Bab 10

2176 Words
"Mi, tamu kita sudah datang semua." "Mimi jadi terharu. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam pikiran Mimi sebelumnya." "Sungguh, Pipi juga jadi terharu." "Selama Mimi kecil, hingga dewasa. Mimi tak pernah tau, kalau orang tua Mimi memiliki pengerja sampai sebanyak ini. Bahkan Mimi juga tak pernah melihat hasil panen mereka dibawa ke rumah." Kata Ummi. Saat acara dimulai. "Terima Kasih, karena bpk, ibu sudah meluangkan untuk hadir memenuhi undangan kami". Kata pembuka pak Tjandra. "Sambil kita membicarakan langkah kedepan. Saya minta, bapak, Ibu menulis nama dan alamat di buku ini. Supaya kami bisa mengetahui, nama bapak, ibu semua". "Lalu kami minta jiga untuk memperkenalkan diri, bergantian". Lanjut pak Tjandra. Acara perkenalan sudah selesai. dan selanjutnya pak Tjandra mengutarakan kerinduannya untuk menampung hasil panen mereka Membeli dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya. Dgan catatan, mereka harus selalu menjaga kualitas gabah yang dipasok dari petani akan dijual berupa beras yang dikemas dan diberi merek. Sehingga nantinya mampu bersaing dipasaran. Mengenai angkutan, akan disediakan oleh perusahaan. Pak Tjandra juga menjelaskan. Bahwa paling lambat dua bulan kedepan Pabrik penggilingan beras dan pengepakan sudah mulai beroperasi. Rencana dipasarkan ke Kota dan ke pasar-pasar terdekat, serta super market. "ooo iya, nanti yang akan sering mengontrol ke sawah dan ke rumah bapak, ibu adalah nak Jo. Jadi mohon bantuannya dan kerjasamanya". Kata pak Tjandra. " Kami persilahkan, siapa yang ingin bertanya. seputar rencana kita ini?" "Nama saya Warsiman, panggilan saya pak Man. Saya mau tanya. Seandainya pak Darjan ngotot memaksa kepada kami untuk memberikan hasil panen gimana pak?" "Ya, yang lain setelah tiga atau empat orang bertanya. kami nanti akan menjawab." Kata pak Tjandra. "Nama saya Marbun, panggilannya Marbun jg. Saya mau tanya. bolehkah saya menyetor gabah yang baru kami panen. Tanpa harus kami jemur terlebih dulu?" Sementara itu, diwaktu yang sama di tempat lain. Pulang kantor, Rama bergegas menuju pabrik plastik yang memproduksi kantong untuk beras yang akan dipasarkan. Designnya dia percayakan kepada sahabat karib yang menggeluti di bidang itu. Izin usaha telah dikantongi. merk telah dipatenkan dgn merk "Putri Tunggal" untuk premium., "Petani Makmur" untuk harga beras standar Kembali pada aktivitas pertemuan petani di rumah Keluarga Mama Endah. Berbagai pertanyaan diajukan. Dari mulai yang masuk akal, sampai hal-hal lucu. Kadang bikin ketawa. Kadang membuat geli. Namun demikian semua pertanyaan yang diajukan. dijawabnya dengan santai dan penuh kesabaran. Kesan yang merek dapat adalah, bahwa majikan yang baru sekarang ini sama baiknya, sama ramahnya dan sama sabarnya. Sesampainya Rama di Rumah, pertemuan para petani sudah selesai. Tinggal acara santai. "Minta perhatiannya sebentar. Kenalkan. Yang baru datang ini namanya pak Rama. Beliau yang menangani masalah izin usaha dan yang berkaitan dengan semua itu." Setelah Rama memperkenalkan diri, dia juga menjelaskan yang ada kaitan dgan nasip para petani pengerja. "Bapak, ibu, sekalian. Saya gembira sekali dapat melihat secara langsung. Bisa bertatap muka dan saya berharap. Kedepannya kita juga bisa sering bertemu." Sejenak ia berhenti. "Supaya, bapak, ibu. Tidak merasa bimbang. Was-was. Cemas, dan bahkan tidak ada rasa takut jika sewaktu-waktu ada ancaman. Saya akan memberitahukan kepada bapak, ibu. Bahwa, sawah, ladang beserta kebun yang bapak garap selama ini adalah sah. Milik pasangan muda yang menikah beberapa hari yang lalu, yaitu. Keluarga mas Jo dan neng Ummi." Mendengar apa yang disampaikan oleh pak Rama. Mereka semua merasa lega. Tidak lagi rasa kuatir dan cemas. Apalagi pak Rama juga menjelaskan, bahwa sertifikat kepemilikan itu bukan dilimpahkan setelah majikan yang lama meninggal, melainkan sejak awal pengurusan hak milik, sudah diatas namakan neng Ummi. Waktu itu usia neng Ummi memang masih usia sekolah. "Jadi." lanjutnya. "Kalau ada orang yang datang dan mengaku-ngaku punya hak. Terus kasar dan galak. Gak perlu diladeni dan gak perlu dijawab. Tapi kalau sudah melakukan kekerasan. Langsung saja telpon kami. Kami akan datang dengan membawa pihak yang berwajib." "Baik. Cukup sampai disini. Jika ada pertanyaan. Nanti setelah acara ini. Langsung saja temui saya.” "O.. iya... sebelum pulang nanti bisa mengambil kaos .. yang bergambar, merk Beras " Putri Tunggal dan gambar Petani Makmur... l masing-masing orang cuman dapat 2 kaos, gak boleh mengambil lebih ya." Waktu berjalan begitu cepat.. tak terasa... Siang itu, tak terlalu panas. Hembusan angin cukup untuk meninabobokan pak Tarjo yang sedang berbaring di amben bambu, di bawah pohon mangga. Disisi lain tak jauh dari situ. Pasangan muda sedang berduaan di teras rumah. Ummi memetik gitar dan menyenandungkan, entah lagu apa. Si Jo berada di samping Ummi. Sesekali memandangi gerak bibir belahan jiwanya, yang ia temukan tergeletak di makam kedua orang tuanya. Waktu itu. "Rasanya baru kemarin Pipi menggendongmu sayank." Katanya dlm hati dan terus menatapnya. Seakan tak percaya, Bidadari secantik ini kini menjadi belahan jiwanya. Merasa dirinya diperhatikan, ia menghentikan, dan meletakkan gitarnya. Ummi membaringkan kepala di pangkuan si Jo. Rambut Ummi terurai dibelainya, dan dia memejamkan mata. Hingga tak lama kemudian Ummipun terlelap dipangkuan sang Arjuna, Malaikat penolong yang kini menjadi pendamping hidupnya. Sementara itu. Pengerjaan gudang sudah hampir selesai. Mesin penggiling dan pengepak beras sudah datang beberapa hari lalu, bahkan sudah mulai produksi. Tiga truk baru sudah parkir di garasi di samping gudang. Rencana pengguntingan pita pembukaan pabrik, tinggal sehari lagi. Walau produksi sudah berjalan beberapa hari lalu. Menurut pak Tjandra. Upacara peresmian, pengguntingan pita akan dilaksanakan pada hari yang sama dgn acara pelepasan Produk Perdana. yang akan dikirim ke distributor. Acara syukuran ini hanya dihadiri oleh penyuplai bahan pokok, yaitu petani yang terlibat, pihak keluarga dan karyawan. Adapun gudang pemrosesan kopi, penggilingan serta pengepakannya, akan segera dibangun di samping kanan pabrik penggilingan beras. Produk Kopi bubuk dan merek terdaftar . Kopi Bubuk cap Putri Tunggal dan dalam waktu dekat jug akan dibangun pabrik tepung beras. dengan merek terdaftar. Tepung Beras cap Putri Tunggal Karena alasan inilah, Pak Tjandra, Mama Silvie dan ketiga anaknya. Rama, Aldi dan Alvin ikut terlibat dengan penuh keseriusan. Angin siang itu tiba-tiba bergejolak, sedikit binal, hingga menggoyang pepohonan yang dilewatinya. Mangga yang buahnya lebat di samping halaman rumah Menggeliat, terombang ambing, hingga tak mampu mempertahankan buahnya. Pak Tarjo yang lagi beristirahat tepat di bawahnya menjadi korbannya. Mak debug debug..debug.. gedebug. Pak Tarjo melompat kaget dan mengeluarkan jurus ala jacky chan. "Ciiiiiaaaaat!! ..ciiiiaaaat. ..CiaaaaaaaaatT..!!!!" Teriaknya. Tapi sayang, bibir sudah terlanjur monyong, Njedir dihujani buah mangga. Bersyukur, dia segera sadar. Ternyata Mangga yang berjatuhan itu tepat mengenai kepala dan wajahnya. "Heeeemmmm. Untung bukan buah kelapa, atau buah durian yang berjatuhan. Bisa modar aku." Gumamnya. Si Jo yang melihat kejadian itu, spontan terpingkal-pingkal. Lupa kalau Belahan jiwanya sadang pulas dipangkuannya. sehingga terbangun kaget. "Maaf sayank, kaget ya. tuuh. gara-gara liat pak Tarjo ketiban rejeki. Pipi jadi gak bisa nahan ketawa. heeeemmm Mimi jadi kaget dech." Diciumnya kening Ummi berkali kali. "Gak apa tayank... Mimi juga sudah lama bobo di pangkuan Pipi." "Yank, sudah malem. Mimi gak bobo?" "Mimi, pengen nemenin Pipi." Dikecupnya kening Ummi. Lalu mereka berdua menuju tempat peraduan. Degup jantung Ummi meronta. bak kumpulan kuda liar berlari tunggang langgang... sejenak... Ditenangkan Nya..., sesaat lalu detaknya kembali jinak... Hening...... .... . ... Tanpa suara... .. . . . . ... Nyamukpun seakan tak berani bergerak.... Diam, terpana, menyaksikan sepasang pengantin baru.... baru.... Cicak Pun berlari, sembunyi malu, takut kalau nanti mengganggu. Tanpa suara. Tanpa kata. tanpa dan... tanpa........ bla.. bla... bla.. Hening, sunyi, senyap. dan.... Masih seperti hari kemarin... Hingga pagi datang menjelang. Tak seperti yang Ummi harapkan. Ummi menghitung hari... "Ini, hari ke 179." Katanya dalam hati. Dikecup bibir si Jo. perlahan. Diselimutinya sang Arjuna pahlawan hati, penyemangat hidupnya. Lalu dia bangun. Keluar dan duduk di amben. "Ini masih terlalu malam untuk bangun nak." Kata Mama Endah perlahan, yang memang sudah terbiasa jam segini duduk di kursi dekat kamarnya. "Mungkin suamimu masih ingin min." Kata Mama perlahan. "Enggak Ma." potong Ummi ditengah kata Mama. Didekatinya Ummi, lalu.... "Mama ingin cepat menimang cucu." Bisik Mama sambil merangkul pundak Ummi. "Ma." Sapa Ummi. Merek Pun berdua duduk di amben itu. "Ya, sayang, ada apa?" "heem, gak." Ummi membatalkan keinginannya untuk bertanya. Tapi Mama Endah merasakan ada sesuatu yang ingin ditanyakan dan itu sangat penting, namun dia tau, bahwa menantu kesayangannya enggan untuk mengatakan. "Katakan, apa yang ingin kau sampaikan pada Mama." "enggak, Ma." "Pasti, mengenai suamimu ya?" Ummi tak menjawab, ia hanya mengangguk. Diajaknya Ummi ke kamar Mama. "Ceritakan pada Mama, apa yang terjadi?" Katanya lirih. "Ini hari pernikahan Ummi sudah ke 179 hari" "Kenapa sayank, ada sesuatu yang mengganjal?, atau suamimu kasar padamu? apa dia telah mengecewakanmu?" Tanya Mama perlahan hampir tak terdengar. "Enggak Ma, mas Jo, terlalu sayank sama Ummi." "Terus.?!" "Sampai detik ini Ummi." Dia menghentikan dan tak melanjutkan kata-katanya. Keduanya terdiam. Entah apa yg mereka pikirkan yang jelas keduanya berfikir tentang si Jo dengan bayangan dan arah masing-masing. "Sayank, apa Suamimu .. bla bla..... bla..bla..bla..bla.. .... wes...wes...ss...wes........(pertanyaan orang dewasa) ..... ..,.. ...... .., ......... ... ..... ... .... .... .. ........ ... ..?." Tanya Mama. "Enggak Ma." Jawab Ummi. "Apa dia anu.... bla bla bla bla.......?®©%¥^°¢÷¢÷¢°™€=€=€×¢°™™¢?€=%=××€{€?¢°%?°¢¢={%×÷°™¢°%=€×÷°™?€=¢××%=°?¢{€¶%×=¢>>>>>™°=•??>>". "Enggak Ma." Ummi berhenti sejenak lalu. "Ummi mencoba untuk memahami. Dia terlalu sayank sama Ummi. Dia menjaga Ummi. Saking sayanknya hingga kini dia berusaha untuk bertahan. Setidaknya itu yang mas Jo pikirkan dan ia lakukan. sepanjang ini." "Jadi selama itu....kalian..be...e." Kata Mama heran sedikit meyakinkan apa yang dia dengar dari Ummi. "Bener, Ma." "Terus kalau nak Ummi kepi......?" "Ummi mencoba untuk mengalihkan pikiran itu hingga tertidur." "Terus....s?" "Ada kalanya Ummi gak tahan... tapi. Terpaksa Ummi hanya memegang kunci itu hingga Ummi tertidur." "Maafkan suamimu ya nak, dia memang polos." "Ummi tau Ma.... Jujur, justru Ummi bangga dan kagum kepada suami Ummi, yang mampu mempertahankan pendiriannya, walau menurut kita kurang pas". kata Ummi bangga. Sementara itu, si Jo terbangun. Dilihatnya Ummi tak berada disisinya. iapun mencari, dan didapatnya sedang berbincang dgn Mama. "Sayank, ini masih jam berapa ini ? Ayo bobo." Digendongnya Ummi setelah ia mencium pipi Mamanya. "Selamat Bobo Ma." Si Jo menuju kamarnya, sambil menggendong Ummi. Didekapnya erat. Dibelainya. Dicium. Dipandanginya. "Hari ini kita libur dua hari. Jadi kita bisa bangun agak siang." Bisik si Jo, sambil tersenyum. Lalu memejamkan mata. Saat, saat seperti ini. Dalam hati Ummi berkata "Seandainya kunci itu..... aaaaah !!!" Dia mengusir bayangan itu, lalu memejamkan mata. Dan tertidur dalam pelukan sang Arjuna. Pagi ini. Mama sengaja mengkondisikan agar mereka bertiga dapat duduk bersama. Mama ditengah, samping kiri dan kanan, si Jo dan Ummi. Mama merangkul mereka berdua. "Sayank... kini kau sepenuhnya milik nak Ummi. Begitupun sebaliknya." Sambil bergantian Mama melihat si Jo dan Ummi "Apapun, yang kalian rasakan. Harus kalian rasakan berdua. Intinya adalah, Kalian berdua harus saling terbuka." Mereka berdua menyandarkan kepala di pundak Mama. "Jo. Kamu punya kunci, dan Ummi yang membawa almarinya. Kamu harus sering membuka lemari itu, supaya apa yang tersimpan di dalamnya dapat kamu nikmati bersama." Lanjutnya. "Dalam almari itu , ada simpanan kasih, kemesraan, ketulusan, semangat, senyum, kesetiaan, kehangatan kebahagiaan, dan masih banyak hal tak terduga yang akan kalian rasakan berdua." Lanjutnya.. "Dulu, saat Mama menikah. Dan malam itu jg, Mama mengijinkan Papamu untuk." Saat Mama menceritakan kenangannya, Ummi sedikit agak malu mendengarnya. Itulah sebabnya dia berdiri dan ingin meninggalkan mereka berdua. Agar Mama dapat bercerita dan suaminya bisa mendengar. Ummi tau bahwa Mama sedang memberikan nasehat kepada suaminya lewat cerita. "Ummi, disini saja. Jangan pergi." Pinta Mama. "Kami berdua terbiasa berbicara terbuka dan apa adanya. Apalagi sekarang ini Ummi telah menjadi Bagian dari keluarga ini." Lanjutnya, sambil memegang tangan Ummi. Mamapun melanjutkan kisahnya. "Seperti habis mandi, begitulah mama menyiapkan dan merelakan diri, agar Papamu, Membuka lemari yang Mama punya." Diceritakan semua. Mulai dari A sampai Z, kemudian dari Z menuju ke A. Begitulah Mama menceritakan kenangan itu. Begitu juga malam berikutnya. Tanpa diSENSOR sedikitpun. Mama Endah juga menceritakan, bagaimana Harus ekstra hati-hatinya pertama membuka lemari yang Mama punya. Tak ubahnya mengajari saat pertama kali pegang pensil, cara membuat garis, bulatan, segitiga, gambar bendera, angka satu, hingga membuat huruf ABC. Begitu juga Mama mengajarkan membuka almari kepada anak semata wayangnya. "Maafkan, Pipi ya tayank. Pipi gak bermaksud menyakiti Mimi. Pipi anggap apa yang telah Pipi lakukan adalah bentuk kasih yang tulus." Kata si Jo. "Terimakasih Ma. Mama telah membuka kebodohan Jo selama ini. Dan Jo berjanji akan melakukan apa yang telah Mama sarankan." "Maafkan Pipi ya Tayank." Dipeluknya Ummi dan Mamanya. "Mimi juga Minta maaf, Mimi memang tak pernah meminta. Dan Selama ini Mimi hanya menunggu. Mimi kira itu jalan terbaik yang bisa Mimi lakukan." "Ya sudah.. Kalian berdua gak ada yg salah. Sudah sana." Ummi jadi tersipu malu, mendengar apa yang dikatakan Mama. "Sudaaaaah, sanaaaaaa... dah siang kok ini. Almarinya bisa dibuka, inget pesan Mama. PELAN-PELAN" Pintanya sambil tersenyum. Mereka berduapun masuk ke kamar. Ummi menoleh ke Mama dengan wajah merah merona, dan Mama memberi isyarat dengan tangannya, agar Ummi segera masuk. "Seratus tujuh puluh sembilan hari?" Tanya Mama dlm hati sambil tersenyum sendiri. Seperti orang tua yang menunggu anaknya di hari pertama masuk Sekolah Taman Kanak-kanak. Mama menunggu kabar sukses mereka berdua dengan penuh kecemasan. ………………..Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD