Tiga - Permintaan or Syarat Mutlak

1073 Words
Sepasang kekasih menapakan kakinya di pintu gerbang kedatangan Bandara Soekarno Hatta. Dengan kacamata hitam bertengger di hidung nya, mereka berdua berdampingan menuju mobil yang sudah menunggu mereka berdua. "Ram, ayo cepetan," rengek seorang gadis dengan menarik tangan kekasihnya. Pemuda yang dipanggil Ram oleh Lia pun mendengus jengkel karena gadis cerewet nya itu merecoki dirinya yang ingin berjalan santai menikmati suasana hangat Indonesia. Ramond Wizart, pemuda asal Kanada yang sekarang menjadi model di Amerika tersebut sudah menjalin hubungan dengan Erliana selama 2 tahun. Awalnya mereka hanya dekat sebagai partner model saja hingga lama-lama muncullah cinta diantara keduanya. "Sabar sayang, aku ingin menikmati suhu hangat disini," ucap Ramond mencoba memberi pengertian gadisnya. "Panas gini dibilang hangat, dasar bule gila," gerutu gadis tersebut yang tak lain adalah Lia. Setelah 18 jam perjalanan mereka berdua akhirnya sampai di Indonesia. "Aku denger honey," sahut Ramond dengan menyeringai. Lia membuang muka dan berjalan mendahului Ramond dengan kaki menghentak jengkel. Di mobil keduanya duduk bersebelahan dengan keadaan hening, Lia yang mengantuk pun menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil. Ramond yang tak tega langsung menarik kepala gadisnya untuk bersandar di d**a bidangnya CUP Ramond mengambil kesempatan mengecup pelipis gadisnya yang sudah memasuki alam mimpi. "Selamat tidur, gadisku tersayang." Ditengah perjalanan, Lia menggeliat karena merasa sudah terlalu lama tertidur, "Eeuuunnggghhh ..." "Ramond,"panggil Lia dengan suara seraknya. Ramond yang sedari tadi bangun pun menunduk untuk melihat gadisnya. "Apa hm?" Lia menggeleng, "Kok lama ya?" Ramond mengerutkan keningnya. "Aku mana tahu jalan Indonesia." Lia menyengir, "Iya, aku lupa." Ramond hanya menanggapi dengan tersenyum simpul. Sekitar satu jam kemudian mobil tersebut memasuki pekarangan Mansion mewah "Akhirnya sampai juga." ucap Lia sambil meregangkan ototnya. "Maaf cari siapa?" tanya seorang wanita paruh baya menghampiri. Lia mendengus. "Saya putri ketiga Tuan Arta." Wanita tersebut yang memang maid baru dirumah ini pun hanya menatap bingung "Panggilkan kepala maid disini, saya ini anaknya Ayah Arta," titah Lia dengan nada jengkel. "Ada apa?" tanya Ramond yang baru saja menurunkan kopernya. "Maid baru, nggak kenal sama aku." Ramond mengangguk paham "Nona Lia, maaf tadi saya di dalam dan tidak tahu kalau nona sudah sampai," sesal kepala maid disini. Lia mengangguk malas. "Pada didalam kan, Bi?" tanya Lia tak sabaran. Terlihat kepala maid yang diketahui bernama Asri bergerak gelisah "Bi," anggil Lia mendesak. "Maaf Nona, Tuan sama yang lain ke Rumah Sakit sedari tadi," jelas maid tersebut menunduk. "Siapa yang sakit, Bi?" tanya Lia lagi penasaran. "Nona Edeline mencoba bunuh diri," jawab Asri dengan satu tarikan nafas. DEG! "ELINEEEE!!" Tak lama setelah berteriak, Lia jatuh pingsan dengan nafas memburu. Ramond langsung mengangkat tubuh gadisnya kedalam mobil dan membawa ke Rumah Sakit terdekat. *** "Bagaimana Tuan, apakah sudah ada pendonor? Karena keadaan Nona Edeline semakin kritis," tanya dokter tersebut sekaligus memberi peringatan. Arta mengusap wajahnya kasar, "Sebentar, Dok. Saya menunggu kabar tangan kanan saya." "EDELINE KAMU HARUS BERTAHAN NAK ....!!!" Jeritan pilu Avio membuat Arta membeku. "Dokter, sudah ada pendonor untuk Nona Edeline." Seorang suster berlari tergopoh-gopoh. Sang dokter langsung melihat kearah suster tersebut. "Yasudah segera ke laboratorium sekarang." "Maaf Dok, tetapi pendonor meminta sesuatu kepada keluarga," jelas suster tersebut menyerahkan sebuah surat perjanjian. Persyaratan jika saya menjadi pendonor - Tidak menerima upah dalam bentuk uang atau apapun - Jika pasien sembuh, pihak orang tua mengizinkan pendonor menjadi seseorang yang dapat menjaga orang tersebut sampai kapanpun. - Tidak boleh memisahkan pendonor dan penerima darah Tertanda:. ROY Tanpa ragu Arta mengangguk, ia tak ingin terjadi sesuatu pada putri kesayangannya. Langsung saja Arta membubuhkan tanda tangan di kertas persetujuan tersebut. "Saya akan ke laboratorium dulu, Tuan." pamit dokter tersebut. Selepas dokter tersebut pergi, Arta langsung menghampiri istrinya, "Kita berdoa agar Adik kalian segera sembuh." "Pendonor tadi meminta apa dari Ayah?" tanya Edgar penasaran. Arta bimbang harus menceritakan atau tidak. Jika tidak anaknya pasti akan mendesak terus. "Yah,"panggil Edgar tak sabaran. Arta menarik napasnya berat. "Dia meminta ingin menjaga Edeline sampai seterusnya." "Maksudnya dia mau minta Eline dari kita?" tanya Rafel dengan nada tak suka. "Ayo sus cepetan lama banget sih." Suara keributan dari ujung lorong membuat Arta dan keluarga menoleh. "Kayak kenal," gumam Edgar dengan suara berbisik namun sepertinya pendengaran keluarganya terlalu tajam. Mata Rafel membelalak saat melihat brankar tersebut lewat dihadapannya, "Erlian?" sedetik kemudian ia kembali berteriak. "Yah itu Erlian kan?" Teriakan Rafel membuyarkan lamunan Arta dan lainnya. Avio yang masih bingung pun tersadar dan segera berlari BUGH! Suara pukulan membuat orang sekitar menoleh. Pelakunya adalah Erlang yang membogem seorang pemuda. "APA YANG LO LAKUIN SAMA ADEK GUE HAH!" sentak Erlang setelah melayangkan pukulan ke Ramond, kekasih Lia. Pemuda tersebut menatap bingung Erlang yang marah, "Maaf, anda siapa?" "Gue Kakaknya Erlian!" Dengan masih emosi, Erlang membentak pemuda dihadapannya. Pemuda tersebut mengangguk. "Saya Ramond, kekasih Lia." ucapnya seraya menjulurkan tangan. Erlang menepis tangan Ramond yang mengajaknya berkenalan. "Gue nggak tanya nama lo, yang gue tanya itu lo lakuin apa sampe Adek gue pingsan." Ramond mengangguk paham pemuda yang berusia dibawahnya tersebut, dingin memang namun terlihat labil. "Lia pingsan dihalaman Mansion saat kepala maid disana mengatakan Edeline melakukan percobaan bunuh diri." "Lalu ada apa tiba-tiba anak saya pulang ke Indonesia?" timpal Arta yang sedari tadi hanya menyaksikan pembicaraan anak muda dihadapannya. Ramond sedikit menunduk guna memberikan salam, "Maaf Sir, tugas saya hanya menemani Lia saja. Untuk tujuan, saya tidak bertanya dengannya." *** Di laboratorium, Roy baru saja selesai mendonorkan darahnya dan ternyata cocok untuk calon penerima darah "Berapa kantong darah yang diambil sus?" tanya Roy setelah suster menempelkan plester di tangan bekas jarum suntik. "4 mas, takutnya kurang kalau 3," jawab suster tersebut. "Memang pasien kenapa sampai perlu darah sebanyak itu?" tanya Roy mulai penasaran. "Luka menganga di nadi kiri karena percobaan bunuh diri. Sekarang Mas nya istirahat dulu disini sampai 5 jam kedepan ya. Biar keadaan Mas pulih dulu." Setelah mengucapkan itu, suster tersebut berjalan keluar membawa kantong darah milik Roy. Roy mencoba memejamkan matanya karena pusing efek terlalu banyaknya kantong darah yang diambil. *** "Hiks.. Kenapa Princess melakukan itu?" Avio tak hentinya menangis karena anaknya tak kunjung ada perkembangan Cklek! "Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Avio mendesak. "Mohon maaf dengan berat hati saya harus menyampaikan—" Dokter tersebut sedikit menggantungkan ucapannya, "Nona Edeline dinyatakan gagal untuk sembuh dalam tindakan operasi kali ini." "Jadi, apa ada tindakan yang harus kami lakukan Dok?" tanya Arta setelah memasuki ruang perawatan. "Nona Edeline harus segera dibawa ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan yang terbaik. Setelah kami mengecek keadaannya, Nona juga teridentifikasi mengalami gangguan mental serta gangguan pada organ dalamnya," jelas dokter tersebut dengan raut sendunya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD