Penyesalan

1017 Words
Pagi hari yang cerah dengan sinar mentari yang menghangatkan dinginnya cuaca di malam hari. Hari senin,hari dimana semua orang sibuk untuk bangun lebih pagi dan tiba di kantor lebih awal agar bisa menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Usai sarapan dengan hasil karya ku sendiri, papa dan aku berangkat ke kantor. Setibanya di kantor, semua mata tertuju padaku. Banyak orang mengira kalau aku adalah kekasih baru dari seorang Jethro Leroy, seorang pensiunan tentara yang kini bekerja sebagai agen di pemerintah pusat khusus menangani masalah tentara. Dalam. Perjalanan menuju kantor, papa memintaku untuk bekerja di kantornya. "Blue… jika kau tak keberatan, aku ingin kau bekerja di kantor ku menangani kasus ini," pinta papa. "Kasus apa?" tanyaku "Kasus komplotan berubah, dan ini menyangkut paman David," jawabnya. "Bukankah paman Aaron juga turut menangani kasus ini juga, terus kenapa aku harus bekerjanya di kantor papa?" tanyaku heran. "Sebenarnya kasus di tangani oleh agen federal, dan papa meminta bantuan paman Aaron untuk ikut menyelesaikan masalah ini. Jadi maksud papa adalah, papa juga ingin mengenalkanmu kepada tim papa." "Palingan juga, nanti banyak orang yang akan mengira kalau aku adalah kekasih papa," balasku. "Memang benar, kau kekasih sejati papa sejak pertama kau lahir. Kau adalah wanita kedua setelah mama mu, yang sudah membuatku jatuh hati." "Begitu kah?Hmm… papa apakah aku masih boleh memiliki 2 ayah?" tanyaku sambil melirik ketakutan. Jethro hanya diam saja sambil fokus menyetir. "Maaf, bukannya aku tidak, menganggap kau sebagai papa kandungku. Sampai kapanpun kau tetap sebagai papa kandungku dan tak akan pernah terganti. Hanya saja, ada bagian yang hilang dariku… aku…bagaimana pun juga, ayah telah, merawatku, dan…." belum sempat aku meneruskan perkataanku Jethro sudah memotong omonganku dengan kata-kata galaunya. "Aku tahu aku bukan papa yang baik untukmu, jika memang kau tidak suka tinggal bersamaku, kau boleh pergi dari rumahku. Aku tidak akan melarangmu," ucap Jethro "Hmmm…bu…bukan begitu maksudku, aku… aku…." "Ya… aku tahu, bahwa aku tidak bisa membuatmu nyaman denganku. Siapakah aku, aku hanya orang yang tidak pernah bertanggung jawab di hidupmu, aku hanyalah orang yang selalu membuatmu emosi dan marah. Aku tidak ada hal yang positif di matamu,benarkan!" Mendengar ucapan papa, aku benar-benar merasa bersalah pada ucapan ku tadi pagi. Aku rasa aku telah menyakiti hatinya. Dengan pandangan yang mulai buram oleh air mataku. Ku hanya bisa tertunduk sedih. Mungkin kemarahanku tidak sebanding dengan apa yang sudah ia jalani dan apa yang sudah ia perjuangkan. "dui bu qi (maaf)," ucapku dengan nada suara lirih dan menangis. "ciiitttt." Jethro, menghentikan laju mobil bertepatan juga kami tiba di parkiran mobil gedung kantor. Langsung saja aku keluar dari mobil dan berlari meninggalkan Jethro seorang diri di mobil,menuju sebuah taman. Jethro juga merasa sangat bersalah atas apa yang sudah ia ucapkan. Sungguh tidak ada maksud darinya untuk menyakiti hati putrinya. Ia Hanya ingin merasakan cinta kasihku sebagai seorang anak kepada ayahnya. Lebih tepatnya ayah kandungnya. Jethro merasa iri, lantaran Blue lebih memberikan banyak cinta pada Biksu Yen dan bukan padanya. Tapi… ini semua juga karena kesalahan nya dulu. Kalau saja ia tidak menitipkan pada Biksu Yen dan lebih memilih untuk tetap hidup bersama dengan putri semata wayang nya, mungkin saat ini Blue hanya menganggap Biksu Yen sebagai teman ayahnya saja. Aku berlari hingga merasa lelah, betapa bodoh nya aku yang membuat sebuah permintaan aneh dan tak masuk akal. Sampai kapanpun, Ayahku tak akan pernah mau di duakan. "Mungkin kah aku harus menganggap orang yang sudah membesarkanku sebagai Layaknya orang asing?" batinku "Blue… apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau tak bekerja?" ucap seorang pria yang susah sangat ku kenal suaranya. "Ayah," ucapku dengan terkejut. Tak menyangka bahwa orang yang kurindukan datang. Tanpa basa basi aku langsung memeluk erat dirinya, dan menangis. "Blue… kamu kenapa?" tanya Ayah. "Ayah… aku rindu ayah, aku rindu masakanmu, aku rindu berlatih wing chun, dan aku juga rindu mendengar omelanmu," ucapku sambil menangis. "Hahahaha… kau ini kan susah besar, jangan seperti itu kalau menangis. Malu di lihat anak kecil." Aku terus saja memeluknya sambil menangis. Tak ada yang berubah dariku, terutama saat ku sedang menangis. Ayah tahu apa yang harus ia lakukan, yakni membelikanku sebuah coklat. Entah itu minuman coklat ataupun sekotak coklat yang besar untukku. "Blue… dengar… jangan bersedih, tak baik bila bersedih di pagi hari. Hmmm… tunggu di sini ya, Ayah akan membelikan sesuatu untukmu," ucap ayah. Ku mencoba untuk menenangkan hati dan mengendalikan emosi. Tak jauh dari tempat ku duduk, terdengar seperti suara orang yang misterius. Mereka berbisik dengan menggunakan bahasa yang asing,seperti bahasa dari negara Israel. Tak ingin penasaran dengan apa yang sedang mereka ucapkan, aku berusaha untuk mengalihkan pikiran dan pandangan ke tempat lain, agar tidak terlihat bahwa memang aku sedang menguping pembicaraan mereka berdua. Firasatku mengatakan bahwa mereka adalah anggota komplotan berjubah. Dan sepertinya mereka juga sedang mencari orang untuk dijadikan sebagai anggota mereka. Tanpa basa-basi, langsung saja aku ambil langkah seribu menghindari mereka menuju sebuah perpustakaan. Ku berlari secepat kilat, dan dalam hitungan detik, aku sudah tiba di depan gerbang kantor. Sebelum masuk ke kantor, aku sudah mengirimkan sebuah pesan tertulis untuk Biksu Yen yang mengatakan, bahwa aku sudah kembali ke kantor. "Ayah… kau tidak perlu khawatir, aku sudah pergi ke kantor, aku takut terlambat. Jika memang, kau ingin, memberikanku sekotak coklat kau bisa mengirimkannya ke kantor," ucapku. Dengan terburu-buru aku langsung pergi ke kantor gedung B. A. U dan terlihat semua sedang bersiap untuk rapat. " Buk, "aku dan Spencer saling menabrak dan tidak melihat satu sama lain. "Maaf, aku tidak sengaja menabrak anda," ucapku sambil membungkuk. "Tidak apa-apa, aku juga minta maaf, karena aku tidak melihat orang di depan ku," ucap Spencer. "Spencer, kau kemana saja?" tanyaku. "Tenang saja, aku sedang mempersiapkan sesuatu. Nanti juga kau akan tahu, tunggu saja di rumah rapat." Spencer pun tampak sedang terburu-buru. Aku rasa dia sedang menyembunyikan satu hal. Aku pergi ke toilet untuk merapikan pakaian. Aaron dan tim nya, kecuali Spencer sudah siap untuk rapat. Sementara itu Jethro membawa tim nya untuk datang ke tempat Aaron, dan menanyakan keberadaanku. "Pagi Aaron," sapa Jethro "Pagi, hmm…baiklah sudah berkumpul semuanya, mari kita laksanakan saja rapat nya!" ajak Aaron "Dimana Spencer, tumben sekali dia belum datang, biasanya dia kan sudah datang!?" ucap Emily "Blue kemana?" tanya AJ
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD