Aku sudah lemas saat mobil suamiku tiba di rumah. Dari arah gerbang, atap rumah dan balkon kamar tidurku terlihat megah. Saat memasuki halaman taman cantik menyambut, air mancur berundak dan kolam ikan favoritku sudah ada di sana tempat aku biasa bersantai di sore hari dan bercanda dengan suamiku.
Ah, bisa-bisanya aku tertipu oleh sandiwara dan permainannya.
Aku turun dari mobil dengan lunglai menutup pintu mobilnya dengan kasar kemudian masuk ke pintu utama sambil menghentakkan kakiku. Kulepaskan sepatu hak tinggi dengan acak lalu kutinggalkan foyer utama langsung berlari ke arah kamar tidur.
"Hei, kau kenapa? Sepatumu tidak biasanya Kau letakkan dengan berantakan tanya suamiku sambil memunguti benda itu lalu memasukkannya ke dalam rak."
"Aku ingin ke kamar mandi," jawabku dari atas tangga.
Aku pergi ke kamar mandi menutup pintunya, lalu menangis di hadapan wastafel sambil menyalakan keran dengan tekanan tinggi, airnya deras sederas air mataku yang berderai di pipi.
Mendadak kepalaku pusing adegan panas antara suamiku dan arsiteknya yang bernama Niken membuatku pusing, tiba tiba aku mual, Aku berlari ke arah toilet dan memuntahkan isi perutku. Aku terkapar di samping closet sambil menangis, aku lunglai di lantai kamar mandi, hatiku gamang, sakit, tidak terima dan yang paling menyedihkan, aku dikhianati.
Kenapa aku dikhianati? Apa salahku, apa selama ini aku tidak membahagiakannya dan melayaninya dengan benar? Apa salahku. Apa aku tidak mendidik anak-anak dengan baik dan tidak memuliakan mertua? Tidak juga.
Ataukah Aku tidak pernah berhias untuk memanjakan tatapan matanya. Tidak juga! Aku selalu cantik dan wangi di hadapannya. Lalu apa salahku? Kenapa aku tidak menemukan di bagian mana kesalahanku Kenapa aku tidak mengerti jawaban Kenapa Suamiku berselingkuh. Haruskah aku bertanya langsung hingga terjadi konflik dan pertengkaran.
Apakah ada peselingkuh yang sukarela mengaku berselingkuh? Apa tujuan suamiku dengan tindakannya itu.
Tok tok...
Suara pintu kamar mandi membuyarkan diriku. Aku langsung bangkit dan mencuci muka di wastafel lalu melepaskan gaunku yang sudah kotor.
"Apa kau baik baik aja?"
"Kurasa aku masuk angin."
Aku keluar dari pintu kamar mandi dengan riasan wajah yang sudah berantakan maskara meleleh di mataku hingga membuat kantungnya jadi hitam seperti panda, lipstik blepotan di wajahku karena aku mencuci muka dengan acak.
"Ada apa kau nampak berantakan begini?" Tanyanya sambil membingkai wajahku dengan kedua telapak tangannya, dia nampak cemas.
"Hehe." Aku menyeringai dan tertawa sinis mengetahui bahwa ia hanya munafik di hadapanku. Bisa bisanya, seorang laki-laki yang sudah menghianati istrinya pura-pura baik dan khawatir padahal di belakang sana dia bermain dengan penuh kelicikan.
"Kenapa kau?" Tanyanya kembali sambil mengguncang bahuku.
"Aku baik baik saja, aku hanya perlu mengganti baju dan memakai selimut."
"Sudah pulang dari pesta kau jadi aneh."
"Aku hanya merasa tidak enak badan jawabku sambil segera berbaring di tempat tidur lalu menutupi tubuhku dengan selimut tebal. Lelaki itu berdiri beberapa detik sambil menatapku dengan heran lalu kemudian dia mendesahkan nafasnya dan menggelengkan kepala.
Dia beranjak ganti baju.
Masa ganti baju lelaki itu yang dibawa selimut terlalu berbaring di sisiku, tangannya yang kekar dan tidak pernah apa untuk merangkul diriku terasa begitu menyesakkan, pelukannya hari ini terasa menyesakkan, aku kepanasan, aku menepisnya.
"Minggir."
"Kau kenapa?"
"Aku ingin tidur dengan leluasa."
"Tapi kenapa kau?"
"maaf!"
Aku segera menghentikan protesnya dengan ucapan Maaf agar dia tidak perlu melanjutkannya dan berdebat denganku panjang lebar.
"Apa kau sudah mandi?"
Dia yang belum mandi dari aksinya yang menjijikkan membuatku tidak nyaman berada di sekitarnya.
"Mandi apa? ini sudah malam!"
" Kupikir kau harus mandi."
"Kenapa aku harus mandi!" Tanyanya dengan kesal. Sepertinya dia tidak menyadari kode yang kuberikan.
"Entahlah, agar aku tidak gerah."
"Aku baik baik saja, justru aku khawatir padamu yang tiba-tiba saja bersikap aneh setelah pulang dari pesta.Apa kau tidak salah minum minuman."
"Mungkin saja aku mabuk," jawabku enteng.
Lelaki itu langsung berbaring di sisiku lalu kemudian melanjutkan merangkul diri ini.
"Baiklah maafkan aku, aku tidak peka dengan dirimu yang sedang sakit malah sibuk berpesta dan berbahagia dengan teman-temanku. Kau juga... Kenapa kau tidak beritahu aku bahwa kau sakit jadi kita bisa pulang lebih cepat?" Ada suaranya berubah jadi lembut dia kembali memeluk dan membelai kepalaku.
"Aku tidak ingin mengganggu kebahagiaanmu."
"Kebahagiaanku ada padamu kalau kau menderita maka aku pun menderita."
Aku jijik mendengar rayuan yang terdengar seperti omong kosong. Sudah berapa tahun dia berbasa-basi seperti ini dan melontarkan omong kosong yang selalu jadi kepercayaan dan acuan hidupku. Aku selalu percaya bahwa dia mencintaiku tapi tak kusangka, dia menyingkap pakaian wanita lain dan b******a dengannya.