Siapa Dia?

1244 Words
“Kamu mau ke mana?” tanya Bu Rosa melihat Naomi sudah rapi dengan pakaian syar’i lengkap dengan tas di tangannya yang berisi mukenah, dompet dan ponsel. “Ke pengajian,” jawab Naomi, singkat. Sejak masalah kemarin dia sudah tidak bisa bersikap ramah lagi. Ada luka yang belum kering, sehingga dia lebih banyak diam dan menjawab seperlunya saja. “Pergilah! Semoga setelah pulang dari sana kamu tambah soleha.” Naomi mengangguk pelan seraya melangkah pergi. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat mendengar makian dari mertuanya. “Sudah tidak punya adab lagi kah, sampai-sampai lupa berpamitan sama Ibu mertuanya sendiri?” Naomi berbalik arah, dengan setengah hati dia mencium punggung tangan ibu mertuanya lalu mengucap salam. Semuanya terasa hambar. Iya, gara-gara nila setitik, rusak s**u sebelanga. 3 tahun yang lalu dia memutuskan masuk islam setelah diajak Sakhi untuk berumahtangga. Semula baik-baik saja karena Sakhi tidak pernah melontarkan kata kasar padanya, apalagi main tangan, hanya saja Sakhi tidak pernah mengajarkan apa itu islam secara utuh pada Naomi, sehingga Naomi berusaha mencari tahu sendiri dan memutuskan untuk memakai hijab saat pernikahannya masuk ke tahun ke-2. Namun, seiring dengan waktu, ketidakhadiran anak membuat pandangan yang semula positif menjadi negatif. Sakhi memang tidak mempermasalahkan, tapi ibunya justru mendesak, seakan memberikan cucu kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Naomi selalu mencoba mengingat semua kebaikan sang suami untuk menutupi perselingkuhan yang telah terjadi meskipun sakit sekali, tapi permintaan poligami membuat harapannya untuk berbaikan dengan Sakhi buyar. Bahkan, kecupan sebelum berangkat kerja saja terasa begitu menjijikkan. Naomi ingin menyudahi semua ini dan mulai menata hatinya kembali. Tapi dia kehilangan arah—ucapan suami dan mertuanya masih terngiang di kepalanya. Hingga pada hari ini Tuhan seakan memberikan kesempatan padanya untuk bertanya pada orang ahli akan kegundahannya. “Pak Ustadz, saya ingin bertanya, bagaimana caranya agar saya kuat di saat saya sudah tidak sanggup lagi berdiri? Saya lelah dengan pernikahan ini, suami saya kedapatan berzina dengan teman saya sendiri, ibu mertua saya mendukung dan malah menyalahkan saya karena tidak bisa mengurus suami dan belum bisa memberikan anak. Saya dikucilkan, dianggap mandul dan sekarang tanpa sepatah kata pun, mereka mendesak saya untuk menandatangani surat persetujuan poligami … saya tidak sanggup, saya sudah meminta untuk diceraikan, tapi … tapi mereka mengatakan Allah akan mengutuk saya. Mohon pencerahannya Pak Ustadz. Saya miskin ilmu karena saya seorang muallaf.” Dengan suara bergetar, Naomi bertanya di depan semua jamaah pengajian. Air mata tidak dapat dibendung lagi. Jatuh bercucuran membasahi pipi putihnya. Dada terasa berat, bagaikan ada batu besar yang terus menghimpit dirinya, karena hati dan pikirannya masih tertuju pada pengkhianatan sang suami dengan temannya sendiri. Miris, inilah ujian yang teramat pahit yang dialami Naomi. Dalam mata yang masih mengeluarkan air mata, Naomi dipeluk oleh teman sepengajian, telinga tetap fokus mendengar jawaban dari Pak Ustadz dalam pengajian bulanan yang sering dihadiri oleh Naomi. Tidak hanya Naomi yang bersedih, bahkan seluruh para jamaah yang hadir di masjid juga ikut terenyuh mendengar nasib seorang perempuan yang baru mengenal Tuhan-nya. Badai rumahtangga begitu hebat menghantam dirinya sampai membuat senyuman yang biasa terukir di bibir merah muda itu sirna. “Mbak Naomi, cara untuk menjadi kuat dengan cara ingat kepada Allah. Kita perlu mengetahui bahwa Allah tidak menyukai perceraian, tapi Allah juga membenarkan perceraian dan turut mengajarkan tata caranya. Perceraian seperti apa yang tidak disukai Allah? Perceraian tanpa sebab yang syar’i. Bukan hanya tidak disukai, juga dapat mengguncang arasy. Tapi perceraian dengan sebab syar’I seperti salah satu dari pasangan suami istri berzina, KDRT, islam membenarkan perceraian tersebut, bahkan Allah juga menurunkan ayat khusus yang membahas talaq, Al-baqarah ayat 226-227 dan surat at-Talaq, khususnya pada ayat 1, 2, 4, 6 dan 7. Silahkan dibuka Alqur’an-nya! … Tujuan hidup hanya untuk beribadah kepada Allah, jangan biarkan ada sesuatu yang menghalanginya! Kita berhak bahagia, jika memang tidak sanggup bersabar, keluarlah dan pilih jalan yang lain untuk lebih dekat dengan Allah!” Jawaban yang luar biasa bagi Naomi sampai tanpa sadar hatinya mulai damai, bibir tersenyum dan mengangguk kepala, meskipun air mata terus mengalir di pipinya. Begitu pengajian selesai, dia langsung pergi bertemu dengan pengacaranya di sebuah restoran untuk membahas niat yang semula ragu, kini sudah menatap untuk diutarakan. “Om, bantu Nao untuk bercerai dengan mas Sakhi!” “Bisa dijelaskan alasan perceraiannya apa?” tanya Sang pengacara menatap manik mata Nao yang masih basah. Bahkan hidung juga merah, terlihat bahwa perempuan memakai kerudung biru itu baru saja menangis. “Mas Sakhi selingkuh, Om … dia selingkuh dengan Dea.” Naomi menundukkan wajahnya, membiarkan air mata kembali berjatuhan membasahi gamisnya. Setiap mengingat perselingkuhan suaminya dengan sahabatnya, lagi-lagi membuat hatinya tercabik-cabik. Mulut bisa saja mengatakan kuat, tapi tidak dengan hati. “Kamu tenang! Jangan menangis! Om akan membantumu sampai pisah dengan Sakhi. Kamu harus kuat! Kumpulkan semua bukti perselingkuhannya, kirim sama Om! Biar Om yang akan proses.” Alex Hutapea mengusap pundak putri dari mending sahabatnya. “Terima kasih, Om.” Naomi berusaha untuk tersenyum meskipun sulit. Dia mengusap air matanya kemudian berpamitan pada Alex Hutapea untuk pulang. Setiap ayunan langkah terasa berat. Rumah yang ingin dituju bagaikan neraka baginya. Andai saja dia mendengar ucapan Ayu, mungkin dia tidak akan jatuh sampai sedalam ini. Namun rasa penyesalan selalu datang terlambat. “Pak, ke taman!” kata Naomi pada sopir taksi. Padahal di depannya sudah terlihat rumahnya, tapi dia memilih untuk menyendiri di taman. Menghirup udara segar seraya menatap alam. Naomi tidak tahu pada siapa mencurahkan hatinya selain pada Tuhan, di setiap sujudnya dan kepada ustadz untuk bertanya akan keragu-raguan dalam hatinya. Dan kini, di taman dia mencurahkan isi hatinya di sosial media dalam bentuk syair sembilu. Sebait demi bait, Naomi menulis di sosial media, tanpa memberi clue ke mana syair itu akan dituju. Dia terus saja fokus dengan ponselnya, beberapa kali dia terlihat mengusap pipi menahan betapa bernanahnya hati yang tak dapat dilihat, sampai-sampai dia tidak sadar bahwa awan gelap sudah menyelimuti langit Jakarta. “Hujan.” Naomi tersenyum tipis menengadah wajah ke langit. Membiarkan rintik hujan berjatuhan ke wajahnya, baru setelah itu dia bangun dan melangkah pergi. Tidak peduli hujan semakin lama semakin deras, Naomi sama sekali tidak mencoba berlari, maupun memesan taksi online. Saat ini Naomi hanya butuh menyendiri, berbasah-basahan dengan air hujan, agar tangisannya tidak dilihat orang lain, dan raungannya tidak di dengar orang lain. “Allah, kenapa ujianku seberat ini?” teriak Naomi di tengah guyuran hujan. Pikirannya penuh dengan kenyataan suaminya yang berselingkuh dan bayang-bayang poligami. Kaki Naomi menjadi lemas hingga dia terjatuh di pinggir jalan dan terus menjerit memegang dadanya. Tanpa disadari, tingkah Naomi menarik perhatian seorang pria yang mengendarai mobil mewah. Rasa simpati dan penasaran membuat dia meminggirkan mobilnya, lalu keluar dengan membawa sebuah payung. “Ibu, tidak apa-apa?” Naomi tersadar, dia mendongak—tatapannya tertuju pada seorang pria tampan, berkacamata bening. “Ibu, tidak apa-apa?” Naomi mengusap pipinya seraya menggeleng kecil. Perlahan dia berusaha menegakkan tubuhnya, tapi kakinya terasa kram hingga dia oleng, hampir terjatuh, spontan pria itu menolongnya. “Hati-hati!” “Terima kasih. Saya tidak apa-apa.” “Apa kaki Ibu kram?” Noami mengangguk kecil. “Bisa jadi karena aliran darah yang kurang lancar karena kelamaan bersimpuh. Mari saya antar ….” Pria itu melihat ke segala arah, tidak ada satupun kendaraan, selain mobil dirinya. “Mau saya antar pulang?” “Tidak. Terima kasih.” Tolak Naomi dengan sangat lembut. “Baiklah. Pegang payung ini!” Pria itu menyerahkan dengan paksa payungnya pada Naomi lalu berlari ke arah mobilnya. Lantas Naomi menganga dengan tingkah orang yang tidak dikenalnya. “Siapa pria itu? Kenapa dia memberiku payung?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD