Danius menikmati makan malamnya yang baginya sangat nikmat. Bagaimana tidak, keluarga istana Etanio telah menyiapkan makanan terbaik bahkan menghidangkan makanan penutup untuk bisa ia makan. Tanpa ragu, ia mengambil sepotong ikan lagi karena biasanya ketika berada di istana sendiri, ia yang paling cepat untuk menghabiskan ikan bakar. Rasanya ia tidak ingin mengakhiri sesi makan ini apabila sang ibu tidak menyenggol lengannya.
Weni menatap putranya dengan tajam, jelas ia tahu kalau Danius sangat menyukai ikan tetapi bukan berarti dengan tidak sopan makan terus. “Berhentilah, kamu seorang pangeran.” Bukannya menuruti perkataannya, Danius malah kembali menikmati makanannya. Ia tersenyum pada Kiela dan Cassio dengan wajah yang sedikit malu.
Cassio yang mengetahui apa yang membuat Weni bahkan sampai tidak enak hati, menampakkan senyumnya. “Tidak perlu sungkan, Weni. Saya menyiapkan makanan ini memang untuk dimakan. Apabila Danius memang menyukainya, saya rasa tidak masalah untuk disantap selama belum kenyang. Apakah kamu mau membawa ini pulang juga?”
Seketika Danius sadar kalau dirinya sudah menarik perhatian. Ia sebenarnya bisa saja untuk berhenti ketika menyadari ibunya selalu saja menyuruhnya bersikap anggun layaknya pangeran. Ia memang pangeran dari istana Terate tetapi tak lantas membuatnya harus makan dengan porsi yang sedikit. Ia harus makan sampai perutnya kenyang sehingga tidak akan menyesal. “Tidak perlu, Paman. Aku akan makan di sini saja. Lagi pula, aku tahu kalau orang tuaku tidak akan mengizinkan untuk membawa pulang ikan bakar yang enak ini.”
Rados menggelengkan kepala, memerhatikan tingkah laku putranya. “Itulah alasan saya membawa dia kemari. Danius selalu bersikap apa adanya meskipun istri saya selalu menyuruhnya bertingkah layaknya pangeran. Dia bisa menjadi dirinya dengan sangat baik, jadi saya tidak merasa khawatir sama sekali.” Rados sendiri tidak pernah merasa malu atau melakukan Danius hal-hal yang tidak nyaman, ia hanya ingin putranya segera menikah karena ia sudah tua. Tak hanya itu, walaupun Danius kadang menyertakannya ketika ia tidak ingin melakukan sesuatu, itu hanya semata-mata karena Danius menghargai sebagai seorang ayah.
“Saya suka melihat Danius makan dengan lahap di sini,” ungkap Kiela. “Putriku jarang makan banyak karena ia harus menjaga bentuk tubuhnya agar terlihat indah, walaupun saya sudah memberi tahunya kalau dia tetap cantik menjadi dirinya apa adanya.” Kiela kadang merasa khawatir dengan Lisa yang jarang memakan sarapan dan makan siang. Putrinya tidak pernah tampak mengambil banyak makanan, hanya beberapa sendok untuk bisa dimakan.
Menyadari ibunya kini mengalihkan pembicaraan padanya, Lisa merasa kalau ibunya tidak pernah menyetujui ketika ia sedang berusaha membentuk tubuhnya dengan baik. Ia melakukan hal ini karena teman-temannya juga melakukan, semua perempuan ingin terlihat cantik. Ia tidak peduli dengan tatapan yang dilayangkan padanya, ia telah selesai makan dan mengambil gelas untuk minum.
“Putri kami selalu sibuk mempercantik dirinya sehingga tidak heran kalau dia menjadi yang tercantik bukan?” Cassio menatap putrinya yang tampak tidak suka dengan pernyataan yang dilayangkan oleh sang istri. Kadang, anak dan istrinya sudah seperti anjing serta kucing yang suka bertengkar untuk masalah kehidupan sebagai seorang wanita. Ia sendiri tidak mengerti apa saja yang diributkan tetapi selama mereka masih bisa kembali memberikan kasih sayang, ia cukup lega.
Kiela mengangguk setuju dengan perkataan Cassio. “Lisa terlihat semakin cantik dari hari ke hari. Saya bahkan merasa tidak mengenalinya ketika tadi bertemu tetapi saya tahu kalian telah mendidiknya dengan baik sehingga dia memperkenalkan dirinya dengan baik. Wanita memang harus menjaga tubuhnya meskipun jangan terlalu memaksakan diri.”
Pembicaraan berhenti sejenak karena pelayan sudah mempersiapkan hidangan penutup. Rados dan Weni sangat menyukai kue yang disajikan dan terpukau dengan rasanya yang tidak terlalu manis. Sedangkan Danius hanya menyantap sedikit sebab ia tidak terlalu suka dengan makanan penutup yang manis, ia jauh lebih suka makan tanpa menyentuh makanan penutup yang baginya kadang tidak jauh lebih nikmat daripada hidangan utama. Danius tidak mengejek, ia hanya mengikuti selera makannya saja dan ia tentu tidak ingin memaksakan diri.
Danius kaget karena Lisa mendadak berdiri dari kursi, ia tidak tahu apa yang perempuan itu lakukan tetapi mendekati pelayan yang tengah berdiri. Ia menatap ibunya yang menyuruh untuk menyantap hidangan penutup tetapi ia membalas dengan gelengkan kepala. Ia tidak ingin menikmatinya sehingga ibunya harus mengerti.
Tidak lama kemudian setelah Lisa sudah kembali duduk ke kursi, seorang pelayan menyajikan salad buah untuk Danius sehingga ia merasa tidak enak hati tetapi sepertinya keluarga istana Etanio tidak keberatan untuk menghidangkan makanan tersebut. “Aku benar-benar merasa sungkan untuk menerima salad ini. Aku bukan tidak ingin menyantap kuenya tetapi kurang suka saja dengan yang manis.”
Lisa tersenyum pada Danius. “Itulah alasan aku menyuruh pelayan untuk menghidangkan salad buah. Kamu jauh lebih suka rasa manis dari makanan secara asli. Makanlah, salad buatan pelayan sangat enak.” Lisa tidak akan membiarkan Danius pergi tanpa menikmati hidangan penutup sehingga ia memberi tahu pelayan untuk menyiapkan salad buah untuk Danius. Ia cukup mengenal Danius, jadi tahu beberapa hal yang tidak disukainya.
“Terima kasih.” Sebelum menyantap salad buah, Danius terus menatap Lisa yang kembali menyantap kue. Ia tidak menyangka kalau Lisa akan melakukan hal semacam ini. Ia merasa apabila Lisa seperti selalu memerhatikan dirinya walaupun ia sendiri tidak yakin. Rasa buahnya sangat segar di mulut dengan rasa saus yang lumayan enak ketika dipadukan dengan buah tetapi ia tentu tidak akan menggilainya seperti ikan bakar. Ia menyuapkan salad buah pada ibunya yang ingin tahu rasanya, ia yakin ibunya akan suka tetapi tidak mengatakan apa pun.
“Kami benar-benar merasa terhormat bisa makan di sini. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas hidangannya. Saya sangat suka sekali.” Rados tersenyum pada keluarga istana Etanio yang telah berbaik hati menyiapkan makan malam untuk mereka padahal tadinya hanya ingin berkunjung saja untuk membahas mengenai masalah kerja sama.
“Saya juga ingin berterima kasih karena saya merasa makanan ini sangat lezat. Pasti akan sangat menyenangkan apabila bisa menyantapnya setiap hari.” Weni menatap Kiela yang tersenyum padanya, ia pun membalas pesan ini. “Apakah Lisa sudah mempunyai calon suami?” tanya Kiela penasaran karena ia sendiri berharap putranya segera menikah kalau bisa tahun ini. Ia sudah tidak sabar untuk meminang cucu.
Kiela dan Cassio saling menatap sebelum keduanya menggeleng bersamaan. “Kami belum menentukan calon suami untuk Lisa walaupun kami berharap akan ada laki-laki yang datang untuk meminang anak kami. Kami akan menerima dengan senang hati apabila ada masukan dari kalian. Usia Lisa memang sudah cukup untuk menikah,” kata Cassio dan disetujui oleh istrinya.
Danius menatap Lisa yang tampak menundukkan kepala. Ia tidak tahu perempuan itu merasa tidak suka atau justru kebingungan. Ia sendiri tidak tahu untuk menanggapi seperti apa tetapi tahu kalau ia tidak bisa menampik lagi perasannya pada Lisa. Ia ingat betul awal mula pertemuannya dengan Lisa yang membuatnya selalu mengagumi sosok perempuan di depan matanya walaupun jarang bertemu. “Aku sedang mencari calon istri, apakah Lisa tidak keberatan kalau aku ingin menjadikannya pengantinku?”
Sontak ucapan Danius membuat Lisa mendongak untuk menatap Danius yang dengan mudah mengatakan kalimat sakral semacam itu. Namun, ia tidak bisa menghiraukan ada rasa bahagia serta degdegan dalam hatinya. Ia memang pernah berharap suatu hari nanti Danius datang untuk meminangnya tetapi bukankah ini waktunya sangat tidak tepat? Mereka bahkan baru selesai makan malam. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Rados tidak tahu kalau Danius akan mengatakan hal semacam itu dengan tiba-tiba tetapi ia menyadari kalau Danius sepertinya menyukai putri semata wayang keluarga istana Etanio sehingga ia tentu akan sangat menyetujui. “Kamu terlalu terus terang, tetapi saya pikir ini juga baik untuk kerja sama kita bukan? Negeri Etanio sedang tidak stabil ekonominya dan bersatunya dua wilayah bisa menutupi masalah perekonomian. Itu pun apabila kalian setuju dan Lisa tidak keberatan.”
“Saya tidak keberatan.” Cassio sudah mempertimbangkan bersama istrinya sebentar dan kelihatan sekali apabila istrinya sangat bahagia mendengar pinangan Danius yang tidak bisa dibilang romantis tetapi cukup membuat kejutan yang tidak disangka-sangka. “Saya akan menerima Danius untuk menjadi calon suami Lisa. Bagaimana denganmu, Nak?”
Hati Danius masih belum bisa lega, ia takut kalau Lisa tidak akan menerima pinangannya. Ia bahkan masih berpikir mengenai apa yang telah ia ucapkan, benarkah ia sudah yakin menjadikan Lisa istrinya tetapi ia merasa semakin suka ketika melihat semburat merah tercetak jelas dari pipi Lisa. Ia tidak sabar untuk mendengar jawabannya dan apa pun yang menjadi keputusan Lisa, ia akan menerimanya. Ia pun masih memerhatikan Lisa.
Sudah bukan waktunya berpikir keras, Danius ada di hadapannya sekarang dan tentu ia tidak ingin menghindarinya juga. Tanpa sadar kepala Lisa mengangguk, biarkan perasaan ini tersalurkan dengan cara yang benar. Ia tidak ingin mengagumi Danius secara diam-diam sehingga ia menatap Danius yang sedang menunggu jawaban. “Aku tidak keberatan untuk menjadi pengantinmu.”