When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Kenapa, Wa?” tanya Arya waspada seraya melirik Liana yang juga terpaku menatap Dewa. “Sebentar, Pak,” jawab Dewa kemudian meneruskan sambungan teleponnya dengan Farid. “Om, ibunya Liana ke rumah sakit untuk apa?” tanya Dewa, kembali ke sambungan teleponnya dengan Farid. Katanya bawain Liana baju. Ini ada apa sih, Wa? Farid belum mengerti apa yang terjadi, sehingga kebingungan dengan kedatangan ibunya sahabat putrinya tersebut. Dewa menghela nafas. Dia sadar kalau lupa untuk menghubungi ibunya Liana lagi. “Sebentar, Om. Tolong teleponnya jangan ditutup dulu dan jangan nyalakan speaker,” kata Dewa meminta ijin. Laki-laki itu kemudian berbicara kepada orang-orang yang di depannya sambil membiarkan speaker ponselnya tetap aktif. “Ibunya Liana ada di rumah sakit,” beritahu Dewa. Arya