapi, dugaannya salah. Bahkan sangat salah besar karena kenyataannya Calvin juga tinggal satu kamar dengan wanita itu. "Ah, sepertinya ... aku ... sangat lelah," gumam Catherine dan berjalan ke kamarnya kembali dengan tatapan kosong.  Dia berbaring diatas ranjang dan masih melamun. Kalau saja ada Alexa di sampingnya, mungkin Catherine bis meluapkan perasaannya saat ini. Sudah pasti dirinya akan mengomel sendirian dan meminta Alexa untuk mendengarnya. Tapi Catherine sendirian saat ini. Lalu apa yang harus dia lakukan untuk mengeluarkan perasaannya sekarang ini? Dia sangat marah dan kecewa pada Calvin sampai tidak tahu apa yang harus dilakukannya.  Catherine menutup pintunya dengan keras. Dia berjalan keluar apartemen tanpa mempedulikan malam yang semakin larut. Dia hanya mengenakan mantel saja. Bahkan dia tidak membawa tas ataupun ponselnya. Catherine berjalan disepanjang trotoar jalan. Meskipun malam sudah larut, namun masih ada orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan.  "Kau mengatakannya pekerjaan? Kenapa tidak mengatakan yang sejujurnya kalau kau berkencan dengannya, hah? Kau pikir kau bisa menyembunyikan hal itu dariku?!" Catherine berbicara seorang diri membuat perhatian orang yang berada di sekitarnya ikut memperhatikan dirinya. "Aku membencimu Calvin! Aku membencimu! Kenapa kau tidak seperti dulu lagi, hah?! Aku membencimu!" teriak Catherine dan menendangkan kakinya serta bertingkan tak karuan. Bahkan tanpa sengaja seseorang yang lewat di sampingnya itu terkena pukulannya. "Maaf," gumam Catherine pada wanita itu. Wanita yang tidak Catherine kenal itu hanya memandangnya dan kembali melanjutkan langkahnya. "Banyak dari mereka melampiaskan kemarahannya dengan minum. Tapi kau justru berbicara pada angin." Catherine menghentikan langkahnya mendengar suara lelaki di belakangnya. Dia pun berbalik dan tertegun melihat Terrel ada di belakangnya. Apa lelaki itu mengikutinya. Catherine mengernyit melihat senyuman tulus lelaki itu. "Apa kabar, Keth?" sapa Terrel. Dua manusia itu duduk berdampingan di kursi tepi jalan. Pandangan mereka memperhatikan keadaan di sekitarnya. Sesekali Terrel juga menoleh kearah Catherine. Tidak ada suara di antara mereka. Catherine masih saja diam sedangkan Terrel bingung harus mulai pembicaraannya dari mana. "Aku tahu telah membuat kesalahan. Tapi saat itu aku sedang membutuhkan bantuannya untuk-" "Terrel," panggil Catherine membuat Terrel menghentikan ucapannya. Mereka saling memandang, "Jangan bahas masalah itu. Aku tidak ingin tahu alasannya dan jangan mencoba untuk menjelaskannya. Jika kau datang hanya untuk meminta maaf, jangan padaku. Tapi pada Calvin, karenamu aku menganggap Calvin bukan orang baik. Bahkan aku sampai menuduhnya dan menamparnya." "Tapi kenyataannya lelaki itu memang tidak baik bukan? Buktinya kau mengumpat dan mengatakan kalau kau membencinya." "Kalau aku mengatakan aku membencinya itu berarti aku sangat mencintainya," jawab Catherine dan bangkit diikuti Terrel, "Sudah larut malam. Aku pulang dulu, permisi," pamit Catherine. Terrel menahan lengan Catherine saat wanita itu akan pergi.  ~ TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD