When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Apa syaratnya, Sa?” tanya Dewa dengan tak sabar. Mereka harus menjenguk Liana setelah ini. Sebisa mungkin berharap masalah cepat selesai malam ini, supaya tidak ada kekhawatiran dari ibunya tersebut. Larisa masih berpikir keras, memilih apa saja syarat yang dia ajukan. Dia juga tidak ingin memberatkan Liana, tetapi juga membuatnya kapok untuk mengulangi. “Sa, kita nunggu lho. Kami juga harus ketemu Liana,” Dewa kembali berkata, menekan gadis keriting itu untuk segera bicara. Larisa menghela nafasnya. Kesal dengan sikap tak sabaran atasannya itu. Begini kog dulu aku sampai bucin sama dia, gerutunya dalam hati. Heri dan Rika pun tampak kesal terhadap laki-laki itu. “Saya tulis saja,” putus Larisa, beranjak ke laci di bawah televisi, mengeluarkan sebuah block notes lalu asyik menuli