Jane sedang mempersiapkan diri untuk jadwal pemotretannya hari ini, jeans sobek dibagian lutut dipadukan dengan hoddie berwarna hitam serta sepatu berwarna putih menjadi pilihannya. Ia menyambar backpack nya lalu menuju keluar rumah, gaya casual yang selalu menjadi ciri khas gadis itu. Tanpa seorangpun tahu bahwa dibalik balutan pakaian polos itu terdapat tubuh liar yang memiliki sisi lain. Sisi gelap yang seakan membuat gadis itu haus akan hal tersebut...
Jane menyetop taksi ketika ia tiba dipinggir jalan, tubuh mungilnya dengan anggun mendudukan diri dibagian belakang. Supir taksi itu melirik kearah Jane yang terlihat sedang berkutat dengan smartphone nya lewat kaca spion, gadis itu membiarkan rambut pirangnya terurai indah. Membuat si supir taksi itu dapat mencium aroma shampo yang sangat wangi dari gadis itu.
Jane membayar dengan beberapa dolar ketika taksi berhenti tepat digedung studio pemotretan, kacamata Louis Vuitton berwarna silver bertengger dihidung mancungnya. Semua mata yang ada disana tertuju pada Jane ketika ia memasuki aula gedung, gadis itu terlihat seperti model daripada seorang potograper. Tapi Jane tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, karena sudah menjadi cita-citanya menjadi potograper ternama.
Tak menghiraukan tatapan nakal para pria dan pandangan memuja orang-orang yang ada disana, Jane memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas gedung tersebut.
Jane melirik kearah arlojinya, ia sungguh terlambat setengah jam hari ini. Dan itu semua karena pamannya. Jane melirik kearah smartphone, terdapat gambar pria itu yang ia dapat dari internet. Well, siapa yang tidak mengetahui Arthut Jefferson. Duda beranak satu itu adalah salah satu pengusaha sukses yang namanya telah mendunia, tak sulit untuk Jane men-stalk gambar pamannya itu dari berbagai sumber manapun.
Ting...
Lift terbuka, Jane segera menuju halaman belakang yang terdapat sebuah kolam renang diatas gedung pencakar langit itu. Dengan langkah bak model, Jane melangkah menuju segerombolan orang yang sedang sibuk dengan kegiatannya.
"kau terlambat lagi" ucap salah satu rekannya yang sedang mengacak pinggang, Jane menaikan bahunya acuh seraya mempersiapkan kamera dan segala peralatannya.
John menghela nafas kasar, sahabat baik Jane sekaligus produser pemotretan itu menatap Jane dari kejauhan yang nampak gesit mengatur para penata cahaya dan lampu dari berbagai sisi. Gadis itu sangat giat dalam pekerjaannya walau wajah ketus selalu ditujukan kepada setiap pria yang mendekatinya.
John sendiri tak memungkiri, ia begitu mengangumi Jane dari pertama kali gadis itu bekerja padanya. Saat itu ia melihat wajah cantik Jane lewat internet ketika gadis itu mendaftarkan diri untuk bekerja diperusahannya sebagai potograper, siapa sangka tak hanya wajahnya yang cantik tapi juga sangat cekatan dan profesional dalam pekerjaannya.
John yang menerima Jane dan akhirnya gadis itu memilih hijrah dari London ke Washington, tak sampai disitu John selalu berusaha mendekati Jane dengan berbagai cara. Awal yang manis ketika gadis itu sangat mudah diajak keluar untuk sekedar makan malam, tapi lambat laun perilaku gadis itu mulai berubah. Jane tidak lagi meng-iyakan ajakan John dengan berbagai alasan.
John yang memakluminya, akhirnya membiarkan gadis itu memilih jalannya sendiri. Tak ingin menggunakan kekerasan walau ia sendiri sangat ingin memiliki Jane dalam arti yang baik, melakukan pendekatan dan mungkin akan berakhir pernikahan. Seperti yang selalu dilakukan pasangan-pasangan lain.
"hari ini kau bisa lembur?" tanya John ketika gadis itu sedang sibuk mengatur para model dengan pakaian bikini mereka.
"hm.." gumam Jane menganguki tanpa melirik sedikitpun kearah John.
Pria yang mengenakan kaos ketat yang membungkus tubuh tegapnya itu ikut mengangguk, setiap orang disana sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing sementara ia hanya mondar mandir melihat Jane.
"John, bisakah kau pergi dari sana" ujar Jane ketika pria itu tidak sadar menghalangi kamera milik Jane.
"oh, maaf" ucap John lalu berdiri disamping Jane yang sedang mengambil gambar.
...
Malam hampir larut, tapi gadis itu masih berkutat dengan Laptop dan kameranya. John melirik Jane yang sedang mengunyah potongan pizza, ia menghela nafas. Gadis itu baru saja mengisi perutnya setelah seharian sibuk tanpa mengingat jadwal makannya.
"John, dimana modelmu? Ini sudah terlalu larut, kru yang lain juga sudah pulang" ujar Jane yang melirik jam sudah menunjukan pukul sebelas malam, dan orang-orang disana sudah tidak ada lagi selain mereka berdua.
"sepertinya ia tidak datang" ucap John begitu sabar sementara Jane menggerutu karena harus menunggu beberapa jam lamanya.
"lain kali, gunakan model yang profesional" desis Jane yang segera merapihkan barang-barangnya dan hanya dibalas senyuman oleh John.
"kau terlihat berbeda sekarang Jane" ucap John ketika gadis itu memakai kembali backpacknya.
"benarkah?" balas Jane acuh.
"aku sudah menganggapmu sepertu saudara John, tolong mengertilah! Kita sudah membahas ini bukan?" ucap Jane, tapi sepertinya John terlalu ingin menuntut jawaban dan mulai mendekati Jane yang hampir beranjak menuju pintu keluar namun ditahan oleh pria itu.
"itu tidak seperti yang kau katakan pada malam itu" cecar John, Jane menghela nafas kasar. John terlalu berambisi akan dirinya, mungkin setiap wanita akan mengantre untuk mendapatkan John, namun Jane mengurungkan niatnya setelah bertemu dengan seseorang...
"jangan ungkit malam itu John!" ucap Jane, ia mengingat begitu jelas saat kali pertama bertemu dengan John.
"mengapa Jane?" tanya John yang seakan ingin menghimpit gadis itu kedinding namun ditahan oleh Jane.
"kau tidak tahu apa-apa tentangku John, kumohon pergilah!" ujarnya, John kian frustasi mendengarnya.
Seperti apa? Kau sama saja dengan gadis lain Jane, dan itu yang aku tahu, Batin John.
"apa yang tidak aku ketahui Jane?" tanyanya, seketika Jane menggigit bibir bawahnya sendiri. Perlahan tapi pasti, ia mendekatkan dirinya pada John dan mendongak menatap pria yang umurnya tak jauh berbeda dengannya itu.
"kau terlalu lembut untukku John..." bisik Jane ditelinga John.
Dan aku menyukai kekerasan... Tambah Jane dalam hati yang tak berani menyakiti perasaan John dengan kalimatnya yang memiliki dua arti tersebut. Disisi lain John menganggap lembut mungkin terlalu baik untuk gadis itu, tapi untuk Jane ada arti lain dibalik itu.
"dan aku tidak mau membuatmu menunggu..." ucap Jane lalu berbalik melangkah pergi meninggalkan John yang mematung melihat punggung mungil itu menjauh darinya.
Terlihat sebelum pintu lift tertutup Jane menyunggingkan senyumnya kearah John, tanpa John mengerti maksud dari gadis itu.
Jane mengumpat dalam hati, pamannya itu pasti akan mengkhawatirkan dirinya jika pulang selarut ini. Jane melangkah keluar dari gedung itu, namun dari kejauhan ia dapat melihat seorang pria yang sangat ia kagumi menunggunya dibalik setir kemudi, Arthur...