13. Good Job!

1206 Words
"Abang, jawab!" bentak Senja menuntut jawaban. Kini, giliran Senja yang mempersulit Cakrawala. Dia tidak tahu kalau hati dan pikiran kakak tirinya sedang kacau. Membayangkan masa bahagianya bersama Ivy. Sampai pada akhirnya, kenangan menyakitkan terngiang di kepala. "Ivy?" panggil Cakrawala lirih. Seperti cakrawala yang selalu peka membentangkan diri. Dia membiarkan senja bersinar di setiap sore memanjakan banyak pasang mata. Cakrawala Kertadinata pun sama, dia berusaha sekeras mungkin membahagiakan kekasihnya, Ivy. Sayang, tepat di hari Cakrawala ingin melamar, kabar buruk datang. Ivy memutuskan hubungan karena dijodohkan. Sontak, pertengkaran hebat di antara mereka terjadi. Pada akhirnya, mereka berpisah dalam keadaan emosi yang membuncah. Dan, terjadilah kecelakaan besar yang merenggut nyawa Ivy. Seketika, hidup Cakrawala menggelap. Tak ada cahaya meski dalam keadaan mata terbuka. Dia seakan mati sementara jiwa masih melekat pada tubuh yang tak lagi kokoh. Beruntung, Senja selalu ada di sisinya. Senyumnya ... jelas terlihat seperti ketika Ivy sedang tersenyum padanya. "Abang!" bentak Senja kesal. Namun sayangnya, Cakrawala seakan tuli. Dia melangkah melewati Senja dan menyusuri jalan yang dilewati banyak kendaraan. Langkahnya semakin pasti, tidak peduli suara klakson memborbardir indera pendengarannya. "Abang! Abang, kenapa?!" teriak Senja panik. Mau tidak mau, Senja berlari mengejar. Menghindari kendaraan meski hampir tertabrak. Sampai di trotoar, dia menyentuh lengan Cakrawala dan memblokir langkahnya. "Abang, kenapa? Maaf, gue udah ungkit masalah Ivy." Melihat bagaimana kondisi Cakrawala saat ini membuat rasa bersalah menyeruak di d**a. "Nggak apa-apa. Sekarang gue mau balik ke kantor. Maaf, gue nggak bisa jemput lo nanti sore." Suara Cakrawala terdengar datar, tetapi tangannya bergerak mengusap kepala Senja. Dalam keadaan seperti ini, Cakrawala butuh waktu untuk sendiri. Memikirkan apa yang harus dilakukan di saat ingatan menyakitkan kembali menghantui. Ivy Permatasari ... bagaimana bisa Cakrawala melupakan nama itu? Nama wanita yang pernah menjadi kekasih hati sejak pertama kali duduk di bangku SMA. Cinta pertama yang ternyata pergi untuk selama-lamanya. "Abang ... nggak papa, kan?" tanya Senja khawatir. "Iya." Cakrawala mengangguk meskipun sebenarnya ingin menggeleng kuat- kuat. Kemudian, dia langsung melangkah ke arah perusahaan Lazuar Group di mana mobilnya terparkir. "Abang Wala?" panggil Senja lirih. Senja tidak bisa lagi menangkap bayangan Cakrawala. Meski khawatir, tetapi dia tahu bahwa kakak tirinya butuh waktu. Jadi, dia memutuskan untuk kembali ke perusahaan dengan perut yang masih kosong. *** Suara klakson terdengar membuat Senja menghentikan langkahnya dan membatin, "Perasaan gue udah minggir banget deh." Saat ini, Senja sedang berjalan keluar area perusahaan. Kemudian, ketika dia menoleh ke samping kanan mendapati Raya menurunkan kaca mobil. "Naik!" seru Raya memerintah. "Terima kasih, Bu, tapi saya naik bus saja," tolak Senja halus. Entah apa yang membuat Raya bersikap seolah mereka sudah lama saling mengenal. Jujur, Senja merasa tidak nyaman apalagi kesan pertama membuat tidak nyaman. Namun, dia tetap harus bersikap sopan sebagai seorang bawahan. "Masuk, Senja," ujar Raya bersikeras. "Baik, Bu." Senja menghela napas pasrah dan langsung masuk. "Rumah kamu di mana?" tanya Raya menatap Senja sekilas. Meski perusahaannya dan perusahaan ayah tiri Senja sudah lama bekerjasama, tetapi Raya tidak tahu di mana rumah Mahesa. Tentu saja karena pekerjaannya tidak mengharuskan untuk menghapal tiap alamat rumah rekan bisnisnya. "Permata Merah, Bu," jawab Senja. "Good job! Arya 'kan mau ke daerah itu juga," batin Raya senang. "Oh, kebetulan saya juga mau ke daerah itu. Jadi, kamu tidak perlu khawatir akan merepotkan saya," ujar Raya mengulas senyum. Raya tahu Senja merasa tidak enak dan takut akan merepotkannya. Jadi, dengan amat sangat terpaksa dia berbohong. Anggap saja sebagai tanda agar dirinya dan Senja menjadi lebih dekat. Demi rencana konyolnya mendekatkan wanita itu dengan sang adik. "Iya, Bu." Kini, helaan napas lega terdengar dari arah Senja. "Duh, Sandra gimana, sih? Kenapa dia belom telpon juga?" keluh Raya dalam hati. Ketika melihat Senja tadi, Raya langsung memiliki ide cemerlang. Dia mengirim pesan pada Sandra agar meneleponnya setelah sepuluh menit pesan itu sampai. Namun, sudah lebih dari waktu yang ditentukan sekretarisnya itu tak kunjung menghubungi. Untuk mencairkan suasana yang terasa sepi, Raya kembali membuka suara. "Nasi bakarnya gimana, enak?" Ketika Senja dan Cakrawala keluar juga terlihat bertengkar, Raya memutuskan untuk membungkus semua makanan yang dipesan. Setelah itu, dia dan Arya kembali ke kantor. Dia menyerahkan dua nasi bakar paket lengkap pada Senja dan Sandra. "E-enak, Bu, terima kasih," sahut Senja mengangguk. "Sama-sama. Lagian tadi itu ada panggilan mendesak. Saya dan Arya memutuskan untuk membungkus semua makanan. Beruntung belum sempat disajikan di meja, jadi bisa langsung dibungkus," ujar Raya panjang lebar. "Gue pikir ...." Senja pikir Raya atau Arya merasa kasihan padanya karena belum sempat makan siang. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Tiba-tiba, dia merasa lucu pada dirinya sendiri. Baru mengenal mereka berdua, tetapi pikirannya sudah sampai sejauh itu. Memangnya siapa dia sampai-sampai Raya dan Arya begitu mempedulikannya? "Sebentar!" Ponsel Raya berdering dan seulas seringai tipis terbit di wajah cantiknya. Dia lekas menekan tombol hijau dan merapatkan ponsel di telinga. Namun, tidak membuka suara dan hanya mendengar. Tidak lama kemudian, dia mengakhiri panggilan dan menatap Senja dengan raut bersalah. "Maaf, Senja. Mendadak ada panggilan penting dan saya harus kembali ke perusahaan." "Tidak apa-apa, Bu. Ibu turunkan saya di sini saja dan saya akan naik taksi." Jarak halte selanjutnya masih cukup jauh dan Senja tidak mungkin jalan kaki untuk pergi ke sana. Jadi, dia memutuskan untuk memesan taksi agar lebih cepat sampai rumah. Sebenarnya cukup aneh. Senja anak orang kaya, tetapi memilih naik bus atau taksi. Kenapa tidak menggunakan mobil saja? Bukankah Mahesa sangat menyayanginya? Pasti untuk memberinya sebuah mobil tidak akan menjadi masalah. Namun, semua pertanyaan itu jawabannya ada pada Cakrawala. Pria itu melarang Senja agar dia bisa mengantar Senja ke mana pun. "Tidak perlu. Arya ada di belakang kita dan kamu bisa sekalian pulang bareng," ujar Raya melancarkan aksinya. "Saya naik taksi saja, Bu. Tidak enak kalau harus merepotkan Pak Arya," tolak Senja halus. Ada beberapa hal yang membuat Senja menolak. Pertama mereka belum kenal dekat dan kedua, dia takut Cakrawala akan murka. Sayangnya, Raya tidak peduli dan tetap menghubungi adiknya. "Ban gue bocor dan gue tunggu lo di depan RM Sunda." Raya langsung mematikan sambungan dan lekas menepikan mobil. "Saya bisa naik taksi, Bu. Kasihan Pak Arya kalau harus ke sini," bujuk Senja dengan raut tidak nyaman. Kenapa harus seperti ini? Harusnya sejak tadi Senja berada di dalam bus. Bukannya naik mobil Raya dan akan beralih pada mobil Arya. Namun, sayangnya takdir berkata lain. "Arya di belakang kita, kok. Jadi, kamu nggak perlu khawatir karena nanti kalian bakal satu arah," balas Raya santai. "Tapi saya bisa naik taksi atau bus, loh, Bu," tolak Senja bersikeras. "Udah, kamu tenang aja." Raya sudah menepi dan tidak lama kemudian Arya sampai. Pria itu tidak menyangka kalau sang kakak sedang membohonginya. Dan sekarang, dia sudah duduk bersebelahan dengan Senja di mobil karena ulah Raya yang terus-menerus memaksa. "Pak Arya bisa turunkan saya di halte depan," kata Senja sambil menunjuk. "Kenapa? Apa kamu takut Wala melihat kamu pulang bersama saya?" tanya Arya santai. Mendengar pertanyaan yang Arya lontarkan membuat Senja menoleh dengan terkejut. Kenapa cara bicaranya seolah dia tahu segalanya tentang Senja dan Cakrawala? "Maksud Pak Arya?" Senja balik bertanya dengan dahi berkerut. "Maaf, sebenarnya saya tahu segalanya tentang kamu dan Wala." Arya menatap Senja tidak enak. Namun entah mengapa, dia tetap ingin mengatakannya. Sontak, manik mata dan mulut Senja terbuka lebar. Dia menatap Arya penuh keterkejutan. Bagaimana bisa pria itu tahu segalanya, sedangkan dia tidak pernah mengatakannya pada siapa pun?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD