PART 8

1219 Words
“Kau tidak ingin makan siang sebelumnya?” tanya Dave pada Kim sembari menatap lurus ke jalan bebas hambatan di depannya. Hm, begitulah. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil dan tujuannya adalah mengantar Kim ke apartemen milik Dave. Keduanya sempat berdebat alot di lobi Brown Corporate. Bukan hanya menjadi bahan konsumsi Tuan Stanton saja, melainkan juga untuk seorang Greg Louis. Sopir pribadi Dave itu pun ikut dibuat penasaran, siapa gerangan wanita yang berdiri di samping majikannya. Alasannya tentu saja karena sifat keras kepala Kim yang sejak dulu tidak pernah hilang, “Aku sudah kenyang dengan apa yang disajikan oleh sekretarismu tadi, Dave. Lagi pula aku bukan anak kecil, jadi jangan bersikap berlebihan, seolah kita masih sama seperti yang dulu! Semua hanyalah bagian dari masa lalu!” Deg! Wanita tiga puluh dua tahun itu bahkan masih saja membawa sisa perdebatan mereka hingga ke dalam mobil yang Greg kendarai, jadi jangan salahkan bila Dave pun melakukan hal yang sama, “Aku hanya ingin membalas semua yang pernah Ayah dan ibumu berikan padaku, Kim. Hanya itu!” “Ya, lakukanlah. Balas saja semua hal yang pernah Ayahku lakukan padamu, termasuk terus menyakiti aku jika kau mau! Aku memang wanita yang payah karena tidak bisa menentang kata-katanya. Jadi kau boleh— Hemph! Dave— Hemph!” Sialnya, Kim sepertinya salah dalam menangkap apa yang Dave katakan. Sampai-sampai ia dengan mudah masuk kembali ke dalam masa lalu mereka dan membuat sang CEO menjadi murka. Bersamaan dengan lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah, Dave pun melepas sabuk pengamannya dan secepat kilat meraih bibir ranum Kim. Segala kerinduan itu ia salurkan di sana, meski dadanya terus-menerus dihadiahi pukulan. Bagai bongkahan batu karang yang menjulang tinggi tanpa mau menoleh ke bawah, pada akhirnya Kim membalas lumatan Dave juga, “Euh ....” “Ehem!” Gelombang panas yang Dave berikan sudah pasti tak dapat dihindari dengan mudah, sebab laki-laki itu membawa berjuta-juta perasaan mendalam untuk Kim, mengabaikan deheman Greg yang terkejut menatap mereka dari kaca spion kecil depannya. “Dave ...” “Yes, Baby girl ...” Mereka pun saling bertukar saliva, mengakses rongga mulut masing-masing sembari memejamkan kedua indera penglihatan dan sesekali mendesah. Tin! Tin! Tin! “Shitt! Greg Louis apa yang kau lakukan, huh? Cepat jalankan mobilnya!” Namun, semua tak berlangsung lama, ketika kesadaran membawa Dave dan Kim kembali berpijak di dunia nyata. Ya, mereka masih berada di dalam mobil dan juga lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau, membuat Dave lagi-lagi harus meluapkan rasa yang meletup-letup itu pada Greg akibat kelalaian. “Ma..maafkan aku, Tuan.” Chit ... “Demi Tuhan, Greg! Kau—” “Dave, sudah.” “Maafkan aku, Baby girl ...” Bersama surat decitan dari ban mobil yang Greg paksa agar melaju sekencang mungkin mengikuti interupsi sang tuan, Dave mengeluarkan kalimat yang tak jauh berbeda. Meminta maaf atas kegilaannya pada Kim barusan. Tin! Tin! Tin! Dengan sesekali mencuri pandang pada Kim yang tepat berada di sebelahnya, Dave menjadi sedikit berharap. Sayangnya, harapan hanyalah bagian daripada mimpi panjang yang selama ini tak pernah Dave temui ujungnya, saat Kim dengar suara bergetar berkata demikian, “Jangan lagi, Dave. Kuharap ... itu adalah hal gila terakhir yang kita berdua lakukan, sebelum semua ini benar-benar berakhir. Aku akan terluka dan mungkin ... kau juga begitu nantinya.” Brakh! Sebongkah batu besar, dirasakan Dave jatuh dan membentur tubuhnya hingga menjadi hancur berkeping-keping. Namun, Dave sendiri pun tidak punya pilihan lain selain mengabulkan permintaan Kim, “Ya, jangan lagi. Aku akan berusaha, Kim. Kau jangan khawatir.” Tak ingin berdebat lagi, perjalanan dari Brown Corporate menuju ke apartemen terjadi dalam keadaan diam seribu bahasa. Dave tidak berani berkata-kata dan Kim pun demikian. Meski begitu, perasaan yang meledak-ledak seakan tak pernah ingkar dari keduanya, “Kenapa dia? Tak bisakah pria aneh ini melepaskan tanganku?” “Biarkan seperti ini sebentar saja, Baby girl. Mungkin, besok aku sudah tak bisa melakukannya lagi.” Lebih-lebih saat Dave tak jua melepaskan kelima jari mereka yang saling bertautan, sejak kerinduan itu meluap di lampu merah tadi. Kim terus saja memperbaiki cara kerja jantungnya yang benar-benar tidak stabil akibat semua perbuatan Dave, membuang jauh-jauh. Namun, ia kalah dan semua terasa sama saja. Menjaga kewarasan, bahwa perjalananya di New York baru dimulai adalah cara yang dipilih Kim. Ia membuang semua pandangannya ke luar jendela mobil gedung-gedung perkantoran di sisi kirinya. “Jadi, Tuan. Apakah kita akan singgah untuk makan siang terlebih dahulu di tempat biasa?” tanya Greg yang menyadari kecanggungan pemilik Brown Corporate di kursi belakang. “Tidak!” “Iya!” Keduanya serempak menjawab dan ya ... itu adalah sebuah kebetulan yang menyebalkan untuk Kim, tapi tidak bagi Dave. “Jadi, Tuan—” “Aku tidak lapar, Dave! Sudah kukatakan—” “Perutku sudah terasa sakit dan di apartemenku tidak ada makanan enak apa pun selain cookies dan s**u cokelat, Baby girl,” potong Dave memberi penjelasan tentang tempat tinggalnya. “Nanti kau bisa memesan makanan cepat saji atau semacamnya, Dave. Aku baru saja tiba dari Texas dan ini sungguh melelahkan untukku!” balas Kim menepis tautan jari-jari mereka dan bersidekap, dengan tujuan agar Dave tak lagi menggenggamnya. “Jadi, Tuan?” “Tutup mulutmu, Greg. Tunggu sebentar!” Alih-alih membuat suasana mencair, sopir pribadi itu kini membuat suasana menjadi semakin kacau untuk Kim. Dave sebenarnya ingin segera menuruti keinginan Kim, tetapi isi kepala jahat menyuruhnya bermain-main sekali lagi. “Jika kau ingin kita segera ke apartemenku, maka kau harus member satu kecupan lagi di sini, Baby girl,” ucap Dave menaruh jari telunjuk ke bibirnya. “Kau gila, Dave Michael Brown! Apa kau memang sudah tidak waras lag— Hemph! Dave, cuk— Hemph!” Tentu saja Kim menolak mentah-mentah permintaan yang menurutnya sangat konyol itu, tetapi bukan Dave namanya jika ia tidak bisa mewujudkan keinginan gilanya. Entah keberanian dari mana Dave tiba-tiba saja bisa melakukan hal tersebut, dan berhenti setelah Kim menggigit keras bibir bagian bawa laki-laki itu, “Auw! “Baby girl, kau—” Plak! “Turunkan aku di sini, Sialan! Turunkan aku, Greg!” Tak sampai di situ, aksi bahkan berlanjut dengan hadiah manis, satu tamparan masih dari Kim untuk Dave. Greg yang sempat menoleh ke kursi belakang ikut terkejut, tapi tiga detik kemudian, ia tak bisa lagi menahan kekehan kerasnya. Untung saja alunan musik rock milik Blue Oyster Cult asal Stony Brook-New York itu terdengar keras dari ponsel pintar Dave. Greg pun secepatnya memakai kesempatan tersebur untuk menyingkirkan hawa panas yang berasal dari kursi bagian belakang, “Ponsel Anda berbunyi, Tuan. Mungkin itu dari Nona Sasha.” “Shitt! Diam, Greg!” “Berhenti, Greg! Aku bilang turunkan aku di sini sekarang! Kalian berdua memang sialan!” Brak! Namun, Kim tetap saja meronta, menendang pintu mobil meski ia tidak sampai membukanya. Tetesan air mata yang sudah tak dapat dibendung lagi, menjadi bukti bahwa Dave benar-benar keterlaluan. “Baby girl, kumohon tolong maafkan aku. Itu tadi aku hanya—” “Angkat teleponmu! Angkat dan jangan membuat kepalaku semakin sakit!” “Tapi—” “Angkat, Tuan Brown Yang Terhormat! Aku tidak akan bersuara!” Padahal sedari tadi Kim sudah berusaha untuk bersikap baik, menyembunyikan luka dan membangun sekat, yang pada akhirnya harus runtuh akibat perbuatan Dave.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD