57. Tapi?

1016 Words
"Ya udah iya." Ify menganggukkan kepalanya, dia tidak bisa lagi menolak karena semua yang ada di sini mendesaknya tanpa henti. Mereka semua bersorak senang mendengar jawaban Ify. Terlebih Via, yang paling suka kalau mendapat makan gratis. Sedangkan Rio, dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Rio merasa tak habis pikir dengan tingkah Raga yang sudah mirip seperti manusia. Raga beranjak dari duduknya, dia mengecek apa saja yang ada di dalam lemari pendingin. Tidak mungkin kalau mereka akan pesta tapi tidak ada makannya. "Kayaknya kita harus pesan lagi, deh. Soalnya ini kurang banget," kata Raga seraya memperlihatkan apa yang ada di dalam kulkas. "Lagi pula, 'kan ini acara Ify yang traktir. Terus kenapa kamu mengecek isi kulkasku?" Rio sepertinya tidak rela kalau mereka pesta barbekyu menggunakan makanan miliknya, padahal konteksnya memang ini acara Ify yang akan mentraktir mereka. Raga menepuk jidatnya, "Oh iya, aku lupa," ucap Raga merutuki kebodohannya sendiri. Ify memutar bola matanya malas, "Dasar pelit," cibir Ify pelan tapi masih bisa didengar jelas oleh Rio. Hanya saja, Rio cuma diam. Dia tidak ingin membalas kata-kata Ify. "Siapa yang mau pergi belanja?" tanya Via mencoba mengalihkan pembicaraan. "Kita pesan online saja, kita tidak perlu repot-repot pergi belanja." Ify segera mengeluarkan ponselnya lalu dia berikan kepada Via untuk memesan apa saja yang dia inginkan. "Pesan bahan mentah saja," kata Ify lagi setelah Via mengambil ponselnya. "Oke, siap." Via mengiyakan sambil mengotak-atik ponselnya Ify buat memesan bahan makanan yang dia inginkan semua. Karena ini ditraktir oleh Ify, tentu saja Via akan memesan banyak sekali makanan yang enak-enak. "Kalian pengen apa?" tanya Via kepada Raga dan Rio. Rio dan Raga sama-sama menatap Via, mereka berdua seolah meminta kepastian kalau Ify tidak akan marah apabila mereka ikut memesan apa yang mereka inginkan. Via meyakinkan mereka, kalau urusan Ify akan aman selama ada Via di rumah ini untuk meng-handle Ify. "Pesan daging yang paling mahal, Vi," pinta Raga dengan polosnya. Via terkekeh mendengar permintaan Raga tapi akhirnya dia masukkan list juga mengenai daging sapi yang paling mahal dan tentunya enak. Via sudah memesan semuanya, kini tinggal menunggu pesanannya datang. Lagi pula, semua belanjaannya juga sudah dibayar menggunakan saldo yang Ify miliki. Jadi mereka benar-benar tidak perlu membayar. Harum sekali halaman belakang rumah Rio sore ini. Seluruh penjuru dipenuhi oleh aroma wangi dari makanan yang dibakar dengan saus barbekyu. Ada daging, sosis, bakso, dan beberapa sayuran yang juga dibakar. Sedangkan untuk nasi, kebetulan tadi Rio sudah masak banyak jadi tidak perlu khawatir kalau kurang. Tadinya, Axel juga diajak bergabung tetapi dia menolak dengan alasan bahwa itu acara anak muda. Tidak enak rasanya kalau dia ikut bergabung dengan Rio, Ify dan kawan-kawan. Jadilah, Axel hanya mengambil bagiannya saja lalu membawanya ke lantai bawah. "Wah, enak kalau makan serba gratis." puji Via yang sudah habis dua piring nasi. Ify melirik Via yang tampak menikmati acara makan-makan kali ini. Bahkan, dia selalu saja tertawa riang selama membantu Rio dan Raga untuk membakar semua daging dan makanan lainnya. Sementara Ify, dia memilih yang menurut Ify mudah-mudah saja. Seperti membuat minuman dingin, menyiapkan karpet, tisue, piring, gelas dan sendok. Tapi tak lama, akhirnya Rio datang membantunya karena tak tega melihat Ify melakukan semua itu sendirian. "Gratis?" tanya Raga yang sengaja menggoda Via. Wajah sumringah Via jadi berubah seketika dan membuat Raga serta Rio jadi tertawa terbahak-bahak. Saat itu juga, Via sadar kalau dia hanya dikerjai oleh Raga. Ify ada di antara mereka bertiga, tapi seolah-olah dia tidak ada. Gadis berwajah lonjong itu hanya diam, bergelut dengan pikirannya sendiri dan tidak banyak bicara. Hanya ada satu atau dua patah kata saja yang keluar dari bibir Ify sejak dia mengiyakan rengekan Via buat makan di rumah Rio. "Kamu kenapa nggak ketawa, Fy?" tanya Rio tiba-tiba kepada Ify yang hanya fokus ke arah depan. Dengan malas, Ify melirik Rio lalu memutar bola matanya. Dia sama sekali tidak berminat buat menjawab atau sekadar bergumam untuk pertanyaan Rio barusan. "Kamu tidak bisa tertawa atau kamu tidak tahu caranya tertawa?" dengan isengnya Rio bertanya seperti ini, tanpa memikirkan risiko yang akan dia tanggung. Jika tadi Ify mengabaikan Rio, kali ini tidak. Gadis itu menolehkan wajahnya ke arah Rio dan memberikan senyuman sinis yang bisa membuat bulu kuduk merinding. Tapi sayangnya, Ify berhadapan dengan Rio yang tak kenal takut padanya. "Iya! Gue nggak bisa ketawa, gue nggak tahu caranya ketawa dan gue nggak tertarik buat ketawa." nada suara Ify sangat tidak bersahabat saat mengatakan ini, bahkan terkesan sangat dingin dan menusuk. Raga dan Via seketika terdiam, mereka tidak berani lagi tertawa. Sedangkan Rio, dia masih berpura-pura semuanya baik-baik saja. Padahal Rio tahu kalau saat ini suasananya sedang tidak baik-baik saja. "Kenapa? Tertawa itu bikin awet muda." meski Rio tahu bahwa situasi sudah tidak baik-baik saja, tapi dia tetap saja mendesak Ify. Beberapa kali, Rio mendapat sikutan dari Raga agar diam tapi bibirnya seakan-akan tidak bisa diam. Sekarang, Ify melirik Rio dengan ekor matanya. "Sekarang ganti gue yang nanya." karena sudah tidak tahan memendam pertanyaan dari tadi, akhirnya Ify akan mempertanyakannya pada Rio. "Waktu dan tempat dipersilakan." dengan cepat Rio menjawab bak orang tak punya beban. "Apa maksud lo ngasih tahu Raga tentang kejadian malam minggu kemarin?" Ketiga orang di sekitar Ify sontak kaget, karena tak menyangka Ify akan mempertanyakan hal ini. Tadinya Rio kita, Ify tidak akan bertanya mengenai ini. "Raga ada di sini, Fy." bisik Rio agar Ify menghentikan pertanyaannya. Senyuman sinis kembali keluar dari sudut bibir Ify. Gadis itu memundurkan badannya ke posisi semula lalu menatap ke arah Raga yang terlihat gugup. "Nggak apa-apa, malah bagus dong. Jadi Raga bisa denger langsung dari gue sama lo. Biar nggak ada salah paham di antara kita." Rio menelan salivanya susah payah, keringat dingin sudah keluar dari pelipisnya mendengar pertanyaan Ify yang tidak pernah diduga. Terlihat sesekali Rio melirik ke arah Raga, tapi malaikat satu itu hanya mengayunkan tangannya ke depan seakan meminta Rio agar segera menjawab seperti yang sudah dituliskan. "Ak-aku aslinya nggak nga-ngasih tahu Raga, Fy. Ta-tapi...," tanpa sengaja Rio malah menghentikan kata-katanya hingga membuat Ify semakin tak habis pikir. "Tapi?" Ify sengaja memajukan badannya jadi otomatis lebih dekat dengan Rio. Bola mata Rio mendelik melihat wajah Ify dari jarak sedekat ini, hingga membuat Rio ketakutan sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD