P.5 Distraction

1270 Words
Reno yang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi  membuat dia cepat sampai di kantor. Setibanya di kantor semua orang menyapanya dan dalam sejarah semua orang yang ada di sana, ini kali pertama Reno terlihat tidak peduli dengan yang lain. Reno melihat Loka, asisten pribadinya sudah duduk di sana sedang membaca beberapa berkas. Reno langsung duduk di depan Loka dan ikut mengamati apa yang asitennya itu lakukan. “Bagaimana dengan jadwalku selama sebulan ini?” tanya Reno tanpa merasa berdosa meskipun si Loka terlihat seperti kerepotan mengatur ulang jadwalnya. “Kenapa harus mengubah semuanya sih Bos Reno, kenapa tidak mengubah sebagian atau hanya beberapa hal yang tidak penting digantikan oleh yang lain,” keluh Loka yang memang terlihat bingung dalam mengatur ulang jadwal Reno. Reno menyandarkan tubuhnya di sofa dan pikirannya mulai menerawang pada peristiwa beberapa jam lalu yang membuatnya jadi sosok berbeda. “Aku hanya ingin mengerjakan banyak hal mulai sekarang, karena itu jangan biarkan hal-hal semacam interupsi atau pengganggu membuat pikiran kita tidak fokus.” Loka menghentikan kegiatannya dan merasa ada yang aneh dengan ucapan Reno itu. Loka paham situasi ini karena itu dia langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Reno. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu terlihat tidak seperti biasanya,” tanya Loka penasaran. Reno yang mendengar ucapan Loka langsung diam dan bayangan peristiwa beberapa jam lalu muncul pertama kali. “Gladis pergi ke Jerman,” lirih Reno yang membuat Loka langsung menghela napas. Dia tahu semua ini bakal terjadi tapi dia memutuskan untuk diam. “Bukankah kamu bisa pergi ke sana juga,” balas Loka santai. Dan kini ganti Reno yang menghela napas, “Tidak semudah itu Ka, aku dan Gladis putus dan perjanjiannya aku tidak mengikuti dia ke Jerman,” jelas Reno. Loka yang mendengarnya langsung meletakkan semua tumpukan kertas-kertas dan bersandar di sofa seperti Reno. “Dan kamu menurutinya begitu saja?” sindir Loka memandang Reno yang akhirnya juga sengit memandangnya. “Maksudmu gimana?” tanya Reno tak suka. “Bro, cewek itu tipikalnya memang keras apalagi yang kaya model Gladis, tapi sebenarnya dalam hatinya itu lembek bahkan mungkin lemah. Yang dibutuhkan seorang wanita itu hanya perjuangan seorang pria,” ucap Loka. Reno yang mendengar ucapan Loka langsung sadar jika dia bodoh hanya menuruti keinginan Gladis saja. Reno langsung memegang kepala dan memijat pening pelipisnya. “Astaga kenapa aku jadi begitu bodoh seperti ini,” keluh Reno dan dia langsung berdiri tak tenang. “Apa aku harus menyusulnya ke Jerman?” tanya Reno kepada Loka. Loka hanya mengangkat bahunya. “Tergantung bagaimana kamu menyikapi permasalahan dari semua ini. Jika menurutmu kamu memang perlu ke sana, pergi aja ga perlu nunggu dia mengharapkanmu atau kamu menunggu dia memintanya,” saran Loka membuat Reno berpikir. Reno langsung mengeluarkan ponselnya dan terdengar nada sambung tapi sampai dering ketiga tidak terdengar jawaban dari seseorang. “Kemana lagi itu bocah, nelpon kok ga diangkat,” gerutu Reno dan dia mencobanya kembali sampai ketiga kalinya baru telepon tersebut diangkat. “Hei, kemana aja lu, nelpon ga diangkat segala, sok sibuk,” sindir Reno kesal. Tapi malah tawa berderai yang terdengar di sana. “Ada apa nyariin aku, mesti ada maunya ini,” ucap pria di sebrang sana. Reno langsung mengangguk tapi menyadari jika anggukannya tidak akan terlihat. “Oman, tolongin aku, carikan aku informasi soal tempat tinggal Gladis,di Jerman,” pinta Reno membuat Oman mengerutkan alisnya tak mengerti.. “Gladis, maksudmu Gladis Sasmita pacarmu?” tanya Oman memastikan membuat Reno berdecak. “Iya, kemarin tapi beberapa jam lalu aku sudah putus dengannya.” Terdengar suara tersedak di sana membuat Reno malah emosi. “Ga usah pake keseleg segala biasa aja, mending kamu mau ngumpat, ngumpat aja ga pake adegan drama kaya gitu.” “Sorry Bro, sorry, aku cuma kaget dan beneran ga nyangka kalo kalian bakal putus. Karena menurutku kemesraan kalian itu unik dan ga pasaran kaya mustahil aja kalian bakal putus,” pendapat Oman. “Ga pake basa basi deh, bantuin dong,” seru Reno membuat Oman langsung mengangguk. “Iya paham, tunggu sebentar ya nanti ku carikan, in detail buatmu,” janji Oman. “Ini baru temenku, thanks ya,” kata Reno langsung mengakhiri panggilan tanpa menunggu balasan lagi dari Oman. Reno langsung memasang wajah lebih ceria dibanding pertama kali datang ke kantor. Loka yang melihatnya hanya menggeleng tak percaya dengan bosnya yang ababil sekali. “Jadi urusan jadwal yang aku minta untuk reschedule mana?” mendadak Reno menagih soal kerjaan Loka yang belum selesai. Loka langsung kelabakan mengetahui itu dan dia mencari rangkuman kertas yang sudah dia coret-coret untuk jadwal baru Reno. “Ini masih draft Bos, nanti saya buatkan lagi yang rapi,” ucap Loka menyodorkan kertas yang dia coret-coret. Reno memperhatikan coretan kertas itu dan dia melihat tidak ada hal yang penting dalam jadwal itu. “Oke, aku ga masalah sama jadwal ini yang peenting jadi padat dan aku tak punya waktu lagi buat bersantai,” ucap Reno tegas. Loka mengangguk dan menerima kertas itu dan segera dia keluar dari sana untuk merapikan jadwal bosnya itu. Meskipun sulit tapi akhirnya Reno berusaha sekali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Sesekali dia melirik ponselnya berharap masih ada tanda-tanda dari Gladis, tapi sayangnya nihil. Kesal dengan semuanya akhirnya dia memutuskan untuk pergi keluar ruangannya dan berjalan ke pantry.  Loka yang melihat kepergian bosnya tak bisa berdiam diri dan menghalangi jalannya. “Bos mau kemana?” tanya Loka bingung. “Ke pantry, ga usah ikut, beresin dulu jadwalku baru boleh ke sana,” sahut Reno tegas. “Saya ambilkan minuman aja kalau Bos haus,” balas Loka tapi Reno menggeleng, “Ini kan kantorku ngapa aku ga boleh jalan-jalan ke pantry,” ucap Reno sinis. Akhirnya mau tak mau Loka memberikan jalan kepada Reno karena yang dia bilang memang benar adanya dan dia juga tidak berhak melarang bosnya untuk pergi kemanapun dia mau. Reno melanjutkan langkahnya ke pantry dan ketika dia tiba di pantry, semua karyawan yang melihatnya langsung kaget dan bersiap untuk keluar. “Tidak usah sungkan lanjutkan saja pekerjaan kalian, aku hanya ingin mencari hiburan di sini,” ucap Reno santai tapi tetap saja membuat yang lainnya kikuk. Loka yang sudah beres dengan pekerjaannya akhirnya menyusul kepergian Reno ke pantry dengan membawa komputer tablet yang sudah dia buatkan jadwal barunya. “Oke berarti besok jadwalku ketemu sama investor baru untuk perusahaan yang ada di Jakarta, tapi karena kebetulan dia di sini jadi ketemunya di sini aja,” ucap Reno memastikan. Loka mengangguk yakin dan Reno bangkit dari duduknya yang sebenarnya dia tidak melakukan apapun di pantry. Dia berjalan keluar dari sana dan Loka mengikutinya sampai tiba di ruangannya. “Ada dokumen yan urgent ga? Kalo ga ada aku mau pulang dulu,” ucap Reno dan Loka melihat tumpukan berkas di meja Reno lalu menggeleng. “Semua normal priority Bos, mari saya antar Bos kalau mau pulang,” ajak Loka tapi Reno malah memandang sengit. “Kamu pikir aku anak SD yang pulang mesti diantar, ga perlu, aku bisa pulang sendiri,” kata Reno sinis dan bersiap keluar ruangan. Tapi tak lama dia menoleh dan menatap asistennya itu. “Hapemu standby ya, kali aja aku nelpon,” ucapnya dan berlalu dari sana tanpa menunggu balasan dari Loka lagi. Loka yang mengetahui hal itu langsung menggeleng pelan, “Untung aja Bosku, coba kalo temen udah aku sikat pake sikat kawat tuh biar licin itu pikiran dan tingkah laku,” keluh Loka sambil membereskan semuanya. Tak sampai tiga puluh menit Reno sudah sampai di penthouse miliknya, dia menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tengahnya. Dia masih merasa ini semua yang dia alami adalah mimpi dan berharap dia akan segera bangun. Dia memejamkan mata dan bergumam pelan. “Gladis, tolong kembalilah, aku merindukanmu.” *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD