Hari ini benar-benar sial untuk Dave. Segala sesuatu yang telah ia persiapkan tentang rapat kerjanya bersama kolega dari Kuwait, seolah lenyap satu persatu entah ke mana.
Dave tampak kacau ketika berbicara di depan banyak pasang mata. Konsentrasi diri yang hilang bahkan membuatnya salah memanggil nama Lucy menjadi Kim dan hal itu sungguh membuatnya tampak menggelikan.
Ya, Dave melakukannya tadi. Dua kali salah menyebut nama Lucy membuatnya menjadi bertanya sebelum memperbaiki kesalahan bosnya, “Kim? Maaf, Tuan. Namaku Lucy, bukan Kim. Apa Tuan ingin kubawakan secangkir kopi kemari?”
Dave yang kebingungan pun menjadi ikut bertanya, “Egh? Apa katamu?”
“Iya. Secangkir kopi, Tuan. Kurasa Anda benar-benar membutuhkan secangkir kopi, karena hal seperti ini harus segera diakhiri, sebelum Anda bertemu dengan Nona Sasha nanti.” Jawaban yang Lucy berikan, membuat kedua bola mata Dave membesar seketika.
Glek!
“Itu bukan urusanmu, Lucy! Pergilah sekarang! Katakan pada pekerja agar menyiapkannya juga untuk mereka!” sahut Dave secepatnya ikut berbisik seperti apa yang Lucy lakukan, dengan penekanan di setiap ujung kalimatnya.
Lucy sempat menarik satu sudut bibirnya ke atas,sebelum ia berusaha menahan tawanya dan berbicara, “Baiklah, Tuan. Maafkan aku.”
Kedua pipi Dave terasa begitu panas ketika Lucy tidak berada di sekitarnya lagi dan sejumlah umpatan, akhirnya terlontar dalam hatinya.
Sasha Williams. Ya, Sepertinya Dave membutuhkannya untuk menghabiskan sisa hari ini. Laki-laki itu akan membuat semua bayangan tentang Kimberly Jhonson memudar dari dalam ingatannya, karena memang sudah seharusnya begitu. Alhasil setelah beberapa jam berlalu, pertemuan sial itu pun berakhir juga, meskipun keputusan yang mereka berikan sedikit mengecewakan untuk Dave.
Pria berusia tiga puluh tiga tahun itu berusaha menawarkan satu pertemuan lagi dengan sejumlah keuntungan yang begitu menggiurkan, dan ya begitulah. Mereka pada akhirnya menerima dengan cacatan hal tersebut terjadi di minggu berikutnya.
Selepas Dave menyanggupi dan mengantarkan rombongan tersebut sampai di lobi utama kantor, kedua kakinya pun bergerak ke arah pelataran parkir.
Naik ke atas mobil untuk segera menemui Sasha adalah tujuan Dave, “Hi, Honey.”
“Honey, kau datang kemari? Oh, senangnya! Bukankah ada rapat penting hari ini? Kenapa kau datang?” Lalu sekitar dua puluh menit kemudian, Dave sudah sampai di penthouse milik Sasha dan wanita berambut merah itu begitu terkejut melihat tunangannya ada di sana.
Binar bahagia terlihat jelas dari kedua netra biru Sasha, tapi entah mengapa perasaan Dave menjadi semakin kacau setelah melihat wanita itu.
Ciuman hangat yang biasa mereka berdua lakukan ketika bertemu kembali, bahkan tak Dave berikan untuk Sasha, berganti dengan kalimat datar yang sungguh tidak enak untuk di dengar, “Apa kau tidak suka aku datang kemari?”
Tak urung, binar bahagia tadi memudar seketika dari wajah cantik Sasha. Ia memajukan bibir bagian bawahnya ke depan, sebelum melontarkan semua rasa kesalnya pada Dave.
“Pertanyaan macam apa itu? Bodoh sekali. Apa kau lupa aku bahkan menyukai cara tidurmu yang mendengkur? Oh, yang benar saja, Tuan Brown? Kau sungguh sangat menyebalkan!”
Alhasil, yang bisa Dave lakukan adalah kembali ke tujuan awalnya, “Maaf, Honey. Aku hanya lelah saja hari ini. Kolega dari Kuwait itu terlalu banyak bicara, jadi aku membutuhkan makanan penutupku.”
Super gila. Tanpa menunggu, Dave mengatakan bagian terbodoh yang beberapa jam lalu sudah berakhir dengan versi sebaliknya dan Sasha pun menjerit setelahnya, “Honey, kau— Hemph .... Ough, Dave!”
Ya, Dave menerkam Sasha seusai mengarang bebas, agar obat yang wanita tiga puluh tahun itu berikan nantinya, dapat berfungsi dengan baik.
Dave menghimpit Sasha setelah menutup pintu penthouse menggunakan satu kakinya, dan tujuannya adalah sofa panjang berwarna cokelat muda keemasaan dengan kombinasi warna kuning gading, yang berada tak jauh di depan sana.
Brugh!
Suara itu pun terdengar ketika Dave dan Sasha sudah jatuh terlentang, tapi bibir mereka berdua masih saja saling berpagutan tidak terlepas sama sekali. Sasha terlihat begitu menikmati saat Dave mulai berselancar menciptakan rasa hangat, sebab kelopak matanya masih saja tertutup seperti biasanya.
Jari-jari lentik Sasha bahkan sudah membuka satu per satu kancing kemeja putih yang saat ini Dave kenakan, jadi yang bisa ia perbuat adalah menyuruhnya untuk sedikit menuntu.
“s**t! Let’s play the games, Honey. Ough, yeachh ...”
Bibir dan lidah panas Sasha menari-nari di sepanjang leher dan juga d**a Dave, dan jangan bertanya lagi apa yang terjadi pada mereka.
“I want you right now, Dave!”
Dave seolah pasrah melepaskan satu per satu beban di isi kepalanya, tentang sosok Kimbery Jhonson yang begitu rumit dengan kegilaan Sasha padanya, “I’m yours, Honey. Let’s do it.”
“With the pleasure, Dave ...” Namun Dave tidak tahu adalah, apakah Sasha mampu melakukannya.
Cup
Wanita berambut merah itu terus menghadiahi kecupan, membuat sejumlah bulu menjadi semakin basah.
“Ough, shitt!” Lalu tidak sampai sepuluh detik kemudian, Sasha sudah memasukkan satu nipplee di dadaa Dave ke dalam mulutnya dan membuat sang tunangan bergejolak.
Aliran darah Dave seolah turun dan berkumpul ke satu titik yang berada di pangkal pahanya. Menuntun jari-jarinya untuk secepat mungkin membuka risleting celana, saat Sasha tiba-tiba saja berhenti memainkan nipplee di dadaanya.
Ketika Dave hendak meloloskan kemeja dan celana, Sasha menghentinya, “Kau ingin aku yang melakukannya, Dave?”
Alhasil, dengan kabut gairah yang semakin membumbung tinggi, Dave pun meyakinkannya, “Tentu saja, Honey. Apakah ada yang salah?”
Ya, benar. Ada yang aneh dengan tatapan mata Sasha saat itu. Kobaran gejolak yang beberapa detik lalu tersulut, seakan padam terkena titik-titik hujan.
Mau tak mau, Dave pun segera memutar otak pun besiap memutar otak untuk mencari kalimat balasan, tapi nyatanya Sasha memilih untuk lebih dulu memberi jawabannya, “Ya. Apa kau ingin kita mencoba bagian lainnya saja? Em, ak..ku ... a..aku sedang mendapatkan tamu bulananku saat tiba dari apartemenmu tadi pagi, Honey.”
“Oh, shiit!” Tentu saja Dave jadi mengumpat keras di sepersekian detik kemudian sembari mengusap kasar wajahnya, dan itu mungkin bukan tanggapan terbaik untuk Sasha.
Terbukti, wanita itu lantas menawarkan hal yang selama ini tak pernah Dave sukai ketika mereka sedang berbagi kehangatan, “Tapi kita bisa melakukannya dari—”
Akibatnya, amarah Dave pum tersulut seperti potongan-potongan kayu yang terbakar di dalam tunggu perapian dengan api yang menyala merah.
“Cukup! Kau tahu dan kau selalu mengatakannya! Aku tidak ingin itu, jadi buat saja seperti apa yang biasa kita lakukan tanpa mencoba hal-hal baru lainnya!” Mengeram dan menahan diri, Dave berusaha memotong kalimat yang akan Sahsa keluarkan untuknya tanpa mau menunggu lagi, karena laki-laki tiga puluh tiga tahun itu sudah tahu apa maksudnya.
Meski begitu, bukan berarti Dave akan diam dan pergi ke kamar mandi untuk meredam api gairahnya, “Dave—”
Dave menjulang di depan Sasha sembari menanggalkan satu demi satu pakaiannya dengan pasti, lalu setelah itu rahang mulus wanita itu ia belai di sana.
Saat sejumlah gairah sudah kembali menyala ketika Dave membayangkan Kimberly Jhonson, tanpa banyak berkata lagi, ia mengarahkan miliknya untuk masuk ke dalam mulut Sasha, “Sstt ... Put my juniorr in your mouth, Honey. I can’t wait anymore! Damn it!’
“Hemph!”
Dave benar-benar tak peduli Sasha akan kesal atau tidak atas perbuatannya yang sedikit memaksa tersebut, sebab wanita itu harus segera mengobatinya. Ya, mengobati. Dave Brown adalah seorang pesakitan dan Kimberly Jhonson, entah mengapa masih saja menjadi penyebab utamanya hingga di detik ini. Merusak sistem limbik miliknya, nyaris bertahun-tahun lamanya tanpa tapi.