19. Rio?

1061 Words
Bibir mungil Via terus bersenandung tanpa henti. Dia tidak memedulikan tatapan aneh dari murid lain. Bagi Via, dia sudah terbiasa mendapatkan pandangan seperti itu dari mereka. Jadi hal seperti ini saja sudah bukan hal baru bagi Via. Di tangan gadis berpipi chubby itu ada satu keresek berisi dua botol air mineral beserta jajanan khas anak sekolah. Tentu saja itu bukan untuk dirinya sendiri, melainkan akan dia makan bersama Ify. Kali ini memang Ify sengaja tidak pergi ke kantin karena dia bilang kalau dirinya lelah dan lebih baik tidur. Jadilah, Via ke kantin sendiri lalu dia membawa jajanan buruannya ke kelas. Via tidak enak pada Ify kalau dia harus makan di kantin sendirian. Apalagi Ify baru sembuh dari koma, dan masih dalam masa pemulihan. Via, yang tadinya sedang asik bernyanyi ini dan itu, seketika berubah menjadi diam. Matanya melebar ketika Via melihat Ify sedang ribut dengan Raga. Padahal saat tadi Via tinggal ke kantin, Ify masih dalam mode merebahkan kepalanya ke meja seraya menyumpal telinganya menggunakan earphone. Berbeda jauh dengan sekarang yang sudah adu mulut sama Raga. Cepat-cepat Via berlari mendekat untuk meleraikan pertikaian mereka berdua. Sebisa mungkin Via menarik tubuh Ify agar sedikit menjauh dari Raga. Entah apa yang membuat mereka jadi adu mulut begini, tapi Via yakin kalau mungkin saja Raga duluan yang membuat permasalahan. Karena setahu Via, selama ini Ify tidak akan sampai bicara kalau dia tidak diganggu secara keterlaluan terlebih dulu. "Motif lo ikut kelas akselerasi terus pindah ke kelas ini apa, hah?! Nggak usah hah heh hoh, lo!" sentak Ify masih dalam mode emosi. "Kamu yang nggak usah sok-sokan galak! Kamu itu selama ini cuma hidup pakai topeng!" Raga tidak mau kalah, dia masih saja menyahuti kata-kata Ify. Emosi Ify tidak dapat dikendalikan. Dia melepaskan tangan Via yang menahannya dan sudah bersiap memukul wajah Raga. Sayangnya, usaha Ify berhasil dihentikan oleh Ray. Ketua OSIS yang terkenal dengan julukan sadboy itu seketika berdiri di tengah-tengah antara Ify dan Raga. Hal itu jadi membuat gerakan tangan Ify terhalang oleh Ray. "Lo minggir!" sentak Ify yang sudah keburu kesal pada Ray karena menghalangi dirinya yang sudah sangat ingin memukul Raga. Ray menghela napasnya sejenak. Begitu pula dengan Via yang kembali menarik tubuh mungil Ify ke belakang agar lebih menjauh dari Raga. Tetapi meski badan Ify mungil, tenaganya bisa dibilang cukup kuat daripada badan Via yang lebih besar dari Ify. Gadis bermata tajam itu terus berusaha lepas dari pelukan Via. Dia benar-benar ingin memukul wajah Raga saat ini juga. "Gue dari tadi diem aja, Vi! Tapi babi satu ini nih yang mulai nyari gara-gara sama gue dulu!" teriak Ify seraya menunjuk-nunjuk wajah Raga yang tidak merasa bersalah sama sekali. Dapat Via lihat, kalau Raga sekarang ini bukannya takut melihat Ify mengamuk tapi malah seolah-olah dia dengan sengaja memprovokasi Ify agar semakin emosi. Entah apa motivasi Raga melakukan ini pada Ify, tapi Via rasa kalau Raga memang sengaja ingin mencari gara-gara dengan Ify. "Gue cuma bilang apa adanya, bukan nyari gara-gara. Emang salah, kalau gue bilang bahwa selama ini lo hidup pakai topeng?" sahut Raga disertai smirk evil di wajahnya yang mempunyai garis rahang sekokoh bangunan dari semen lima roda. Ray membalikkan badannya, dia ganti menatap tak suka pada apa yang barusan Raga katakan. "Raga! Sudah! Lo jangan suka mancing-mancing emosi Ify!" titahnya masih bernada sopan dan santun. Jika tadi Raga fokus menatap Ify, sekarang dia berganti melihat Ray yang berdiri tak jauh darinya. Salah satu sudut bibirnya tersungging ke atas, khas senyuman meremehkan. Mungkin saja, sekarang ini Raga sedang meremehkan Ray. Atau entah apa, mereka juga tidak tahu pastinya. Tanpa banyak kata lagi, Raga memilih pergi dari kelas seraya membawa tasnya sekaligus. Sementara Via, dia memeluk tubuh Ify dari belakang guna menahan teman baiknya agar tidak berlari menyusul Raga lalu menghajarnya habis-habisan. "Via lepasin gue!" Ify masih tidak terima kalau Raga pergi begitu saja. "Udah Fy, lo habis sakit. Lo lebih baik istirahat, simpan tenaga lo buat kesehatan lo aja. Jangan kayak gini!" pinta Via penuh rasa tulus karena tidak mau Ify kenapa-napa lagi. Ify langsung melepaskan kedua tangan Via dari perutnya secara kasar. Namun dia tidak menyusul Raga, melainkan kembali duduk di bangkunya semula. Begitu pula dengan Via yang langsung memberikan satu botol air mineral dingin pada Ify agar teman baiknya itu bisa mendinginkan tenggorokannya yang mungkin saja panas habis adu mulut sama Raga. "Lo nggak kenapa-napa 'kan, Fy?" Ray mendekat pada Ify dan berusaha melihat kondisi Ify, hanya untuk memastikan kalau gadis pujaannya itu tidak terluka karena Raga. "Nggak kenapa-napa mata lo buta? Lo bisa lihat nggak?" jawabnya dengan nada sengak, hingga membuat Ray jadi menggaruk-garuk tengkuknya sendiri padahal Ray yakin betul bahwa tengkuknya sekarang tidak sedang gatal. "Yang mana yang luka, Fy? Biar gue ambil obat dulu ke UKS ya?" tanyanya bagai orang bodoh. Semua siswa-siswi tahu kalau Ray berubah jadi bodoh setiap kali dihadapkan dengan Ify. Sungguh, Ray di depan Ify itu berbanding terbalik dengan Ray ketika berada di ruang OSIS ataupun bertindak seperti ketos. Mereka seperti satu orang dengan dua kepribadian. Via berbisik pelan pada Ray agar segera enyah dari sana. Karena kalau dilihat dari raut wajah Ify, gadis berparas ayu itu sudah tidak tahan berada di samping Ray lama-lama. "Gue mau ke kantin." seketika Ify berdiri sambil memakai tasnya. Mau tak mau, Via pun melakukan hal yang sama seperti Ify. Hanya bedanya, di tangannya ada keresek berisi jajanan yang tadi dia bawa dari kantin. Sekarang malah akan dia bawa ke kantin lagi. Langkah kaki Ify begitu cepat, membuat Via sedikit kewalahan saat mengejar Ify. Tetapi, Via dikagetkan oleh berhentinya Ify secara tiba-tiba. Kening Via mengerut, dia heran akan tatapan Ify yang tertuju ke satu arah. Ify, dia tidak sengaja melihat seorang lelaki yang dia rasa wajahnya begitu mirip dengan Rio. Lelaki yang dia temui di alam bawah sadarnya selama dia satu bulan koma kemarin. Rio? Tanya hati kecil Ify. Rio ada di sini? Dia ngapain di sini? Dia orang yang nyata? Dia bukan cuma ada di dunia fantasi doang? Sambung Ify masih dalam hati. "Gue ke sana sebentar." Ify pamit pada Via tanpa mengatakan ke mana tujuannya. Kaki jenjang Ify melangkah menuju ruang guru. Itu antara dua kemungkin yang tersisa. Antara Ify mau mengajukan Raga yang tidak memiliki tata krama buat diberi tindakan, atau tentang hal yang lainnya. Hahya saja, Via harap kalau Ify tidak mendapat masalah lagi. "Hah, gue sendirian yang ditinggal 'kan sekarang kalau begitu jadinya." desahnya seraya melihat keresek jajanan di tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD