Selly menarik tangannya. Pura-pura jual mahal. 'Kejar kek, kejar kek!' gumaman dalam hati. Agak takut juga Ibas gak kejar dirinya. Yah masa kudu balik lagi. Gengsi dong! Kalah sama ibu-ibu yang kalau nawar di pasar malam pura-pura gak butuh biar dipanggil lagi sama abangnya.
"Eeh, tunggu!" pekik Ibas.
'Yes,' sesaat Selly ber'euforia di dalam benaknya. Sekarang pura-pura jalan lagi. Tapi kali ini dengan langkah pendek-pendek. Tidak sampai satu menit Ibas sudah mencekal tangan Selly.
"Aahk, lepasin!" ucapnya tapi gak berusaha menarik tangannya. Ibas mengulum senyum sewaktu sadar.
"Dasar ratu drama!" cicitnya. Gak Selly, gak Manda sama saja. Kelakuan sahabat tuh kadang 11-12 memang. Lantas ia memeluk tubuh Selly dari belakang. Ibas sangat suka mendekap Selly seperti ini sembari mencium aroma sampo yang menguar dari rambut si gadis. Lagipula, posisi ini nampak seperti ia sangat melindungi Selly.
"Kalau gini kamu masih kepengen jalan lagi!" Mata Ibas melirik ke dekapannya yang melingkar di perut Selly. Jangan paksa dia buat menaiki pegangan jadi lebih ke atas.
"Kamu mau ngapain sih, Bas?!"
Ibas gak mau neko-neko kok. Asal Selly menurut padanya. Sebelum menjawab Ibas mengendurkan pelukkan. Ia mengacak rambut Selly.
"Mau anterin kamu pulang," ujarnya sudah menggandeng Selly.
Ibas memasukkan Selly ke mini cooper dengan sistem atap terbuka. Selly mencibikkan bibir.
"Ini mobil kamu?"
Ibas tersenyum bangga. Gimana, Selly suka kan. Warnanya juga sesuai dengan warna kesukaan Selly. Itu artinya Ibas masih mengingat jelas tentangnya.
"Norak!"
Lho.., kok. Tidak mau terpancing emosi. Ibas masuk di belakang stir setelah Selly duduk di sampingnya.
"Mobil kamu pelit. Cuma muat empat orang." gerutu Selly karena gak tahu harus membahas apa di depan mantan yang sialnya makin ganteng setelah ditinggal. Ibas menggeleng lantas berniat menggoda Selly.
"Emangnya mau ngapain muat banyak. Kamu mau anak kita nanti banyak,ya?" Karena ucapannya Selly jadi merinding. Bulu kuduknya naik seakan yang di sebelahnya itu hantu.
"Kalau iyah. Kamu tenang saja. Nanti aku beli bus buat keluarga kita!" lanjut Ibas seraya menarik tuas rem. Selly menabok lengannya tiba-tiba.
"Beli bus. Memangnya kamu fikir sebanyak apa?" Apa Ibas fikir.., melahirkan itu gampang sampai Selly diminta produksi satu bus.
"Nanti kita buat ke sebelasan," sahut Ibas asal. Selly mendelik bibirnya protes.
"Enak aja. Capek, Bas!" Selly langsung berfikir merawat dan membesarkan anak sebanyak itu pastinya amat lelah, bukan?
Tapi Ibas tidak habis menggodanya "Tenang saja. Nanti aku bantuin kok. Bantuin bikinnya..." canda Ibas bikin Selly tekanan jantung.
Di jalan Ibas betul-betul mau tahu kabar Selly setelah berpisah dengannya. Ia tidak ingin menerka-nerka lagi. Saatnya Ibas mengungkapkan semua pertanyaan yang bersarang di d**a.
"Gimana hidup kamu tanpa aku. Apa kamu lebih bahagia setelah malam itu?" Ia bertanya ke inti. Meski Ibas juga merasa harus menyiapkan hati mendengar jawaban Selly. Ibas hanya takut Selly mengatakan ia lebih damai tanpanya.
"Hidup aku?" kutip Selly hambar. Tak ada yang bisa ia banggakan selama 4 tahun ini selain lulus kuliah dengan nilai pas-pasan. Selebihnya hanya terisi rutinitas mencari pekerjaan dari satu sekolah ke sekolah lain. Beda sekali dengan Ibas yang tahu jalan hidupnya akan seperti apa, karena dirinya pewaris rumah sakit besar di ibukota.
"Setidaknya aku menjalani hidup dengan baik. Aku membayar kostan juga makananku dengan hasil kerja kerasku sendiri," beber Selly. Ibas mengangguk sambil merenung. Apa dia salah mentertawakan sikap Selly yang minta gaji setengah harinya. Mungkin saja, uang itu begitu Selly harapkan. Diam-diam Ibas merasa sudah salah presepsi. Gak semua orang kan bisa rela mengikhlaskan hasil kerja mereka.
"Terus..," cicit Ibas ingin tahu lebih jauh. Misal, apa Selly sudah pernah pacaran lagi setelah dengannya.
Selly menengok ke Ibas dengan tatapan memincing serius. "Hidup aku memang gak seru. Gak ada yang bisa aku ceritain ke kamu. Tapi aku selalu bersyukur. Yah.., setidaknya aku menganggap seperti itu!" tegasnya. Ibas tersenyum manis kearah Selly. Tanpa aba-aba mendorong kepala Selly dan mengecup rambut sampingnya.
"Ibas.., Iih! Kamu tuh masih suka sembarangan. Aku gak suka.., hah!" Selly memukul lengan Ibas bertubi. Ibas tetap teguh menahan serangan Selly dalam diam. Sebentar saja ia memekik agar Selly tenang.
"Aku bakalan lakukan lebih dari ini kalau kamu gak bisa diam!"
Sesaat keheningan menaungi keduanya. Ibas bertanya lirih.
"Kostan kamu dimana?"
Nyatanya Selly sudah pindah tempat. Ia gak lagi ngkost tetapi memilih rumah petakkan kecil supaya bisa memboyong adik lelakinya yang tahun ini mulai masuk SMA. Dirga, remaja belasan tahun. Saudara Selly satu-satunya. Dan sebagai kakak, ia ingin memberikan contoh terbaik untuk Dirga.
Sebentar saja mereka sampai di rumah petakkan.
"Kamu gak mau ikut turunkan, Bas?" Selly mewanti agar Ibas tetap duduk di mobilnya. Sayangnya Ibas juga keluar dan berdiri di samping.
"Di rumah ada adik aku. Aku gak mau dia kaget" Ibas tidak bereaksi. Malah bagus, ia ingin sekalian mengenal keluarga besar Selly. Sampai di depan pintu, Ibas memberi salam. Tapi tidak ada tanda-tanda orang di dalam.
"Adik kamu lagi main?" tanyanya. Selly mencibikkan bibir. Mengeluarkan konci rumah. Terpaksa jujur kalau Dirga belum tinggal di sini.
"Adik aku masih di rumah. Tapi bentar lagi juga sampai sini kok," katanya pongah. Selly cuma mau berlindung atas nama Dirga dari buasnya Ibas. Ia bahkan membuka pintu lebar. Gak mau Ibas berbuat macam-macam. Tanpa disuruh, Ibas masuk ke rumah kelewat biasa itu. Ia memindai, seakan menerawang kehidupan Selly di sini.
"Kamu udah lama tinggal disini?!"
"Yah.., adalah sekitar setahun yang lalu aku pindah kesini," jawab Selly masih di depan pintu. Ibas mengulurkan tangan.
"Kalau jomblo. Udah berapa lama?" Ibas menjebak Selly. Meski ia takut Selly bilang dirinya lagi menjalin hubungan dengan lelaki lain.
"Kamu ngomong gitu bukan karena kamu mikir aku gak bisa nemuin cowok yang lebih ganteng dari kamu,'kan?" Setidaknya Selly ingat. Ibas itu narsisme tinggi. Paling, ia ingin membanggakan diri sebagai sosok yang sulit dilupakan karena ketampanannya.
Ibas menyukai ucapan ketus Selly. Berarti gadis itu masih mengakui ketampananya.
"Sekarang kamu bisa pergi. Aku sudah sampai rumah dengan selamat. Gak perlu berusaha nemenin aku sampai Dirga sampai. Aku bisa sendiri. Jadi, sekarang kamu bisa kembali ke asal!"
Selly mendorong punggung Ibas. Namun cepat Ibas membalikkan posisi mereka. Ia memepetkan punggung Selly ke tembok.
"Bas," Selly berusaha melonggarkan cekalan Ibas di pergelangannya. Apalagi tatapan Ibas jadi berubah ganas. Ada apa dengan pria itu. Atmosfer yang ia keluarkan sangat berbeda dengan tadi. Ia terlihat marah juga merindu disaat yang sama. Selly jadi membuang pandangan. Ia gak ingin menatap Ibas karena takut hilang arah.
"Bas, pintunya masih ke buka," cicit Selly. Ibas melirik ke daun pintu. Sebentar menutup pintu sesuai arahan Selly. Saat itu Selly pakai untuk menggosok pergelangannya. Sekian detik Ibas kembali ke hadapannya. Melihat Selly berusaha memegangi tangannya. Ibas mengambil tangan kecil itu. Meniup bagian yang sedikit memerah. Memberikan kecupan berlanjut ke telapaknya.
"Jangan terluka lagi karenaku!" lirihnya dalam kecupan yang bisa menaiki imun Selly. Mata Selly berkaca-kaca mendapat perlakuan selembut ini. Ia gak bisa bilang apapun. Tapi juga gak bisa membalas perbuatan Ibas dengan membelai kepalanya yang tepat di mata meski Selly sangat ingin.
Alih-alih membelai surai Ibas. Selly malah mengepal tangan satunya lagi kuat.
"Bas, udah!" ucap Selly pelan. Ibas terdongak, menatap Selly dengan pandangan memancarkan cinta. Semakin membuat Selly salah tingkah. Ia menarik nafas dalam.
'Tenang, Sel.., Ibas itu anak-anak. Bocah. Dia murid kamu. Gak mungkin kamu punya hubungan sama cowok yang hampir sepantaran sama Dirga!' benaknya berusaha mengingat posisi. Walau Dirga dan Ibas berbeda. Dirga baru 16 tahun. Sedang Ibas, pria muda 22 tahun. Terlebih, ia lebih dewasa dari yang Selly kira. Pengalamannya hidup sendiri yang memaksa Ibas tumbuh lebih keras dari anak seusianya.
Seakan tahu kerisauan dalam tatapan Selly. Ibas mengukung sang gadis diantara lengannya yang di tempelkan di dinding.
"Aku akan berusaha jadi lelaki terbaik supaya bisa sepadan denganmu!" ucapnya penuh kesungguhan. Percayalah hanya ada satu gadis di hatinya. Gadis yang kini di depannya dan rasanya Ibas mau merengkuh tubuh Selly untuk selamanya.