7. Rumit

1072 Words
"Apaan, sih, Bang? Bercandanya nggak asik, ah. Emang bunuh orang gampang apa?" Senja tahu kalau Cakrawala memang jahat, tetapi untuk membunuh orang rasa-rasanya sangat tidak mungkin. Apalagi biasanya hanya sekedar menggertak dan melukai fisiknya sedikit. "Gue nggak bercanda, Senja. Kalo lo sama Arya sampe macem-macem, gue nggak akan tinggal diam," sanggah Cakrawala menggebu. "Ya ampun, Abang. Gue aja baru ketemu dia beberapa kali. Emang lo pikir gue cewek apaan? Terus maksud lo macem-macem itu yang yang kayak gimana?" tanya Senja tidak habis pikir. Dia melempar ponselnya ke tempat tidur dengan posisi masih tersambung. Sebenarnya Senja tahu maksud ucapan Cakrawala. Hanya saja, dia tidak mau tahu karena hubungan mereka sebatas kakak dan adik. Kalaupun memang ada hubungan, itu sama sekali bukan urusan kakak tirinya. "Ya, apa kek. Pokoknya gue nggak mau lo sampe deket-deket sama dia, gue nggak suka. Apalagi sampe pacaran, jangan sampe," sahut Cakrawala lebih menggebu. "Loh, emang kenapa? Perasaan nggak ada yang tahu, Bang. Sekarang mungkin gue sama Arya baru kenal dan nggak ada perasaan apa-apa. Tapi, gue nggak bisa jamin seiring berjalannya waktu." Meskipun Senja tidak yakin dengan apa yang diucapkan, tetapi dia tetap harus mengatakannya. Kalimat itu terlontar tidak hanya ditujukan Arya saja, tetapi pada siapa pun yang bisa merebut hatinya nanti. Jadi, seandainya ada pria yang Senja sukai, Cakrawala sama sekali tidak ada hak untuk melarang. "Karena lo cuman boleh jadi milik gue, milik Cakrawala. Nggak ada satu cowok pun di dunia ini yang boleh rebut lo dari gue," jawab Cakrawala lantang. "Capek gue ngomong sama lo, Bang, sumpah. Dibilang kita nggak mungkin masih ngeyel aja," ujar Senja malas. Percuma mengutarakan banyak hal panjang lebar kalau lawan bicaranya adalah Cakrawala. Mau sekeras apa pun dia berusaha menolak, bahkan sampai matahari terbit di barat sekalipun, kakak tirinya tidak akan pernah mendengar. Buktinya dari dulu sampai sekarang dia masih bersikeras mempertahankan obsesinya pada Senja. "Kenapa nggak mungkin? Udah berapa kali gue jelasin kalo kita mungkin-mungkin aja. Kita bahkan bisa nikah kalo lo nggak nolak gue terus-terusan." "Itu karena gue nggak cinta sama lo, Bang." Senja membalikkan tubuhnya dan melangkah ke arah tempat tidur. "Udah, Bang, gue capek mau tidur." Walaupun seharian ini tidak melakukan aktivitas apa pun, tetapi setiap kali menghadapi Cakrawala rasanya seperti sudah melakukan pekerjaan berat. Hati dan pikirannya serasa seperti dirudapaksa, sungguh melelahkan. "Gimana mau cinta kalo lo aja menghindar terus dari gue?" tanya Cakrawala sewot. "Gimana gue mau cinta kalo lo aja selalu maksa dan berbuat seenaknya sama gue? Bukannya cinta, yang ada gue makin benci sama lo," sanggah Senja balik bertanya. Sebelumnya, Cakrawala selalu bersikap baik. Memperlakukan Senja seperti adik kandungnya sendiri. Namun, entah apa yang terjadi sehingga tiga tahun belakangan berubah menjadi seperti ini. Meskipun demikian, perasaan Senja tidak lebih dari seorang adik pada kakaknya. Baik dulu sebelum berubah maupun sekarang. "Senja?" panggil Cakrawala sendu. "Udah deh, Bang. Lebih baik lo keluar, gue mau tidur," kata Senja mengusir. "Oke gue bakal keluar, tapi lo harus inget nggak boleh deket-deket sama Arya. Apalagi sampe menjalin hubungan." "Bodo amat, ah, gue nggak peduli," bisik Senja dalam hati. Cakrawala menatap Senja yang telah berbaring di tempat tidur dengan posisi memunggunginya. Dia masih berdiri menunggu jawaban, tetapi sang adik justru mengabaikannya. Mau tidak mau, dia keluar dengan perasaan kesal. "Gue harus ketemu Arya besok," bisiknya dalam hati dengan tangan terkepal. Sementara di sisi lain, Arya mematikan panggilan takut ketahuan. Dia pikir, Senja terlalu terkejut sampai lupa mengakhiri sambungan telepon. "Pantes, tiap kali gue deket Senja si Wala langsung ngereog. Ternyata dia suka sama adek tirinya." Arya terlihat sangat terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa Cakrawala menyukai Senja? Terlebih, didengar dari ucapannya sampai ke arah pernikahan. Sepertinya pria itu memang susah hilang akal. "Tapi ini gila, sih. Sampe ngancem mau bunuh gue segala. Padahal 'kan gue sama Senja nggak ada hubungan apa-apa," lanjut Arya tidak habis pikir. Sejak awal, Arya selalu penasaran dengan sikap Cakrawala. Setiap kali dia di dekat Senja, sikapnya selalu aneh. Menatapnya penuh intimidasi seolah dia pria jahat yang ingin membobol isi rumah. Bersikap impulsif di depan keluarganya tanpa memikirkan apa pun. Akhirnya, Arya tahu alasan Cakrawala begitu takut akan kehadirannya di tengah-tengah mereka. Hal itu terjadi karena Senja tidak membalas perasaannya. Terlebih hubungan mereka adalah kakak adik. Ya, meskipun bukan saudara kandung, tetapi akan sangat rumit jika mereka saling mencintai. "Bodo amatlah gue nggak peduli. Eh, tunggu!" Tiba-tiba, Arya teringat kejadian di halaman rumah Mahesa malam itu. "Jadi, ini alasan perubahan sikap Senja. Apa Wala sering ngancem cowok yang deket sama dia? Atau jangan-jangan ...." Pikiran Arya mulai melanglang buana memikirkan Senja. Dia pikir, alasan wanita itu bersikap dingin karena tidak ingin ada orang yang terluka. Jika bersikap baik, maka akan ada banyak pria yang menyukainya dan Cakrawala akan menyakiti mereka. Memang, Senja tidak secantik artis-artis papan atas. Meskipun hanya memakai riasan tipis, tetapi dia terlihat lebih manis. Apalagi senyumnya yang jarang sekali ditunjukkan. "Aduh, kok, gue jadi mikirin mereka? Baru kenal Senja sebentar aja udah bikin gue pusing." Arya memilih pergi ke balkon dan menikmati pemandangan malam. Menyaksikan indahnya bulan dan bintang yang berlomba-lomba memancarkan kelebihan mereka. Menikmati udara malam yang terasa lebih sejuk. Namun tiba-tiba, kenyamanannya terganggu ketika mendengar ponselnya berdering. Sontak, dia menatap layar dan melihat nama tak terduga terpampang di sana. "Mau apa Wala nelpon gue?" tanya Arya heran. Meski sudah saling menyimpan nomor sejak lama, tetapi mereka jarang berinteraksi. Sekedar menyimpan untuk urusan bisnis saja karena jabatan mereka tidak mengharuskan untuk saling menghubungi. "Ini gue, Wala." "Ya, ada apa?" Mengingat kejadian tadi, Arya sudah bisa menebak. Bisa jadi Cakrawala ingin memintanya agar menjauhi Senja atau kalau tidak, apa pun yang berhubungan dengan wanita itu. "Besok pagi sebelum ke kantor, gue pengen ketemu sama lo. Ada hal penting yang mau gue omongin sama lo." "Sorry, gue nggak bisa. Kalo ada yang pengen diomongin, lo bisa ngomong sekarang aja." Entah mengapa, Arya malas sekali bertemu dengan Cakrawala. Rasanya seperti sudah melakukan aktivitas seharian penuh dan menemukan bantal di tengah kasur yang empuk. Enggan beranjak dan memilih membaringkan tubuhnya dengan nyaman. "Pokoknya gue tunggu di cafe depan kampus kita dulu. Kalo nggak dateng, gue jamin lo bakal nyesel." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Cakrawala langsung memutus panggilan. "Sial! Sebenernya ini orang maunya apa, sih? Gue sama Senja belom ada apa-apa aja udah begini. Gimana nanti kalo gue sampe ada hubungan sama Senja?" Arya mengacak rambutnya kasar. Cita-citanya untuk hidup tenang sepertinya akan gagal. Satu masalah belum selesai dan ditambah masalah Senja. "Oke, gue bakal temui Wala. Gue pengen tahu dia mau ngomong apa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD