Reno dan Yaseer saling pandang bingung, keduannya awalnya hanya melirik keributan yang terjadi dan tak ingin ikut campur sampai pada akhirnya yang membuat mereka memandang bingung adalah mereka mendengar orang yang membuat keributan itu bicara dalam bahasa Indonesia.
“Geser sana yuk,” jiwa kepo Reno mulai beraksi. Yaseer menggeleng, “Udah biarin aja sih, mungkin urusannya rumit,” Yaseer meneolak karena dia paham kekepoan Reno pasti tidak akan berujung dengan geser meja.
“Aduh, terlanjut kepo nih, jiwa Indonesia aku muncul kalau urusan begini, selalu pengen tahu dan ikut campur urusan orang, minimal kita jadi penonton lah, kalo ada apa-apa buat saksi mata,” Reno memperjelas tabiatnya.
Yaseer berdecak kesal, “Dimana-mana kalau jadi saksi mata ga ada yang mau, nah, ini kamu malah menawarkan diri, harus aku akui kamu Indonesia banget,” ledek Yaseer.
Reno langsung berdiri sambil membawa makanan dan minumannya untuk pindah ke meja dekat dengan mereka yang sedang ribut. Yaseer yang ingin mencegah sudah terlambat dan Reno sudah meluncur ke meja tepat di samping orang yang bikin ribut.
“Udah sih, jangan rame di sini, malu tahu,” keluh lelaki yang satunya berambut cepak dan sedang duduk santai. Sedangkan yang satunya lagi terlihat sekali tegang dan kesal dengan apa yang dikatakan lelaki itu.
“Kamu itu memang bener-bener ya, kamu pikir aku jauh-jauh ke Jerman buat apa? Aku tahu kamu cuma mau melarikan diri dari apa yang sudah direncanakan Mom and Dad, tapi please dunk jangan kaya anak kecil gini,” keluh lelaki yang menurut Reno dia terlihat lebih tua mungkin kakak dari lelaki yang terlihat santai itu.
“Dibilangin jangan ikut campur malah pasang telinga,” colek Yaseer membuat Reno menempelkan jarinya di mulut untuk diam.
Yaseer akhirnya hanya bisa menurut dan ikut duduk di sana. Dan ketika dia hendak bertanya kepada Reno apa yang dia dengar, ternyata dia sudah mendengar sendiri dan sempat membuatnya iba.
“Maksudmu menuruti rencana mereka untuk melakukan pengobatan yang ujung-ujungnya aku bakal mati juga. Mendingan aku jalan-jalan ke sana kemari dengan waktu yang singkat ini kan? Daripada harus diam di rumah sakit,” kesal lelaki muda itu.
Lelaki tua itu bungkam mendengar ucapan lelaki muda itu dan dia hanya bisa menyandarkan tubuhnya di kursi sambil menghela napas lelah. Kini Reno dan Yaseer saling pandang mengenai hal ini.
“Setidaknya biarkan aku untuk ketemu dan kenal dengan seorang wanita yang ingin aku temui dan ingin aku cintai terlebih dulu,” ungkap lelaki muda itu yang membuat pria di hadapannya tersedak.
“Jangan ngaco kamu, sejak kapan kamu mulai memikirkan soal cinta-cintaan, gimana kalau kalian saling mencintai dan pada akhirnya,“ kata-kata pria itu tidak dilanjutkan karena dia memang tak bisa melanjutkan hal itu.
“Aku tahu misalkan aku mati setidaknya aku tidak mati menyesal karena mencintainya, lagipula aku juga ga yakin dia mencintaiku seperti diriku yang mulai mencintainya,” kata lelaki itu sambil tersenyum.
Reno mulai mengambil pelajaran dari cerita kedua saudara itu. Dia meras beruntung masih bisa punya kesehatan, kekayaan dan kemampuan untuk mencari cintanya yang mungkin saja masih mencintainya.
Tapi lelaki di hadapannya ini belum tentu mendapatkan hal seperti dirinya, dia sepertinya menderita sakit parah dan umurnya tak lama lagi, tapi masih berharap bisa mencintai seseorang yang entah mencintainya atau tidak.
“Siapa dia?” tanya lelaki yang lebih tua. Tapi lelaki muda itu menggeleng, “Aku tak tahu namanya, tapi dia tetangga di apartment yang sama dan kami kuliah di kampus yang sama, lebih tepatnya aku yang akhirnya memaksakan kuliah di sana,” kekeh lelaki muda itu.
“Aku rasa kamu sudah gila,” balas lelaki satunya tapi dia tak bisa membendung air matanya yang hendak keluar. Karena baru kali ini dia melihat adiknya bisa tersenyum dengan bahagia karena mengenal seorang wanita yang dulu selalu dihindarinya.
“Kau memang benar Kak, dan cinta itu datang tanpa diduga. Dia orang Indonesia, aku ketemu dia di pesawat beberapa hari lalu pas aku mau ke sini,” dia menjeda ucapannya. “Tapi sepertinya dia melarikan diri kemari karena terluka dan ingin melupakan seseorang,” kata pria muda.
Kakaknya yang penasaran dengan cerita itu jadi memajukan duduknya dan sedikit mendekat. “Darimana kamu tahu semua itu?” tanya kakaknya.
“Dia menitikkan air mata hampir 28 jam perjalanan yang kita tempuh dari Indonesia ke Jerman dan entah kenapa melihatnya seperti itu membuatku sakit,” kata lelaki itu penuh kesenduan.
“Karena itu aku mau dekat dengannya dan menghilangkan air mata itu dari hidupnya, jika perlu aku akan memberikan hidupku untuk bisa melihatnya tertawa selalu,” janji pria itu dengan binar mata bahagia membuat kakaknya diam beberapa saat.
Plaaak!!
Kakaknya berdiri dan tindakannya itu tak disangka oleh lelaki muda itu termasuk Reno dan Yaseer yang mendengar mereka. Reno langsung sigap berdiri dan memegangi kakak dari lelaki muda.
“Wwowooo,, sabar Bro, jangan main hakim sendiri gini di sini,” ucap Reno dengan bahasa Indonesia membuat kedua saudara itu kaget. Tapi tak lama kakaknya sadar dan mengatakan perkataan yang menohok.
“Ga usah ikut campur urusan kita Bro, aku Cuma mau menyadarkan adikku yang i***t ini karena sudah salah jalan,” kata kakaknya ketus.
“Mencintai seseorang itu bukan salah jalan Bro, dia cuma mau merasakan indahnya anugerah yang Tuhan berikan,” kata Reno sok bijak yang malah mendapat gelengan dari Yaseer.
Kakaknnya langsung terkekeh, “Tajam juga ya telingamu sampai dengar semuanya dengan jelas, terus sekarang berlagak mau menggurui kita gitu,” sindir kakaknya.
“Kak, udah sih, aku setuju kok sama yang dia omongin, lagipula kamu ga perlu nampar aku kalo cuma mau menyadarkan apa yang aku lakukan,” lelaki itu menggeser garpu yang ada di meja ke arah kakaknya.
“Tusuk saja sekarang, ga usah besar-besar, kecil juga ga masalah paling aku ada di rumah sakit seminggu kan,” sindir lelaki muda itu sambil menyodorkan tangannya.
Reno yang melihatnya tak mengerti sebenarnya sakit apa yang lelaki ini derita cuma gegara garpu bisa masuk rumah sakit.
Kakaknya langsung merangkul adiknya dan lelaki itu membalas pelukan kakaknya. Kedua berpelukan seakan besok tak aka nada waktu lagi untuk bertemu.
Dering ponsel kakaknya menjeda kegiatan mereka. Setelah bicara beberapa menit akhirnya kakaknya memutuskan untuk pamit. Kini tinggallah mereka bertiga dan lagi-lagi jiwa kepo Reno beraksi.
“Jadi sebenarnya apa yang terjadi denganmu?” tanya Reno tanpa basa basi membuat Yaseer menggeleng tak percaya.
“Sorry Bro, ini temenku yang satu ini Indonesia banget dengan jiwa kepo yang meronta-ronta, apalagi kalau urusan cinta,” Yaseer meledek Reno dengan bahasa yang berlebihan.
Lelaki itu langsung tertawa mendengarnya dan mengangguk paham. “Semua hal pasti akan terasa berbeda saat kita jatuh cinta Bro, kalau temenmu jadi orang lain bahkan melebihi batas kemampuan yang dia miliki tapi ke arah yang lebih baik itu artinya dia memang sedang jatuh cinta,” ucap lelaki itu.
Keduanya langsung diam.
Reno mencerna ucapan pria itu dan dia menyadari sesuatu kali ini, apa dia berubah jadi baik atau malah jadi buruk selama ini dan sekarang?
“Sorry, ada yang harus kerjakan, senang bertemu kalian,” ucap lelaki itu dan dia berdiri. Reno langsung ingat jika dia belum tahu namanya.
“Ehh,,tunggu Bro, nama kamu dan alamat dimana?” tanya Reno singkat yang membuat lelaki itu menghentikan langkahnya.
“Yang tadi kakakku Leon Arkanta,” jawab pria itu membuat Reno langsung mengangkat senyumnya. “Aku tanya kamu bukan kakakmu apalagi marga keluargamu yang punya pabrik garment,” sindir Reno.
Lelaki itu langsung membulatkan matanya. “Sepertinya kamu bukan orang biasa sampai tahu keluargaku hanya dari namanya aja,” ledek lelaki itu.
“Namaku Reno Abrisam, dan kamu,” Reno berdiri dan menyodorkan tangannya pria muda menyambutnya dan mengucapkan namanya, “Liam Arkanta.”
*****
Paham sekarang??
Hahahaha..
Cuss, abis ini baru kasih drama yang akhirnya bikin Reno putus asa dan menyerah sama Gladis.
Penasaran kan?
Tunggu aja,, hehhehe