Ibu melarang Damasa untuk pergi sebab tiga hari dari sekarang putrinya akan menikah. Biasanya orang yang akan menikah dilarang untuk keluar rumah dan juga bertemu dengan calon suami.
Tadinya bu Hilya dan pak Surya juga kaget saat tahu calon menantu mereka berkunjung ke rumah. Tapi tidak apalah pernikahan Gavin dan Damasa termasuk mendadak, di tambah lagi mereka juga belum pernah bertemu dengan calon menantu mereka.
Damasa menyakinkan ibunya kalau dia hanya keluar sebentar dan tidak akan terjadi apa-apa padanya. Menemani sang adik membeli sepatu sekolahnya yang tiba-tiba rusak.
"Cuma bentar, bu. Nggak akan lama. " Damasa berjanji. "Selesai beli sepatu Ferdi aku akan langsung pulang. "
"Ya, sudah. "
Mau tidak mau bu Hilya mengizinkan anaknya pergi. Berharap tidak akan terjadi apa-apa. Kata orang tua, calon pengantin di larang pergi keluar mendekati hari H, pamali.
Andai saja suaminya bisa di tinggal, dia akan pergi menemani sang putra membeli sepatu. Tapi kalaupun nekat pergi dia tidak akan tenang. Walaupun ada Damasa yang menemani.
"Ya, sudah. Tapi janji harus langsung pulang kalau sudah selesai. "
"Iya, bu. "
Damasa dan adiknya pergi ke mall yang tidak jauh dari rumah. Menemani sang adik yang sibuk memilih-milih sepatu di rak sepatu disalah satu toko. Selesai membeli sepatu Damasa ingin mengajak adiknya langsung pulang namun Ferdi menolak. Bocah itu ingin makan dulu sebab ia lapar. Tak tega, Damasa pun menuruti permintaan adiknya.
"Damasa... " Panggil seorang wanita cantik berkaca mata hitam yang berjalan ke arahnya.
Gadis itu mengernyit memandang wanita bergaun maroon itu. Tidak mengenali wanita itu. Setelah wanita itu membuka kaca mata hitamnya Damasa baru mengerti jika wanita yang sekarang menghampirinya adalah Imel. Kakak ipar Gavin.
"Halo, sayang... " Sapanya sambil mencium pipi kanan dan pipi kiri. "Kamu disini juga? Sama siapa? "
" Adik aku, kak. " Damasa menunjuk Ferdi yang ada disebelahnya.
"Ah, your brother. " Imel mengajak bocah SMP itu bersalaman. Dengan sopan Ferdi mencium punggung tangan Imel. Seperti yang biasa ia lakukan saat bertemu dengan orang yang lebih tua.
Imel mengajak calon adik iparnya untuk makan siang bersama. Maunya Damasa menolak karena ia akan makan siang bersama adiknya. Tapi dia tidak enak menolak ajakan Imel.
Di salah satu meja restoran Jepang mereka duduk. Setelah makan Ferdi ijin pada sang kakak untuk mencari T-shirt sebab ia merasa bosan sedari tadi mendengarkan obrolan orang dewasa.
"Iya, jangan lama-lama. " Pesannya pada sang adik.
Bocah SMP itu hanya mengangguk.
"Kok masih bisa keluar rumah, sih, padahal bentar lagi nikah, " Kata Imel.
"Terpaksa, sih, kak. " Balas Damasa tak enak.
"Kemarin aku dari kalimantan dan aku ketemu sama Eric. Dan aku kaget banget waktu dia bilang kalau kamu sama Gavin itu mantan pacar. "
Damasa terkejut mendengarnya. Dalam hati ia mengumpati Eric. Kenapa juga si Eric cerita pada kak Imel kalau dirinya dan Gavin adalah mantan pacar. Menyebalkan...
"Iya, kak. Tapi cuma satu minggu. " Aku Damasa.
"Walaupun cuma seminggu tetep aja itu namanya mantan. Tapi kalau di pikir lucu juga, ya, kalian. Mantan yang di pertemukan karena perjodohan."
Damasa hanya tersenyum kecil.
"Tapi aku bersyukur kamu datang di kehidupan Gavin. Aku masih bisa melihat dia tersenyum lagi. "
Dahi Damasa berkerut.
"Memangnya Gavin kenapa, kak? "
"Apa kamu belum tau apa yang terjadi sama Gavin? "
Damasa menggeleng.
Sudah Imel duga sebelumnya jika calon adik iparnya itu tidak tahu menahu tentang Gavin yang di tinggalkan oleh calon istrinya.
"Apa Gavin nggak pernah cerita sama kamu? "
Damasa menggeleng lagi.
"Jadi... Sebenarnya Gavin itu di tinggal pergi sama calon istrinya. "
Mendengar hal itu tentu saja Damasa terkejut. Tidak menyangka Gavin di tinggalkan oleh calon istrinya. Tapi kenapa?
"Satu minggu sebelum pernikahan Rea tiba-tiba menghilang. Nggak ada yang tau kemana wanita itu pergi. Keluarganya pun nggak ada yang tau. Di cari kesana kemari pun nggak membuahkan hasil. "
"Jadi wanita itu bernama Rea." Batin Damasa. Dia masih ingat raut wajah Gavin langsung berubah saat mendengar nama itu kemarin.
Di satu sisi Damasa juga kasihan pada mantan pacarnya itu. Putus dari pacar saja rasanya sakit apalagi di tinggal pergi sama calon istri. Kasihan sekali Gavin...
"Kenapa dia ninggalin Gavin, kak?" Damasa memberanikan diri untuk bertanya.
"Nggak ada yang tau. Rea cuma meninggalkan sepucuk surat yang berisi, dia nggak bisa meneruskan pernikahan mereka."
"Aneh." Batin Damasa lagi.
"Kamu berpikir aneh, kan? Aku juga berpikir seperti gitu. "
Damasa mengangguk.
"Padahal hubungan mereka terlihat baik-baik saja. Rea juga terlihat sangat antusias saat menyiapkan pernikahan mereka."
"Mama dan papa yang nggak mau malu apalagi menjadi omongan banyak orang memutuskan untuk mencari pengantin pengganti untuk Gavin. Dan orang itu adalah kamu. "
Jadi ceritanya seperti itu. Gavin menikahinya karena suruhan orang tuanya dan dirinya menikahi Gavin karena uang.
Tiba-tiba seulas senyum muncul di wajah cantik Imel. "Tapi aku bersyukur kamu yang menggantikan Rea. Jujur saja aku dan keluarga suami aku nggak begitu setuju dengan pernikahan Gavin dan Rea. Ya... Walaupun kita belum saling kenal lebih dekat. Tapi aku ngerasa kamu lebih baik dari pada Rea, Damasa."
Mana ada dirinya lebih baik. Yang ada dirinya sering berdebat dan bertengkar dengan Gavin, seperti Tom and Jerry. Kalau di pikir lagi stratanya dengan Gavin njomplang banget. Gavin dari keluarga kaya raya dan dirinya apa? Miskin.
"Rea dan Gavin sudah berpacaran sejak di bangku kuliah. Sayangnya kami sekeluarga nggak begitu suka dengan sikap Rea yang selalu mendikte Gavin. Begonya lagi Gavin nurut aja sama dia. "
"Mungkin dia terlalu bucin. " Ringis Damas.
Imel menggeleng tidak setuju.
"Kalau menurut pengamatanku Gavin bukan type orang yang bucin. Dia lebih fokus bekerja dan jarang punya waktu untuk pacarnya."
"Kenapa mereka bisa bertahan lama? "
"Aku nggak begitu paham. Sepertinya Rea yang pengertian sama Gavin. "
Mereka saling diam beberapa saat. Terpekur dengan pemikiran masing-masing.
Jam dinding di kamar Damasa sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam tapi mata gadis itu masih enggan untuk terpejam. Obrolannya dengan Imel tadi siang masih mengganggunya. Gavin yang di tinggal pergi calon istrinya, Gavin yang terpaksa menikah dengannya, dan kemungkinan Gavin yang akan meninggalkannya ketika wanita bernama Rea itu kembali.
Memikirkan hal itu membuat kepala Damasa pening. Pemikirannya yang terakhir kemungkinan akan terjadi sebab Gavin mencintai wanita itu. Yang akhirnya akan membuat dirinya menyandang status janda.
Tapi itu sudah resiko yang harus Damasa tanggung sebab dirinya juga menikahi Gavin karena uang bukan karena cinta.
Damasa pun tidak habis pikir dengan Rea yang meninggalkan Gavin.
Apa kurangnya Gavin sampai wanita itu tega padanya.
Sebagai seorang perempuan Damasa tidak akan tega berbuat seperti itu. Apalagi hubungan mereka cukup lama. Jika memang sudah tidak ada cinta seharusnya di akhiri saja bukannya main pergi begitu saja.
Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Damasa yang di letakkan di atas meja nakas.
Gadis itu meraihnya, membukanya, dan ternyata pesan itu berasal dari calon suaminya.
Gavin Curut
Sudah tidur, Sa?
Damasa enggan membalasnya. Gavin jarang sekali mengiriminya pesan. Biasanya langsung menelepon untuk mengajaknya bertemu.
Pandangan Damasa masih tertuju pada kolom chat-nya dengan Gavin. Dan beberapa detik kemudian dia menjadi gelagapan sebab Gavin meneleponnya.