"Raga, aku mohon sama kamu, jangan sampai kamu melakukan hal yang membuat Ify terpuruk. Biarkan saja dia seperti itu, karena hanya itu cara dia mengatasi rasa takutnya." pinta Rio dengan sangat pada Raga.
"Kamu harus tahu, kalau yang membuat aku dihukum oleh Tuhan itu bukan dia. Semuanya itu karena murni kesalahanku. Waktu itu, Ify masih anak kecil. Dia masih berusia lima tahun, dan dia tidak tahu apa-apa. Jadi, jangan lampiaskan kemarahanmu sama dia."
Raga yang mendengarnya, dia hanya bisa memasang wajah datar. Bagi Raga, tidak semudah itu dia mengubah persepsinya pada Ify. Meski Raga sekarang tahu, kalau apa yang Rio katakan barusan itu benar. Ify tidak salah, gadis itu juga korban. Bahkan dia korban yang paling tersakiti dalam tragedi tiga belas tahun lalu.
"Dia kehilangan Mamanya karena kesalahanku. Jadi aku mohon, jangan hakimi dia. Jangan pandang dia sebelah mata."
"Lagi pula seandainya Tuhan tidak menghukumku, Ify pantas memberikan hukuman apa pun padaku."
"Aku mengerti." sahut Raga tanpa menolehkan wajahnya ke arah Rio.
"Aku berangkat dulu."
Karena tak terdengar suara lagi dari Rio, akhirnya Raga memilih pergi dari sana. Dia juga sama sekali tidak menoleh ke belakang dan tetap berjalan ke depan. Meski Raga terlihat acuh tak acuh, sebenarnya dia juga merasa bersalah pada Ify karena sudah menuduh gadis itu dengan sembarang.
Kalau aja gue tahu lebih lama, kalau Ify punya phobia sama mawar, gue nggak akan nuduh-nuduh dia seperti itu di hari pertama kita ketemu. Desah Raga dalam hati.
Jika biasanya Raga ke sekolah hanya tinggal melakukan jurus menghilang atau jurus tak terlihat agar bisa numpang di kendaraan yang lewat, kali ini Raga memilih naik bus. Dia sedang merasa malas dan ingin melakukan hal yang biasa dilakukan manusia. Lagi pula, menurutnya juga tidak apa-apa sekali-kali keluar uang untuk biasa transportasi.
"Kenapa wajahmu seperti kemeja kusut?"
Raga refleks memegangi dadanya karena kaget mendengar ada yang tiba-tiba bertanya padanya tepat di samping telinga. Bahkan, Raga juga bisa mencium aroma dari orang yang duduk di sampingnya sekarang. Saat Raga menoleh ke kiri, betapa terkejut sekaligus lega ketika yang dia lihat itu ternyata Shilla. Raga langsung mengusap dadanya dan mulai mengatur napasnya. Dia memejamkan mata sebentar lalu melotot pada Shilla.
"Kamu kenapa ada di sini?" tanya Raga dengan suara sangat pelan agar tidak ada yang curiga.
Kepala Raga menoleh ke sekitar, dia mengedarkan pandangannya untuk memastikan apakah ada orang yang memerhatikannya. Tapi setelah Raga memastikannya, tidak ada orang yang menatap ke arahnya. Meski begini, Raga juga tidak bisa langsung bicara santai pada Shilla karena bagaimana jua, Shilla adalah malaikat yang tidak bisa dilihat oleh manusia jika tidak diberi izin oleh Tuhan buat melakukannya.
"Aku tadi sedang berkeliling melihat banyak hewan. Terus tiba-tiba aku tidak sengaja melihatmu naik ke bus ini, jadi ikut naik." dengan polosnya Shilla memberi tahu Raga.
Keduanya kini berbincang satu sama lain. Raga yang mulanya merasa sedikit terganggu pun, jadi tidak masalah ada Shilla di sana. Kehadiran Shilla sedikit bisa membuatnya lupa mengenai Ify dan Rio. Meski Raga tahu, ini tidak akan berlangsung lama. Tapi setidaknya, Raga tidak akan merasa terlalu kesepian selama perjalanan menuju ke sekolah.
"Terima kasih, sudah menemani aku sampai sini. Sampai jumpa nanti." pamit Raga pelan disertai lambaian tangannya di udara.
Usai berpamitan, Raga langsung turun di depan gerbang sekolah. Niat hati, Raga ingin langsung masuk ke sekolah, sayangnya dia melihat toko coklat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolahan. Raga memutuskan ke sana terlebih dulu dan mencari sesuatu yang sekiranya bisa dia bawa keluar.
Pegawai toko coklat tadi menyambut baik saat Raga masuk. Mereka sudah biasa melihat anak sekolah SMA Golden's membeli coklat di sana, meski harga coklatnya tidak bisa dibilang murah. Tetapi banyak juga murid di SMA Golden's yang berasal dari kalangan atas. Jadi sudah tidak heran, kalau coklat seharga ratusan ribu itu menjadi salah satu favorit cemilan anak SMA Golden's.
"Lo mau beli coklat buat Ify lagi?"
Kepala Raga menoleh ke arah lain, dia melihat ada dua siswa yang seragamnya sama dengan yang dia pakai. Terlihat jelas, siapa salah satu dari mereka berdua. Sudut bibir Raga terangkat ke atas, dia terkekeh pelan saat mengingat momen-momen di mana Ify tidak pernah menerima coklat pemberian Ray.
"Keras kepala juga dia." gumam Raga pelan agar Ray dan temannya tidak mendengar.
"Chocolate gold college tiga puluh dua pieces-nya satu, Mbak! Yang ini, ya!" pesan Ray sambil menunjuk salah satu kotak berisi coklat berbentuk cantik.
Pelayan toko tadi, segera mengambilkan kotak coklat yang dipilih Ray lalu membungkusnya. Ray juga tidak berlama-lama di sana, dia langsung keluar setelah mendapatkan coklat pesanannya.
Sementara Raga, dia masih melihat-lihat karena bingung mau pilih yang mana. Dia tidak tahu apa kesukaan Ify dan apa yang tidak disukai.
"Saya pesan kayak yang dibeli cowok tadi, Mbak." akhirnya Raga menyerah dan dia pikir kalau mengikuti pilihan Ray akan membuatnya lebih mudah.
"Totalnya satu juta seratus tujuh puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah."
Raga cengo saat mendengar harga dari coklat yang dibeli Ray tadi. Dia tidak menyangka kalau harganya akan semahal ini. Raga pikir, harganya hanya seratus ribu.
Uang saku gue dari Rio nggak akan cukup buat bayar ini coklat. Emang dasarnya si Ray itu gila ya, beli coklat sampai sejuta lebih. Apa dia nggak sayang duit? Belum ngerasain aja dia, susahnya nyari rupiah. Tak henti-hentinya Raga mengumpat dalam hati karena harga coklat.
"Oh, kayaknya yang itu kebanyakan deh. Kalau yang lebih dikit berapa?"
"Buat yang isi enam belas pieces, kami jual dengan harga enam ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan rupiah. Mau yang mana?" dengan sopannya, pelayan toko coklat yang terkenal itu menjawab pertanyaan Raga.
Otak Raga berpikir keras, dia ingin meminta maaf pada Ify tapi ternyata malah uang tidak memadai.
"Kalau selain itu, Mbak? Yang paling murah apa?" Raga masih belum menyerah, siapa tahu dia masih punya peluang buat membeli coklat di toko ini namun dengan harga miring.
"Ada chocolate carre collection isi dua puluh pieces dan chocolate carre collection dark isi enam belas pieces, kedua menu itu sama-sama harganya dua ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan rupiah."
Raga hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Dia rasa, sudah tidak ada harapan di toko ini. Raga tidak memiliki uang sebanyak itu dan dia tidak mau memaksakan apa yang tidak bisa.
"Maaf Mbak, nggak jadi. Uang saya nggak cukup. Terima kasih." dengan membawa rasa malu, Raga langsung keluar dari toko coklat itu.
Ketika baru keluar dari toko coklat, Raga melihat para siswa-siswi sudah berlarian ke arah gerbang. Mereka berbondong-bondong lari takut telat masuk kelas.
"Ah, mending gue ngilang aja." katanya seraya melihat kondisi sekitar.
Dengan menggunakan jurus menghilangnya, Raga langsung menghilang begitu saja. Daripada dia berlari-larian tapi tetap telat, jadi lebih baik cari aman saja. Agar tidak ketahuan, Raga sengaja memilih toilet sebagai tempat mendaratnya.
"Lega, gue nggak telat." katanya sembari mengusap d**a bidangnya.
Cepat-cepat Raga keluar dari toilet dan menuju kelas. Dari luar kelas, Raga melihat Ify yang sedang merebahkan kepalanya ke meja seraya menyumpal kedua telinganya menggunakan earphone miliknya.
"Ayo masuk!" ajak seorang guru yang hari ini mengajar di kelas.
"Eh, iya, Pak." angguk Raga tanpa sadar apa yang dia katakan tadi.