Aku terpaku di dinding melihat kejadian itu, dari balik pintu dan ditutupi oleh daun-daun pohon plastik, aku meneteskan air mata melihat kejadian yang seakan seperti mimpi di depan mata.
Apa yang kulihat sulit untukku cerna seketika, seakan tabir antara kenyataan dan alam ilusi menjadi kabur. Aku jadi sulit membedakan mana yang kenyataan dan mana yang hanya tipuan mata. Duniaku gelap, seakan aku diterpa gerhana matahari, seakan ada mendung kelabu yang benar-benar menutup cahaya dari hadapanku, meski ada kilat di depan mata tapi aku seakan buta.
Sulit untuk percaya setelah 20 tahun lelaki itu selalu ada bersamaku, jam tanganku dan tidak melewatkan waktu untuk merangkul serta memberikan ciuman hangat. Sulit untuk mengerti tiba-tiba dia punya sisi lain dalam dirinya dan berani melakukan perbuatan itu.
Kutinggalkan ruang itu dan membiarkan dia yang masih melanjutkan sesi memadu asmara dengan kekasih gelapnya. Ah, Tuhan, di bawah sana musik masih berdentum, riuh rendah dan samar-samar percakapan orang-orang membuat telingaku berdenging.
Aku syok, badanku gemetar, aku lemas, seakan sendi lututku tidak sanggup menopang berat badan ini. Aku membuka pintu sebuah ruangan yang gelap dengan meja panjang dan kursi kursi, mungkin itu ruang rapat.
Aku menutup pintu lalu kemudian bersandar di belakangnya dengan tangisan yang pecah, aku menangis, tersedu, tubuhku gemetar seluruhnya, tangisanku tersendat pilu, tidak percaya pada apa yang baru kulihat.
"Tidak Tuhan, tidak mungkin, apa benar itu suamiku? Apa aku tidak salah lihat!" Meski Aku berusaha menyangkal kenyataan tapi tetap saja aku masuk ke ruangan yang benar ruangan yang tertulis nama suamiku dan yang berdiri di sana adalah lelaki yang beberapa jam lalu kubantu untuk mengenakan dasi kupu-kupu.
Dia suamiku, jelas dia Mas Farid!
Lalu pertanyaan ya... Sejak kapan dia dekat dengan wanita itu, sudah berapa lama, butuh waktu berapa lama untuk bisa sedekat Itu dan memutuskan untuk berselingkuh. Apakah ini adalah sesi percintaan pertama mereka berdua.
Sekali lagi akal aku menyangkal pertanyaan di atas. Jika mereka berani b******a di waktu dan tempat yang random, aku rasa mereka sudah lama melakukan itu secara sembunyi-sembunyi. Mungkin euforia pesta hari ini membuat mereka begitu bahagia sehingga Adrenalin memuncak, mereka merayakannya berdua saja lalu kemudian dilanjutkan dengan ... Astaghfirullah kenapa mereka harus b******a di sini. Kenapa tidak pergi ke hotel saja atau diam-diam sehingga aku tidak perlu menyaksikannya.
Kenapa pada akhirnya, semuanya terungkap! Apa ini sudah waktunya untuk Tuhan memberitahuku yang sebenarnya. Apa ini sudah momen yang tepat untuk menyaksikan wajah asli suamiku dan perilaku dia yang sebenarnya. Lalu wanita itu ... Tidak tahukah dia Kalau suamiku sudah punya istri dan 3 orang anak yang kami cintai.
Mengapa mas Farid sama sekali tidak berpikir bagaimana perasaanku dan anak-anak Andai kami tahu perselingkuhan dan permainannya di belakang kami. Tega teganya dia....
Tangisanku makin tersendat saat aku ingat ekspresi suamiku yang terlihat begitu menikmati sesi percintaan mereka, kedua tangannya memegang pinggang wanita itu, gaunnya tersingkap, suamiku mewujudkan fantasi b******a yang tidak dia lakukan pada istrinya pada wanita itu. w***********g menjijikkan.
*
Di perjalanan pulang.
Aku terdiam, mulut dan bibirku seakan terkunci sementara di sisiku adalah lelaki munafik yang sedang mengemudi. Dia bernyanyi mengikuti alunan lagu yang diputar di mobil sambil bersiul-siul dengan bahagia. Terus aja dia bahagia dia berhasil membawa kesuksesan untuk kantornya serta Dia baru saja melepaskan hasratnya. Tentu saja, kepalanya terasa ringan dan hatinya berbunga-bunga.
Aku sendiri teringat pada tatapan dan senyuman wanita tadi, ya Tuhan, wanita itu tertawa melihat aku terbelalak menyaksikan perselingkuhannya. Menyaksikan perzinahan dan perbuatan mereka. Ya Allah, tambahkanlah kesabaran di dalam hatiku.
Aku menyandarkan kepalaku di kaca sementara lampu-lampu yang ada di gedung kota memantul di antara kaca jendela mobil. Hatiku sakit, air mataku menggenang di pelupuk mata dan aku nyari saja meneteskannya andai lelaki itu tidak segera menggenggam tanganku.
"Kau kenapa?"
"A-aku baik."
"Kenapa kau diam saja?"
"Aku Lelah."
"Di pesta tadi aku tidak menemukanmu, kau ke mana saja?"
"Membaur dengan orang orang."
"Apa kau menikmati pestanya?"
Aku terdiam dan langsung menatap matanya dengan tajam lelaki itu masih tersenyum tapi kemudian senyum itu lekang dari bibirnya.
"Kau sendiri... Apa kau menikmati pestanya!"
"Kau kenapa?"
"Aku tanya padamu, Apa kau menikmati pestanya?!"
"Eh, i-iya, tentu saja, aku bertemu orang-orang baru dan kolega."
"Apa kau senang?"
"Iya tentu, apa kau tidak senang?"
Aku tidak menjawabnya, hanya mengalihkan pandanganku ke sebelah kiri menatap pada gedung-gedung yang seakan berlari di belakangku. Aku tak kuasa membendung air mata lagi.