“Ada surat untukmu.” Sakhi mengambil amplop cokelat dari tangan ibunya. Dia langsung melihat blangko amplop dengan tulisan pengadilan agama. Rasa penasaran menuntun Sakhi untuk segera membukanya, dan seketika kedua matanya membelalak saat membaca dengan saksama—surat pemanggilan sidang pertama gugatan cerai atas nama Sakhi Askana dengan Naomi Maylafaisha. Tiba-tiba telinganya menjadi memerah, tangannya meremas surat yang ada di tangannya. “Kurang ajar!” “Naomi menceraikanmu?” tanya Bu Rosa. Sebenarnya dia sudah menebaknya hanya dari blangko amplop saja. “Iya.” Sakhi menjawab dengan suara berat. Tidak pernah membayangkan bahwa niat cerai yang datang dari Naomi menjadi kenyataan. Segala macam ancamannya seakan tidak pernah dianggap serius oleh Naomi. “Apa kata Ibu, seharusnya kamu tida