Manda pun sama bahagianya. Bibirnya tersenyum lebar dengan kedua tangan terlentang bebas siap memeluk Rian, pujaan hati yang lama tak ia jumpai. Sayangnya cowok itu melewatinya sampai Manda bergumam "Eh," keterkejutannya berubah jadi rasa kagum karena Rian lebih dulu memeluk Jane. Kedua orang berstatus ibu dan anak itu terlihat begitu syahdu melepas rindu. Manda mengangguk-angguk maksum. Kalau sama Jane dia gak akan cemburu, kok. Iyahlah.., tanpa Jane gak mungkin ada Rian. Randi menepuk punggung Rian. Ia juga mau gantian memeluk anak bujangnya itu. Rian mengendurkan pelukkan meski Jane masih tersedu. Diambilnya tangan sang Ibu dan dicium begitu patuh.
"Assalamuaikum, Mi" lirih Rian dibalas gumaman "Walaikumsalam anakku." dari bibir Jane.
Kini, Rian bergantian memeluk Randi. Mereka sama rapatnya. Cuma bedanya Randi mencengkram erat punggung Rian sampai tercetak jelas dari belakang hasil olahraga Rian selama di New York. Manda menitikkan air mata. Ia selalu gak kuat ketika diminta melihat pertemuaan ayah dan anak. Mungkin, karena ia yang lebih banyak dirawat oleh ayahnya sebelum beliau pergi ke alam baka. Randi hanya memeluk Rian sebentar. Ia tahu ada satu orang lagi yang tunggu dipeluk manja. Lewat matanya ia menunjuk Manda.
"Gih, dia udah kangen banget sama kamu. Sampai semalaman gak bisa tidur," desis Randi. Ia tahu karena Manda bolak-balik ke dapur, ruang tamu sampai ruang keluarga. Seolah begitu gugup menghadapi saat ini. Rian tersenyum miring. Ia malah merangkul Randi dan mengamit tangan Jane.
"Yuk,"
Manda linglung. Kok ditinggal. Langsung hatinya merasa seperti anak kecil yang ditinggalkan ibunya akibat tantrum. Bukannya belajar dari pengalaman. Manda malah merengek semakin jadi.
"Rian.., aku ditinggal!" suaranya serak, ada kekecewaan. Takut Rian melupakannya. Rian terkekeh, ia senang menggoda Manda, nanti dia sendiri yang rayu dengan dibaik-baikin, dielus-elus. Untungnya punya pacar yang kalau ngambek cuma sebentar. Habis nangis malah semakin imut dan manjanya keterlaluan. Juga.., kalau dikerjain malah maunya nempel, tuh gini!
Manda gak peduli. Ia berlari dan melingkarkan tangannya di pinggul Rian. Seakan tidak ingin kehilangan bagiannya menikmati tubuh Rian yang sejuk.
"Jangan tinggalin aku. Aku udah nungguin kamu!"
Randi dan Jane menjauh. Mereka cuma bisa geleng kepala karena sikap Rian. Maaf,ya anaknya suka jail membuat perasaan orang layaknya roller cooster dijatuhkan lalu dinaikkan, kadang sebaliknya, setelah disanjung lantas dicaci- seperti "Jelek," Tapi bener deh.., setelah ini Manda pasti bersikap takut kehilangan.
Rian berbalik. Memandang Manda dengan hidung memerah. Gagal riasannya. Mungkin ia sudah jelek sekali, fikir Manda.
"Nangis," cengesan Rian sembari melap pipi kekasihnya.
"Kamu gak lihat aku?" Mata Manda menerjap perlahan. Rian menjawab "Mana mungkin. Kamu segede ini," Waktu bilang ia malah mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Manda. Sekarang ia lebih tinggi sampai rasanya Manda bisa ia ketekin. Tapi Manda, kok makin menciut gini. Ini Rian lagi sarkas atau sombong, sih? Tapi, tetap saja sama-sama nyebelin.
"Kamu mau ngatain aku,'kan?" Manda mendorong bahu Rian. Bukannya menjauh. Rian malah memeluknya erat.
"Habisnya kamu gak jawab chat aku semalam. Kamu tahu aku terus kepikiran kamu saat di dalam pesawat. 21 jam aku gak tidur sama sekali karena nunggu balasan kamu. Sebenarnya kamu kemana?" risak Rian yang marah, perihal chat 'good nite' yang gak Manda balas.
Manda membulatkan mata. Eh, kudu balas,ya. Dia malah gak peka lho. Namanya juga pacaran sudah 4 tahun jadi soal gituan sudah ia anggap seperti rutinitas biasa. Namun nyatanya, pacarnya yang protektif itu ngambek sampai tega balas dirinya. Mau marah jadi gak jadi deh!
"Yah, maafin aku. Soalnya aku sibuk.." jujur Manda meski gak sepenuhnya. Ia gak mau bilang seharian sibuk mempersiapkan pesta penyambutan Rian. Ingat ini suprise party darinya, Jane dan Bik Sumi.
"Sibuk," kutip Rian cemberut. Gak tahu yah. Dia rasanya mau mati waktu tahu gak ada kabar dari Manda. Mana di dalam pesawat ia gak bisa memakai ponselnya dengan leluasa. Sungguh, itu perjalanan paling menyiksa untuknya. Sampai di sini. Rian langsung mengecek ponsel dan ternyata cuma diread doang sama Manda. Bikin gemes gak, tuh!
"Kamu sibuk apa?" tanya Rian seraya menggandeng tangan Manda untuk ke parkiran. Sedang orangtuanya sudah jalan lebih dulu.
"Aku gak boleh ngomong. Karena ini rahasia," Manda terdengar sangat mantap sekali seakan ia lebih cerdik dari Rian soal menjaga rahasia. Sayangnya Rian punya cara lain menggorek informasi dari bibir kekasihnya.
"Oh,ya?" Rian memperhatikan Manda. Ia terlihat sangat gembira dan Rian lega. Akhirnya Manda bisa merelakan kepergiaan ayahnya. Sebelumnya Manda masih suka murung. Tapi mungkin benar. Waktu adalah obat yang terbaik, kata ikhlas itu akhirnya mengisi relung hatinya yang terdalam. Rian menunduk sesekali menciumi tengkuk bagian bawah telinga. Manda menggeliat. Ia malu. Ini,'kan masih di bandara.
"Rian," serunya seraya terkekeh. Rian semakin aktif menggoda. Ia meniup rungu Manda.
"Kasih tahu dong rahasianya," gumam Rian setelah meniup bagian paling sensitif di diri kekasihnya.
"Gak ada rahasia. Cuma suprise party biasa kok. Iih Rian," Manda menjauhkan badan Rian. Sepertinya ia harus tahan digondoli Rian kemanapun. Cowok itu kalau sudah dekat dia mirip ular piton ingin membelit mangsanya.
"Oh, suprise party," Rian berdesis sambil tertawa. Gampang sekali membuka rahasia dari bibir Manda.
Karena gumaman Rian. Manda baru sadar ia sudah menyalahi amanat dari Jane.
"Eeh, tapi jangan bilang mami kalau aku keceplosan." Ia berhenti jalan, sembari menutup bibirnya. Rian menggidikkan bahu. "Turutin gak,ya?" komentar itu menyakinkan Manda kalau Rian bakalan bocor juga.
"Awas kamu bilang sama mami!" Manda menuding Rian pakai telunjuknya. Rian terkekeh geli.
"Wani piro..," ledeknya minta dicubit ginjalnya.
***
Selly, tunggu..!" Ibas sudah mewanti Selly untuk menunggunya di parkiran. Tetapi, gadis itu malah jalan duluan.
"Sel, kamu marah aku ketemuan dulu sebentar sama Dokter Michael?" Sedang mengobrol intim dengan Selly. Michael menelpon, melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda. Karena penting, Ibas gak bisa mengabaikan.
Selly tetap jalan dengan langkah lebar. Ia bergumam dalam hati,
'Ah, benar. Aku memang belum benar-benar pacaran dengannya. Tidak ada hukum yang mengharuskan ia mengatakan semua hal. Termasuk memberitahuku siapa saja mantannya. Tapi kenapa rasanya aku gak rela. Apa ini sekedar perasaan manusia pada umumnya. Sebelumnya, Ibas mengatakan rindu padaku. Setelah itu, wanita lain ikut-ikutan dan mengaku sebagai mantanmu. Apa aku terlalu tidak tahu diri kalau marah seperti ini. Hanya mendengar satu kalimat. Pertahanan selama 4 tahun goyah begitu saja. Tidak, aku gak boleh terbiasa. Karena keterbiasaan itu begitu melenakan. Aku gak mau hidup bergantung pada cinta yang tak pasti. Secinta apapun aku kepadanya, setidaknya aku tidak boleh bersikap amat membutuhkannya,' Kadang-kadang bergantung kepada sesama manusia itu sangat menakutkan. Sedikit saja dikecewakan, hati bisa hancur lebur. Paling gila, kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri. Selly tidak mau jatuh kesana. Sebagai anak pertama, Ia memang cukup keras kepala.
Ibas berhasil mengejarnya. Ia menarik tangan Selly begitu saja.
"Kenapa lagi, kamu mau pergi lagi dari aku?"
"Iih, kata siapa. Jam ngajar aku sudah selesai. Sekarang aku harus pulang dong," ujarnya. Ibas menealah ucapan Selly.
"Jadi besok kerja lagi kan disini?" Ada harapan dari caranya bicara pada Selly.
Selly menatap jutek "Iyahlah. Aku harus dapat bayaran. Aku sudah 2 hari kerja masa gak dibayar," gerutuannya membuat Ibas cengir. Jadi cewek nyebelin yang minta bayaran setengah hari kerja itu ternyata pacarannya. Kalau gini mah, jangankan p********n gaji di muka. Hati abang saja buat adek!
"Iyah benar. Dan kamu harus kerja minimal 3 bulan agar mendapat p********n," beber Ibas ingat dengan laporan Bella. Baru kali ini ia bersyukur dengan ke'inisiatifan Bella.
"Nah itu aku kesel. Masa mesti 3 bulan sih." Selly cemburut. Merelakan gajinya sayang. Dijalani ketemu ayang. Eh, gimana?!
"Siapa sih yang bikin peraturan gitu." Lanjut Selly komat-kamit. Ibas terkekeh, "Aku orangnya. Aku yang bikin peraturan itu. Tapi kalau aku tahu kamu. Malah bukan cuma 3 bulan. Tapi selamanya.., selamanya kamu gak bisa pergi dariku," ujar Ibas percaya diri. Selly memandang Ibas dengan mata malas. Pantas isi peraturanya nyebelin. Orangnya nyebelin gini, kok!