Lembar Kesebelas

1086 Words
Malam ini merupakan malam pertamanya mulai tinggal di Jakarta, dari kecil hingga sekarang ia belum pernah pergi ke Jakarta, kalau bukan karena ia diterima di Jakarta mungkin ia tak tahu kapan akan pernah menginjakkan kakinya di ibukota negaranya ini. Agni hanya sering mendengar cerita-cerita saja dari temannya yaitu Puput tentang suasana kota Jakarta, kota yang padat penduduk namun ketika malam hari kota ini terlihat ini karena gemerlap lampu jalan. “Oh iya aku dari tadi belum ngabarin Ibu.” ucap Agni sambil menepuk jidatnya. Ia berjalan meraih tas yang tadi ia pakai untuk mengambil ponselnya, namun saat ia cek ternyata ponselnya mati, mungkin karena baterai ponselnya habis. “Lah mati hp ku, nggak bisa ngabarin Ibu kalau gini.” ujar Agni sedikit kecewa karena takut membuat keluarganya khawatir apabila belum mendengar kabarnya. Agni berusaha memutar otak bagaimana caranya agar ia bisa menghubungi keluarganya malam ini juga. Akhirnya ia terbesit ide dalam pikirannya untuk meminjam telepon rumah milik majikannya agar ia bisa menghubungi ibunya melalui nomer telepon adiknya. “Apa aku pinjem telepon rumahnya Bu Ratih aja ya, barangkali dibolehin sama Bu Ratih, aku nggak mau buat Ibu khawatir karena belum ngabarin kalau udah sampai di Jakarta.” batin Agni yang ingin memberanikan dirinya untuk meminjam telepon rumah milik keluarga ini. Agni keluar dari kamar berencana untuk menghampiri Ibu Ratih yang sepertinya saat sudah berada di kamar. Saat di depan kamar majikannya, Agni bimbang untuk mengetuk pintu kamarnya atau tidak, namun setelah beberapa menit hanya berdiri di depan pintu, Agni mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu kamar tersebut karena tidak ingin mengganggu majikannya. “Kayaknya jangan sekarang deh, takutnya nanti aku ganggu Bu ratih kalau udah tidur.” batin Agni mengurungkan niatnya untuk meminjam telepon rumahnya sejenak. Saat Agni membalikkan badannya untuk kembali menuju kamar, ia terkejut ketika ada seseorang yang sudah berada di belakangnya, lagi-lagi orang itu adalah Cakra. Tubuh Agni hampir terpental karena menabrak tubuh Cakra dan juga rasa terkejutnya itu hingga membuat sebuah barang yang ia letakkan di saku roknya jatuh. “Mas Cakra ngagetin saya lagi aja.” ucap Agni mengatur napasnya yang tak beraturan akibat terkejut, ini buka kali pertamanya ia terkejut karena Cakra yang tiba-tiba saja berada di sekitarnya karena tadi saat di luar rumah pun Cakra juga membuatnya terkejut dengan memanggil dirinya secara tiba-tiba. Agni mencari barang apa yang tadi jatuh dari saku roknya, dirinya tampak melihat flashdisk yang ia temukan tadi di jalan. Tangan Agni bersiap untuk mengambil flashdisk tersebut namun keduluan oleh Cakra yang lebih dulu mengambilkan flashdisk tersebut. “Ini kan flashdisk gue, kok bisa ada di lo? Lo nyuri ya?” Mulut Cakra tiba-tiba menuduh Agni jika Agni lah yang mengambil flashdisk itu . “Kalau ngomong jangan sembarangan ya Mas, jangan nuduh kalau nggak ada buktinya.” balas Agni dengan nada yang tampak sedang menahan amarah. “Lah ini buktinya flashdisk ini ada di lo.” Cakra langsung menimpali perkataan Agni barusan sambil menunjukka flashdisk tersebut. “Flashdisk itu saya temuin di jalan tadi waktu Mas Cakra mau nabrak saya, lagi pula buat apa saya ngambil flashdisk itu, nggak ada manfaatnya juga buat saya.” ujar Agni menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. “Permisi Mas, saya mau balik ke kamar.” ucap Agni yang langsung pergi meninggalkan Cakra tanpa basa-basi lagi. Belum sempat Cakra menimpali perkataan Agni lagi, Agni duah lebih dulu pamit untuk pergi dari tempatnya berdiri sekarang karena merasa tidak suka apabila dituduh yang tidak-tidak. Cakra terdiam melihat Agni yang pergi meninggalkannnya begitu saja padahal dia lah tuan rumahnya di sini. Agni kembali masuk ke kamarnya dengan wajah yang masih kesal karena tidak terima dengan ucapan Cakra tadi. Entah mengapa perkataan Cakra tadi terdengar cukup menyakiti hati dan perasaannya.  Agni berjalan mengambil ponselnya yang sudah sempat ia charge sebelum keluar dari kamar. Agni berencana untuk menelepon adiknya sekarang, namun setelah melihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas malam, ia tampak berpikir dua kali karena takut akan mengganggu waktu tidur keluarganya. *** Di Rumah, Yuni tampak menunggu kabar dari anaknya yaitu Agni yang sedari tadi belum memberi kabar apakah sudah samapi di Jakarta atau belum. “Mbak mu belum ngabarin kamu?” tanya Yuni kepada Laeli, anak keduanya. “Belum Bu, mungkin besok pagi baru ngabarin.” jawab Laeli yang sedang mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. “Ibu khawatir, Mbak udah sampai di tempat tinggalnya yang sekarang belum ya.” ucap Yuni kepada Laeli menyampaikan kegelisahannya. “Ibu jangan khawatir, mungkin aja Mbak Agni kecapekkan jadi belum sempat ngabarin kita, perjalanan dari Solo ke Jakarta kan jauh Bu.” ujar Laeli menenangkan Ibunya agar tidak khawatir dengan keadaan kakaknya saat ini. Jujur saja dirinya pun sebenarnya khawatir karena dari tadi ia mengirimi pesan ke kakaknya belum juga ada jawaban hingga kini, bahkan saat ia mencoba untuk menelepon pun panggilannya tak dijawab. Namun karena ia tidak ingin memperkeruh suasana, akhirnya sebisa mungkin Laeli menutupi kegelisahannya agar rasa khawatir ibunya malam ini menjadi sedikit berkurang. Setelah Laeli mencoba menenangkan Ibunya, akhirnya Yuni sedikit lebih tenang dan bersabar mungkin saja memang anaknya kelelahan ketika sampai di Jakarta jadi belum bisa untuk mengabari dirinya. *** Jam dinding menunjukkan pukul 3 pagi, Agni terbangun dari tidurnya karena mendengar suara di dapur, ia mulai mengerjapkan matanya sambil mengumpulkan kesadarannya hinga benar-benar sadar 100%. Agni penasaran sebenarnya siapa yang sepagi ini sudah melakukan aktivitas di dapur. Tidak mungkin yang melakukan aktivitas di dapur saat ini Bi Jum, karena Bi Jum pernah bilang kepada dirinya jika aktivitas pekerjaannya dimulai sejak pukul 5 pagi. “Itu suara apa ya? Jangan-jangan ada maling lagi di rumah ini.” batin Agni dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak-tidak. Agni berjalan keluar dari kamarnya dengan langkah kakinya yang perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Karena jarak kamarnya dnegan dapur sangat dekat jadi ia bisa mendengar suara itu dengan sangat jelas. Ketakutan Agni semakin menjadi ketika ia melihat seseoang laki-laki yang sedang berada didapur dengan kondisi yang masih gelap karena lampu dapur tidak dinyalakan. Postur tubuhnya pun tidak mirip dengan Mas Cakra maupun Pak Tono, lalu siapa laki-laki yang berada di dapur saat ini. Agni bersiap mengmbil sapu yang kebetulan berada di dekatnya. Ia memberanikan diri untuk mendekati seseorang yang ia curigai sebagai maling di rumah ini. Agni perlahan-lahan mendekati orang tersebut, ketika dirasa waktu dan keadaannya sudah tepat. Agni memukulkan gagang sapunya ke arah seseorang tersebut sambil berteriak maling. “Maling! Maling! Maling.” teriak Agni sambil terus memukulkan gagang sapu tersebut. Laki-laki itu mengaduh kesakitan ketika menerima pukulan dari Agni. Hingga tak lama kemudian datang Bi Jum sambil menyalakan lampu dapur untuk mengetahui sebenarnya apa yang terjadi di dapur. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD