bc

Beautiful Submissive

book_age18+
73
FOLLOW
1K
READ
HE
age gap
kickass heroine
boss
drama
bxg
city
friends with benefits
brutal
like
intro-logo
Blurb

"kau kecewa bahwa kau bukan keponakanku?" tanya Arthur menaikan sebelah alisnya.

"aku kecewa kau telah berbohong padaku" jawab Jane yang akhirnya menatap mata sebiru laut diatasnya itu.

"bukankah itu bagus?" ujar Arthur.

Bagus? Apanya? Pasal dirinya ternyata tidak memiliki darah yang sama dengan Arthur, IYA. Tapi perihal Arthur telah menyembunyikan rahasia itu darinya selama ini Jane tidak dapat menerimanya. Jane berbisik dalam hati.

"mengapa Uncle?" tanya Jane lemah, ia memegangi lengan Arthur yang masih terjulur mengurung dirinya. Menyentuh setiap otot yang keras dibalik kemejanya yang telah kusut itu.

"aku tidak ingin kau pergi dariku" jawab Arthur.

"mengapa kau berpikir seperti itu Uncle? Ini semua hanya sebuah affair" balas Jane.

Hati Arthur memanas mendengarnya, gadis itu bahkan hanya menganggap ini semua hanya sebuah permainan diatas perjanjian.

Kau bodoh Arthur, bukannya kau yang terlalu pengecut untuk mengungkapkan isi hatimu sendiri? Sebuah perjanjian hanya senjata untukmu agar gadis itu tidak lari darimu. Sekarang kau terjebak oleh permainan yang kau buat sendiri. Arthur terus mengumpat dalam hati.

Sekarang mampukah ia menerima perasaannya?

Bisakah ia membuat gadis itu mencintai dirinya?

Bisakah ia melupakan mendiang istrinya hanya untuk Jane?

Apakah Putrinya, Andrea dapat menerima keadaan ini?

Dan yang terpenting, semua orang termasuk ibu Jane yang tak lain adalah adik angkatnya mungkin tidak dapat menerima hubungan terlarang ini...

chap-preview
Free preview
Bend Me Over, Uncle!
Jane melirik kearah nakas, terdapat sarapan pagi yang ia yakini adalah buatan pamannya. Pria itu sangat telaten mengurus dirinya, seperti mengurus anak gadisnya sendiri. Dan Jane sangat bersyukur untuk hal itu, karena gadis diusianya yang sudah menginjak 26tahun masih harus belajar banyak untuk mengurus dirinya sendiri. Jane beranjak dari ranjangnya, kedua kaki mungilnya terasa dingin menginjak lantai walau matahari mulai terlihat. Jane hanya mengenakan baju tidur berbahan satin dengan bahan yang minim, kain berwarna merah terang itu hanya menutupi bagian tubuh atas hingga atas paha. Membuat kaki jenjangnya terlihat sempurna bagi siapapun yang melihatnya, dengan bagian tangan yang sedikit lebar dan bagian pinggul yang terikat oleh tali temali agar dapat menutupi tubuhnya. Jane mengambil segelas s**u, mengabaikan panekuk yang aromanya begitu menggoda. Well, tak semenggoda yang membuat. Batin Jane tersenyum jahil. Ia menegak cairan manis berwarna putih kental itu hingga tandas, tak menyisakan setetespun seperti anak kecil. Ia menjilat bibirnya sendiri, tak ingin setetespun lenyap darinya. Sampai-sampai Jane merogoh bagian dalam gelas tersebut dengan jari telunjuknya, Jane sangat menyukai rasanya. Entah karena haus dan lapar atau ia benar-benar penikmat s**u. Bibirnya menghisap ujung jemarinya, dengan gemas bahkan ia tak ingin melepaskan jarinya itu dari bibirnya. Jane yang seperti orang kehausan berniat mengisi gelasnya dengan s**u lagi, ia melangkah menuju pintu keluar dan membuka pintu kamarnya yang ada dilantai satu dan tak jauh dari bagian dapur hingga ruang makan. Jane terdiam diambang pintu, melihat pria itu. Dengan gagahnya duduk dimeja makan dengan segala sarapan paginya, kopi yang menyembul hingga beberapa panekuk yang masih hangat. Kemeja putih yang dibalut rapi dengan jas berwarna hitam, jam tangan rolex dipergelangan tangan kiri serta cincin dijemari manisnya dibagian kanan menambah kesan maskulin padanya. Belum lagi brewok yang tercukur rapi dirahang tegas itu seakan menggelitik tubuh Jane, gadis itu melirik kearah jemari berurat milik pamannya. Pria itu menggenggam koran pagi yang biasa ia baca ketika sedang sarapan. Jane menatap lapar kearah Pamannya itu. Menghisap kuat jari telunjuk yang sedari tadi ada dibibirnya membayangkan sesuatu. Merasa diperhatikan, Pamannya menoleh kearah Jane. Gadis dengan balutan lingerie seksi dengan rambut pirang lurusnya serta lekuk tubuh yang indah, membuat lelaki manapun akan menatap lapar padanya. Ditambah lagi gadis itu sedang melahap jarinya sendiri. "Jane!" suara bariton itu mengagetkan dirinya dari lamunan, Jane yang salah tingkah akhirnya melepaskan jari yang sudah sangat basah itu dari bibirnya. Jane tersenyum kikuk, ia kemudian melangkah pelan dengan kaki telanjangnya menuju lemari es. Tak menghiraukan tatapan tajam dari pamannya, Jane menuangkan s**u digelasnya. Gadis itu lalu menegaknya secara perlahan, dengan mengadahkan kepalanya keatas. Sungguh ia sangat menyukai rasa manisnya... Sementara pamannya yang melihat gerakan panas itu akhirnya melonggarkan dasi yang seakan mencekik lehernya. Leher mulus nan jenjang itu begitu menggoda ketika gadis itu terus menelan cairan putih tersebut, membuat pamannya membayangkan sesuatu yang biasa mereka lakukan. Jane menghela nafas panjang, setelah ia menghabiskan tanpa sisa cairan yang ada digelasnya tadi. Gadis itu menaruh gelasnya ketempat pencucian tanpa sadar ada sepasang mata tajam yang memperhatikan gerak gerik tubuhnya sedari tadi. Jane berbalik bersandar pada tempat pencucian tersebut, ia menjilat bibirnya sendiri ketika dirasa masih ada sisa s**u tersebut. Seketika mata pria itu menggelap, Jane yang akhirnya merasa bahwa dirinya diperhatikan hanya dapat tersenyum simpul. "come here kitten!" ucap Arthur dengan nada tenang serta menepuk pahanya dan memundurkan kursi agar gadis itu dapat duduk dipangkuannya. Seperti telah terbiasa dengan panggilan itu, Jane menganggukinya. Ia melangkah menuju Arthur, mendudukan dirinya secara perlahan didaerah panas itu sementara jemari kekar pamannya mengelus pelan pinggul hingga bokongnya. Kedua tangan Jane merangkul pundak Arthur, berpegangan pada bahu tegap pria yang umurnya sudah sangat matang tersebut. "you're a badgirl, apa kau mencoba menggodaku, hm?" tanya Arthur tanpa gadis itu berani menjawab. Satu kesalahan akan berakhir hukuman baginya, dan Jane tidak ingin mengeluarkan satu katapun tanpa berpikir dua kali. "berbalik!" titah Arthur, Jane mengerti akan maksud pamannya itu. Tubuhnya berbalik secara perlahan dengan perut menopang tubuhnya diatas paha pria itu. Jane telungkup diatas pangkuan Arthur, membuat bongkahan kenyal bokongnya menjadi santapan jemari besar milik pamannya itu. Plak! "ah..." Jane menjerit, makanan paginya hari ini adalah lagi-lagi hukuman dari pria itu. Dan entah mengapa Jane menyukainya. "Uncle, i want my breakfast" ucap Jane, wajah Arthur mengeras. Meskipun wajah tampan itu selalu datar, namun dalam hatinya ia menyeringai. Iblis dari dalam jiwanya berbisik untuk segera meniduri keponakannya yang sungguh membuatnya gila ini. "you want your breakfast huh?" "yes uncle" jawab Jane setengah mendesah. "c*m for me, little one!" titah Arthur, jemarinya lalu bergrilya dibagian sensitif Jane dibalik pakaian dalamnya. Jane terus mendesah kuat, jemari Arthur begitu keras dan besar. Seperti sesuatu yang selalu menyeruak kedalam dirinya, Jane bahkan membayangkan mendapat hukuman dipagi hari ini lebih dari itu. Tapi pertama, ia harus dapat mengontrol dirinya agar mendapat keinginannya. Dengan mengikuti seluruh perintah pamannya. "oh, Uncle..." jerit Jane, pria itu bersemangat menyeruak keluar masuk dibagian milik Jane, begitu seterusnya tanpa perduli jemarinya yang kian basah karena gadis itu. "oh, f**k!" cecar Jane ketika cairan kental itu membanjiri jemari Arthur, Jane yang terengah-engah membuat Arthur tersenyum puas. Ia mengangkat tubuh Jane dengan mudahnya keatas meja dan mendudukan tubuh yang mulai lunglai itu. "goodgirl" puji Arthur yang segera menciumi wajah cantik yang kini dihiasi oleh peluh itu. "what do you say?" tanya Arthur menuntut sebuah jawaban. "thanks master" ucapnya lalu menyandarkan kepala didada milik Arthur sementara pria itu memeluk tubuh mungil yang telah melakukan pelepasan paginya. "itu adalah hukuman jika kau berani menggodaku" ucap Arthur yang hanya dibalas gumaman gadis itu. Arthur menggendong Jane ala bridal style, layaknya seorang bayi Arthur mengangkat tubuh mungil itu menuju kamarnya. Merebahkan Jane yang masih lemas serta tak lupa menaikan selimut gadis itu hingga menutupi seluruh tubuhnya. "tidurlah Jane, Uncle harus pergi bekerja" ucap Arthur, Jane hanya tersenyum menanggapi dan tak lama pria itu menjauh lalu menutup kembali pintu kamarnya. Dan begitulah, hari-hari yang dilalui Jane. Setelah selesai dengan aksinya Arthur bersikap seperti tidak ada yang terjadi. Seperti tidak ada yang perlu dikhawatirkan, padahal Jane sendiri mencoba mati-matian agar hubungan terlarang ini tidak tersebar kemana-mana. Apalagi sampai awak media tahu, itu akan membuat ibunya yang berada di London akan mengetahui perbuatan gila yang ia lakukan dengan pamannya sendiri.

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook