P.36 Risking Feelings

1151 Words
Chrys yang mendengar ucapan Gladis bingung harus bahagia atau sedih. Di satu sisi mungkin inilah kesempatan untuknya bisa dekat dengan Reno, tapi dia juga tidak mungkin bahagia jika Reno pada akhirnya akan sedih mendengar kabar ini. Gladis yang melenggang pergi dari sana hanya bisa dipandangi Chrys dengan tatapan tak mengerti. Apa semudah itu melupakan orang yang sudah lama dicintai. Tak lama setelahnya Gladis menelpon seseorang dan terdengar panggilannya tersambung. “Apa terjadi sesuatu kepadanya setelah malam itu?” tanya Gladis. “Dia terlihat penasaran dengan sosok yang bersamanya semalaman, tapi karena yang ada dalam pikirannya hanya kamu jadi sepertinya dia tidak terlalu memikirkannya ditambah lagi dia ada kontrak yang memang harus dia selesaikan jadi fokusnya mulai terbagi.” Gladis tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh ‘teman’ yang membantunya. “Terima kasih sudah mau menjaga Reno untukku, tapi kamu tetap perlu berhati-hati dengan Chrys sepertinya dia akan mengeluarkan tabiat aslinya setelah ini,” pesan Gladis dan dia langsung mengakhiri panggilannya tanpa menunggu balasan dari temannya itu. “Senang mellihatmu lagi Liebe,” bisik Liam yang membuat Gladis langsung kaget. “Astaga bisakah kamu datang dengan bersuara,” ketus Gladis. Liam yang mendengar nada jutek wanita yang mulai mencuri hatinya itu bukannya merasa marah atau kesal tapi dia malah tertawa. “Jika aku datang dengan bersuara kamu pasti akan pergi lagi dariku,” ucap Liam santai dan Gladis mendengkus kesal. “Memang,” jawab Gladis singkat dan bersiap pergi. Liam yang melihatnya langsung mencekal lengan Gladis. “Aku perlu bicara sama kamu,” ucap Liam yang mendadak pandangannya jadi serius membuat Gladis diam dan menampilkan ekspresi datar. “Soal?” balas Gladis. “Kita,” singkat Liam membuat Gladis terpaku. Liam menyelami pandangan mata Gladis, entah apa yang dipikirkan oleh wanita itu, tapi kali ini dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Setidaknya dia akan mencobanya walaupun sekali. Gladis menghempaskan tangan Liam dengan sekali hentakan. “Kita? Apa yang perlu dibicarakan, aku rasa tak ada hal penting yang perlu kita bicarakan,” tegas Gladis yang sudah bersiap akan berlalu dari hadapan Liam. “Lalu kenapa kamu tak menolak semua yang aku lakukan kepadamu waktu itu,” seru Liam membuat Gladis menghentikan langkahnya. “Bahkan terkesan kamu menerimanya begitu saja,” lanjut Liam tanpa merasa bersalah. Gladis langsung memutar kembali memorinya yang memang secara sengaja tak menolak apa yang Liam lakukan kepadanya waktu itu karena dia menyadari ada Reno di sana dan benar saja kejadian itu sukses membuat Reno meninggalkan dirinya dengan sempurna. “Apa yang kamu inginkan?” ucap Gladis sambil berbalik dan menatap Liam tajam. Liam yang mendengar pertanyaan Gladis tak bisa menahan diri untuk terkekeh. “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu Liebe,” ucap Liam. Gladis yang telinganya gatal sedari tadi Liam memanggilnya Liebe membuatnya kesal luar biasa. Karena dalam bahasa Jerman Liebe artinya sayang atau kekasih dan entah kenapa dia bukannya tersipu tapi merasa kesal dan jengkel dengan panggilan itu. “I am not your Liebe, aku bukan kekasihmu jadi jangan panggil aku Liebe!” ketus Gladis dan Liam langsung mendekat. “Karena bagiku kamu itu kekasihku,” sahut Liam enteng sambil mengedipkan sebelah matanya. Gladis yang tak mau kalah pun memutar bola matanya membuat Liam gemas dan ingin sekali mencium wanita di hadapannya ini. “Sadar ga sih kalau aku aja ga tahu namamu dan aku yakin kamu juga ga tahu namaku tapi kenapa kamu begitu antusias untuk menjadi kekasihku. Apa kamu sudah mulai hilang akal?” seru Gladis. Liam mengangguk paham, “Mungkin kamu benar jika aku sudah hilang akal dan aku rasa itu karenamu Gladis Batari Sasmita,” balas Liam dengan mengembangkan senyumnya yang menurut Gladiss itu bukan senyum tapi lebih ke ekspresi menghina. “Senang jika akhirnya kamu mengetahui namaku, tapi sayangnya aku tak tertarik untuk mengetahui namamu atau mengenalmu aku juga tidak tertarik sama sekali,” ucap Gladis. Liam mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Gladis, bukan dia tak mengerti tentang apa yang dia ucapkan oleh wanita itu. Tapi kenapa dia mengatakan hal seperti itu seakan mereka tak saling mengenal. “Jika memang seperti itu bisakah kamu jelaskan kenapa pada waktu itu kamu terlihat ramah atau mungkin bahasanya menerima dengan baik?” tanya Liam penasaran. Gladis memandang Liam yang tampak penasaran dan sedikit tak senang dengan apa yang dia katakan. Tapi bukan Gladis namanya jika dia peduli dengan semua itu. “Hanya memanfaatkan keadaan, entahlah aku tak tahu apa istilah tepatnya,” ucap Gladis santai dan nampak Liam terdiam dengan pernyataan itu. “Benarkah?” balas Liam sendu. Gladis menelan ludahnya pelan, mendadak dia merasa bersalah karena terlalu jujur dengan lelaki yang ada di hadapannya ini. Gladis memandang pria ini lekat, sebenarnya tidak ada yang buruk dengan lelaki di hadapannya bahkan jika dia wanita normal seharusnya dia akan jatuh cinta dengan lelaki ini. Tubuhnya tegap, kekar, kulitnya agak kuning kecoklatan tak seperti orang Eropa yang terlihat putih kemerahan. Rambut agak coklat senada dengan iris matanya. Senyum yang tentu saja menawan dan raut wajah yang terlihat sabar dan pria baik-baik. “I-iya begitulah kenyataannya,” jawab Gladis terbata. Liam menggelengkan kepalanya pelan dan akhirnya di mengembangkan senyumnya yang menurut Gladis ini senyum manis yang lelaki ini berikan. Sepersekian detik wanita ini merasa bersalah kepada lelaki baik di hadapannya ini. “Jika seperti itu maka seharusnya aku mendapatkan imbalan bukan?” ucapnya pelan. Gladis langsung mengerutkan dahinya bingung. “Imbalan? Seperti apa? Uang?” tanya Gladis tak mengerti dan Liam menggeleng. “Biarkan aku dekat denganmu dalam waktu tiga bulan, jika aku tak berhasil membuatmu bergantung padaku, maka aku akan pergi dari hidupmu,” ujar Liam. Gladis tak tahan untuk tertawa mendengar ucapan Liam. Dan lelaki itu tidak bereaksi hanya membiarkan Gladis tertawa atas apa yang dia ucapkan. Saat Gladis melihat reaksi Liam yang serius membuat Gladis perlahan menghentikan tawanya. “Kenapa aku harus melakukan hal itu? Apa itu yang kamu sebut imbalan?” sindir Gladis dan Liam masih menampakkan ekspresi datar. “Aku sudah menolongmu waktu itu, meskipun aku tak tahu apa yang kamu manfaatkan dari kejadian itu dan kenapa kamu melakukan hal itu,” jeda Liam dan Gladis masih mendengarkan dengan seksama. “Tapi yang aku tahu, jika ada seseorang yang sudah menolongmu sudah sewajarnya kamu berterima kasih. Dan caraku untuk memintamu berterima kasih adalah dengan mengikuti apa yang aku minta bukan?” jelas Liam. “Itu bukan permintaan tapi lebih seperti taruhan, kamu pikir aku bisa jadi barang taruhanmu,” ketus Gladis. Liam masih santai dan dia menggeleng pelan. “Ini bukan taruhan, aku hanya menawarkan diri, karena aku tahu jika aku memintamu secara terang-terangan kamu tidak akan menerimanya,” gantung Liam. “Sekaligus waktu yang aku minta padamu itu sebenarnya taruhan untuk diriku sendiri. Apakah aku hanya mengagumimu, memujamu, mencintaimu, atau mungkin menginginkanmu dalam hidupku.” ***** Berani juga ya si Liam ini, hehehe.. Ada yang masih bingung alur ceritanya sampai sini? Penasaran atau malah biasa saja? Ditunggu komentar kalian ya, demi kelancaran hubungan Reno dan Gladis. hhehee 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD