GCS -1-

1136 Words
SUDAH BEDA CERITA! ME OR HIM SUDAH TAMAT DAN INI CERITA BARU YAITU WIFE OR EX, PEMAIN GAVIN, CALYA, SEKAR, JUDUL CHAPTER DARI SINGKATAN NAMA PEMAIN. .............................................. Disinilah aku berada, rumah mewah dan besar milik suamiku yang baru saja aku nikahi beberapa jam lalu, mungkin takdir yang tertulis untukku begitu buruk hingga suamiku sendiri langsung pergi setelah kami sampai di rumah, dia meninggalkan aku di rumah ini sendirian dalam kesepian. Entah sudah berapa lama aku menangis untuk meratapi takdirku, rasanya begitu menyakitkan saat tahu alasan pria itu menikahiku, dia mengatakannya dengan tatapan tajam, tak seperti tatapan suami ke istrinya, lebih tepatnya seakan ia adalah musuhnya, bahkan dia tak sungkan mengatakan alasan pernikahan ini, tanpa memikirkan perasaannya. "Aku menikahimu hanya untuk membuat mantan kekasihku cemburu dan tidak jadi pergi ke Italia untuk melanjutkan pendidikannya, namun sayang dia lebih memilih pendidikannya dari pada aku kekasihnya." Berbagai pertanyaan bersarang di otaknya saat mendengar jawaban suaminya, ia merasa ini tak adil untuknya, walaupun ia sadar bahwa pernikahan ini hanya untuk pembayaran hutang ayahnya yang tinggal di desa, hutang puluhan juta hingga ayahnya tega menawarkan dirinya pada pria asing yang bahkan tidak ia tahu namanya atau rupanya. Sudah menjadi tradisi di desa jika anak perempuan hanya barang yang nantinya akan dijual untuk kepentingan keluarganya, ia hanya gadis desa yang menamatkan pendidikan hanya sampai di Sekolah Menengah Pertama, tak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan, sehingga ia hanya bisa pasrah dengan keputusan ayahnya. "Siapa mantan kekasih, Mas Gavin?" "Kenapa dia menikahiku jika dia masih mencintai wanita itu?" "Aku seperti mainan dalam hubungan keduanya, apa aku tak akan menggapai dirimu, Mas Gavin?" Tak ingin terus meratapi nasib, ia pun memilih beranjak dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan riasan di wajahnya, setelah berganti pakaian, ia pun tidur di kasur, hanya sendirian. Hal yang sangat berbeda dengan pengantin lainnya yang akan mengalami malam pertama, pengantin prianya saja pergi entah kemana selama berjam-jam. Ia hanya bisa berharap jika suaminya bersedia membuka hati kembali untuk dirinya, sejak melihat pria itu pertama kalinya di altar pernikahan, sejak saat itu ia sudah terpesona dan jatuh cinta dengan suaminya. Wajah tampan, tubuh tegap dan berotot, tatapan setajam elang yang mampu menghipnotis dirinya dan latar belakang suaminya yang merupakan pria berpendidikan serta memiliki kekayaan yang tak terhitung lagi, siapa yang mampu menolak pesona suaminya? Namun rasanya itu hanya akan menjadi mimpinya, mana mungkin suaminya mau mencintai gadis desa yang kuno, bodoh, dan tidak cantik. Memikirkan semua kerumitan pernikahannya membuat kepalanya sakit sehingga ia memutuskan untuk memejamkan matanya dan bermimpi indah, sebelum terbangun dalam pernikahan tanpa cinta ini. [][][][][][][][][][][][][][][][] Pagi hari yang cerah, seperti biasa aku akan menyiapkan sarapan sekaligus bekal untuk suamiku tercinta walaupun nantinya masakanku tak akan dimakan olehnya dan berakhir di tempat sampah, namun hal itu tak menyurutkan semangatku untuk memasak. Setelah selesai memasak dan menaruh hasil masakannya di atas meja makan, ia pun memutuskan untuk mandi agar terlihat lebih baik di mata suaminya yang selalu mencari kekurangannya dan tak henti menghina kekurangannya. Setelah selesai mandi, aku melihat suamiku sedang sibuk di dapur, aku pun berjalan menghampirinya dan bingung saat melihat suamiku sedang memasak. "Mas Gavin, aku sudah memasak untuk kau, bekal pun sudah aku siapkan, lalu kenapa kau memasak lagi?" "Aku tak sudi memakan masakanmu, mengerti?" "Baiklah." Walaupun hatinya sakit dan rasanya ia ingin berteriak di depan pria itu untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini, namun ia tak mampu atau lebih tepatnya tak berani untuk mengatakan apa yang ia rasakan, ia terlalu lemah. Setelahnya ia memilih untuk sarapan dan berusaha tak peduli dengan apa yang dilakukan pria itu, ia pun yakin jika pria itu akan senang jika ia diam saja dan tak mencampuri urusan pria itu. Walaupun sudah bersikap seakan tak peduli, namun matanya mengkhianati otaknya, ia terus menatap pria itu hingga pria itu keluar dari rumah ini dengan bekal makanan di tangannya. Sekarang ia hanya bisa menghela nafas kasar dan menatap sendu ke arah makanan yang begitu banyak yang ada di meja makan ini. "Sampai kapan kita terus seperti ini?" [][][][][][][][][][][][][][][][][] Malam pun tiba dan suaminya pun pulang dengan wajah lelah, namun tak mengurangi ketampanan wajahnya, ia langsung mengambil pakaian kotor milik suaminya yang berserakan di lantai dan menaruhnya ke ember cucian kotor, menaruh tas kerja suaminya ke meja, lalu menaruh sepatu suaminya ke rak sepatu, suaminya itu terbiasa menaruh Segal sesuatu secara berantakan dan tidak teratur, sehingga ia harus sigap merapikannya atau kamar ini akan seperti kapal pecah hanya karena tindakan suaminya seorang. Setelah selesai merapikan semuanya, ia hendak pergi dari kamar suaminya karena tahu suaminya tak menyukai kehadirannya, namun langkah terhenti saat melihat sebuah kertas undangan di atas kasur, ia pun mengambilnya dan membaca undangan tersebut. "Acara perayaan ulang tahun perusahaan, berarti Mas Gavin akan pergi ke pesta? Apa dia akan mengajakku?" Ia menaruh kembali undangan itu ke atas kasur setelah membacanya, entah kenapa ia langsung senang saat membayangkan akan pergi dengan suaminya karena ini pertama kalinya mereka akan pergi. Ia pun ingin menunggu suaminya selesai mandi untuk menanyakan akan undangan itu, namun saat ingat jam pesta dimulai yang tinggal setengah jam lagi, ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar dan bersiap-siap, ia tak mau telat dan membuat suaminya kesal bahkan marah. "Aku sudah rapi, aku harap gaun lama ini masih terlihat pantas dipakai di pesta nanti, astaga sudah mau jam sembilan malam." Setelah selesai bersiap-siap, ia pun berjalan ke arah kamar suaminya, ia hendak membuka pintu itu namun pintu tersebut sudah dibuka dari dalam, ia melihat suaminya sudah rapi dan terlihat jauh lebih tampan dan gagah dengan setelan kemeja, jas, dan celana bahan serta rambut yang disisir rapi, ia langsung terkagum-kagum melihat pesona suaminya ini. "Ayo, kita pergi bersama." "Apa? Pergi kemana?" Senyum yang sedari tadi menghiasi bibirnya langsung luntur ketika mendengar pertanyaan pria itu, ia merasakan ada firasat buruk dalam hatinya. Walaupun ragu, ia memberanikan diri untuk menjawab. "Ke pesta perayaan ulang tahun perusahaanmu, aku akan ikut bersamamu, benar bukan?" Seketika tawa suaminya pecah saat ia mengatakan hal itu, bukan tawa canda melainkan tawa mengerikan yang membuat ia mundur perlahan-lahan karena takut namun pria itu malah mencengkeram tangannya dengan kuat hingga ia merintih kesakitan. "Sakit, Mas Gavin. Tolong lepaskan." "Sakit? Maka dari itu jangan bermimpi, kau lihat penampilan ini, sangat buruk, tidak pantas bersanding dengan pangeran sepertiku. Kau bahkan tak punya pakaian yang layak untuk ke pesta, lalu kau ingin dunia tahu pernikahan kita? Sangat tidak tahu malu, menyingkir dari jalanku." Ia tak menyangka jika suaminya yang irit bicara ini, kali ini bicara panjang namun ucapan pria itu sangat menyakitkan dirinya, bahkan pria itu mendorongnya ke lantai hingga ia terjatuh lalu meninggalkannya begitu saja yang hanya bisa pasrah menerima perlakuan buruk pria itu dan menatap berkaca-kaca punggung tegap suaminya yang semakin menjauh hingga menghilang dan tak bisa ia gapai, mungkin untuk selamanya. "Mas Gavin, kenapa kamu selalu menolak diriku?" Tangerang, 18 Desember 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD