Selama bekerja Damasa tidak tenang. Bagaimana bisa tenang kalau ayahnya masih di rumah sakit, pernikahannya yang mendadak, dan yang lebih menyebabkan adalah calonnya adalah Gavin. Mantan pacarnya saat SMA. Ya, walaupun umur pacaran mereka cukup sangat singkat yakni cuma satu minggu. Itupun di dasari karena uang dan sedikit paksaan. Walaupun hanya singkat tetap saja mereka adalah mantan.
Flashback On
Di lorong sekolah yang sepi Gavin menyudutkan Damasa di tembok. Kedua lengan cowok itu mengurung tubuh kurus Damasa.
"Kamu mau apa? " Tanya Damasa sejutek biasanya.
Gavin harus bersabar menghadapi Damasa. Cewek modelan macan seperti ini harus di hadapi dengan lembut. Kalau di hadapi dengan kasar bisa-bisanya malah nyakar-nyakar.
"Bicara sama kamu. "
"Bisa minggir nggak. Apa-apaan kayak gini. "
"Aku cuma mau ngomong sama kamu. "
"Ngomong biasa juga bisa, kan? Nggak usah kayak gini. "
"Emangnya kamu mau kalau aku ajak ngomong baik-baik. Tiap kali aku deketin juga tanduk kamu langsung keluar. "
Damasa sendiri juga merasa aneh. Di sekolahnya banyak cowok yang playboy, sering tebar pesona sana-sini tapi biasa saja. Anehnya jika melihat Gavin rasanya kesal luar biasa.
"Ya udah kalau mau ngomong, aku dengerin. Tapi minggir dulu jangan kayak gini. Nanti kalau ada yang lihat bisa salah paham. "
Padahal maunya Gavin bisa berlama-lama dengan posisi berdekatan dengan Damasa seperti ini. Bisa melihat wajahnya yang cantik. Kalaupun ada yang melihat terus salah paham itu malah bagus.
"Aku bakal minggir tapi kamu jangan kabur. Susah tau nggak, ngajak kamu kesini. Aku cuma mau bicara berdua. "
Tadinya Gavin meminta bantuan Fika agar bisa bertemu Damasa di tempat ini. Sedangkan dalam hati Damasa mengumpat karena sudah di bohongi oleh Fika.
"Lepasin dulu baru nanti aku dengerin kamu ngonong. "
"Kamu nggak akan bohong, kan? "
"Nggak." Maunya Damasa ia langsung kabur namun ia sudah berjanji. Ibunya selalu berkata jika janji adalah hutang dan hutang itu wajib di bayar.
"Oke." Pelan-pelan Gavin menarik kedua lengannya dari tembok serta sedikit menjauh dari Damasa.
"Ayo ngomong. Cepetan kalau ngomong. Kalau nggak mau ngomong mending aku pergi. "
"Astaga... Aku juga belum ngomong. "
"Ya, udah, cepetan ngomong. "
"Aku mau kamu jadi pacar aku. "
Damasa merasa telinganya berdengung cukup lama untuk menerima informasi yang baru dia dapat. Apa tadi Gavin bilang? Davin ingin menjadikannya pacar. Gila...
"Kamu pasti salah minum obat, ya? "
"Enggak."
"Kepala kamu pasti kebentur sesuatu?"
"Enggak."
"Kesambet setan? "
"Enggak juga. "
"Terus kenapa ngomong kayak gitu? "
"Soalnya aku mau kamu jadi pacar aku. "
"Gila." Damasa tidak habis pikir. "Kenapa juga aku harus mau jadi pacar kamu? "
"Karena cuma kamu yang pantes. " Gavin tidak mau mengakui perasaannya jika ia menyukai Damasa.
"Tapi kenapa? "
"Karena cuma kamu yang nggak pernah suka sama aku. "
"Hah? "
Bagi Damasa itu adalah jawaban teraneh yang pernah ia dengar. Bagaimana bisa dua orang yang tidak saling menyukai bisa berpacaran.
"Enggak-enggak-enggak... Aku nggak mau. "
"Ayolah Damasa... Kita pacaran. Jadi pacar aku. "
"Enggak. Enggak mau."
"Ayolah..."
"Cewek lain di luar banyak kenapa juga harus aku. "
"Karena aku maunya cuma kamu. "
Sepertinya Damasa salah dengar. Apa tadi Gavin bilang? Dia mau dirinya? Apa jangan-jangan Gavin menyukainya? Gadis itu langsung mengusir pemikiran anehnya.
"Pokoknya nggak. " Tolak Damasa kekeh.
Gavin mendekat, menyudutkan gadis itu dan mengurungnya lagi seperti tadi.
"Jangan kayak gini, Vin. "
"Kenapa? Takut. "
"Jadi orang jangan maksa. "
"Maksa dikit boleh-boleh aja apalagi bentukannya kayak kamu. "
"Pokoknya aku nggak mau jadi pacar kamu. "
"Yakin? Masih nolak kalau aku maksa kamu. "
"Kamu nggak akan berani. "
"Kata siapa? Kamu pikir aku nggak berani. "
Tiba-tiba Damasa takut dengan gertakan Gavin. Dia takut cowok itu akan melakukan hal aneh-aneh.
Gavin menyeringai lalu mendekatkan wajahnya. Membuat Damasa memalingkan wajahnya. Gavin tersenyum lalu berbisik di telinga gadis itu.
"Kamu akan dapat bayaran kalau mau jadi pacar aku. "
Damasa tidak menyangka Gavin mengatakan hal itu. Tadinya ia berpikir cowok itu akan berbuat macam-macam. Baginya tawaran Gavin mengiurkan. Lumayan juga dapat uang selama menjadi pacarnya Gavin. Setidaknya dia tidak meminta uang pada orang tuanya.
"Berapa yang aku dapat? "
Gavin tersenyum samar mendengar pertanyaan Damasa.
"Seminggu satu juta. " Bagi Gavin uang segitu tidak ada apa-apanya asal bisa membuat Damasa menjadi pacarnya.
Tahu berapa yang akan ia dapat membuat Damasa sampai melebarkan mata. Baginya satu juta dalam seminggu itu banyak.
"Deal." Damasa menyetujui.
Flashback Off
"Woooyyy... " Agni mengagetkan Damasa yang sedari tadi diam.
"Astaga... Agni. Kalau aku jantungan gimana? " Omel Damasa.
"Nggak mungkin kamu jantungan. Biasanya juga bikin orang jantungan. " Bantah Agni. Teman satu divisinya.
Damasa berkerja di perusahaan WG group. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Damasa sendiri berada di bagian administrasi.
Agni berdiri di batas kubikel yang memisahkan mereka. Memperhatikan Damasa yang tidak seperti biasanya. Dia tahu ayah teman kerjanya itu sedang di rawat di rumah sakit, membutuhkan banyak biaya untuk membayar rumah sakit. Tapi anehnya Damasa terlihat lebih murung dari biasanya. Seperti ada beban tambahan yang sangat berat Yang gadis itu pikul. Merasa kasihan pada temannya, Agni berniat mengajak Damasa pergi makan gado-gado sepulang kerja nanti.
"Sa, nanti pulang kerja kita makan gado-gado. Aku yang traktir. " Ajak Agni.
"Sorry, aku nggak bisa."
Tumben sekali Damasa menolak ajakannya. Apalagi kalau ada kata 'gratis'.
"Kenapa? "
"Aku ada janji dengan seseorang. "
"Siapa? "
Tidak mungkin juga Damasa harus jujur pada Agni. Kalau ia jujur bisa-bisa temannya itu serangan jantung karena tahu dirinya akan segera menikah.
"Sama Dani. " Bohong Damasa.
Dani adalah adik Damasa yang masih duduk di bangku SMA.
"Mau kemana? "
"Ke rumah sakit jenguk ayah. "
"Oh. Ya udah kalau gitu. Kapan-kapan aja makan gado-gadonya. "
"Oke."
Tidak tahu kenapa Agni merasa Damasa menyembunyikan sesuatu.
***
Jam lima tepat Damasa keluar dari kantor. Gadis itu sudah membuat janji dengan calon mertuanya akan bertemu di salah satu butik yang Damasa tahu cukup terkenal. Hanya orang-orang yang mempunyai banyak uang ataupun kalangan selebritis yang akan memesan gaun pernikahan di tempat itu.
"Selamat sore tante. Maaf saya terlambat, " Kata Damasa pada ibu Gavin. Wanita cantik yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda.
"Tidak apa-apa Damasa. Saya juga baru datang. Silahkan duduk. " Mila dan Damasa berada di lounge butik yang berada di lantai dua.
Seorang pegawai butik menyuguhkan teh untuk Damasa.
"Terima kasih, " Ucapnya.
Pegawai itu hanya tersenyum lalu pergi.
"Lexy belum datang. Mungkin sebentar lagi. "
Belum juga Damasa menanyakan siapa Lexy, seorang wanita cantik usia pertengahan tiga puluhan datang. Wanita itu cantik, bermata sipit, rambutnya panjang dan tubuhnya ramping.
"Maaf nyonya wiguna, sudah membuat Anda menunggu, " Ucap Lexy menyesal.
"Tidak apa-apa Lexy. Saya juga baru datang." Balas Mila. "Oia, kenalkan ini Damasa, calonnya Gavin. "
"Ah, jadi ini calonnya Gavin. Perkenalkan saya Lexy. " Wanita keturunan Tionghoa itu menjulurkan tangan.
Dengan sopan Damasa menyambutnya.
"Damasa."
"Nama yang unik. "
Damasa hanya tersenyum saja.
"Dimana Gavin? "
"Mungkin dia sedikit terlambat. " Jawab Mila.
"Bagaimana kalau kita langsung melihat gaun pengantinnya. Saya sudah menyiapkan tiga gaun yang pastinya lebih bagus dan lebih indah dari sebelumnya. "
Lexy merasa kalimat terakhirnya salah. Dia menyadari jika nyonya Wiguna menatapnya tajam. Lexy berdaham lalu menyuruh para pegawainya untuk mengeluarkan semua gaun yang sudah di pesan oleh istri konglomerat itu.
Dua pegawai butik datang dengan mendorong troli gantungan baju. Disana tergantung dua gaun dan seorang pegawai lagi meletakkan sebuah manequin di sebelah troli. Di manequin itu ada kebaya putih yang pastinya untuk akad nikah. Cantik sekali. Seumur hidup Damasa tidak pernah membayangkan akan memakai pakaian sebagus itu.
Di gantungan baju ada gaun pengantin berwarna putih bermotif brokat yang terlihat anggun dan feminim. Bermodel mermaid dengan lengan off shoulder yang bajunya mengikuti bentuk tubuh.
Di sebelahnya lagi ada gaun pengantin off shoulder simple nan mewah dengan warna yang senada. Dengan detail dibagian atas dan bagian bawah di biarkan polos sehingga terlihat lebih simple.
Damasa menyentuh gaun-gaun itu. Begitu cantik dan pastinya terbuat dari bahan-bahan terbaik.
"Apa kamu suka? " Tanya Mila yang berdiri dideket calon menantunya.
"Ini sangat cantik, tante. "
"Cobalah." Suruh Mila. "Itu semua pasti pas di badan kamu. "
Hanya anggukan yang Damasa berikan.
Damasa di bawa ke ruang ganti. Pakaian pertama yang ia coba adalah kebaya. Damasa suka modelnya yang simple, pas di tubuhnya. Mila juga menyukainya saat tirai ruang ganti di buka.
Ketika tirai di buka kembali dan menampakkan Damasa dengan gaun yang terakhir ternyata ada Gavin disana. Lelaki itu terpesona saat melihat mantan pacarnya itu memakai gaun pengantin. Sangat cantik. Keduanya saling menatap sampai pertanyaan Mila menyadarkan Gavin.
"Damasa cantik, kan? "
"Iya." Aku Gavin yang kembali menatap calon istrinya.