Menyebalkan!

1530 Words
Ela terlihat berantakan, mengacak acak rambutnya sendiri. Waktu yang tersisa hanya satu jam lagi. Namun tak sepeserpun bisa Ela kumpulkan. Anyelir hanya bisa diam dan pasrah jika harus menjadi wanita simpanan Alex, meski pria itu mau menukarnya dengan Ela. Anyelir tidak mungkin mengorbankan orang lain. "Sudahlah, kamu nggak perlu mengorbankan dirimu." Kata Anyelir menenangkan Ela. Ela menurunkan tangannya, menatap wajah Anyelir. "Lu mau pasrah gitu aja?" tanya Ela. "Nyatanya? kita tidak mendapatkan uang. Waktunya tinggal satu jam, kau bisa apa?" ucap Anyelir. Sekar yang sedari tadi diam, hanya mengulum senyum memperhatikan mereka berdua. "Aku bilang juga apa, jangan suka merepotkan dirimu sendiri terlibat dengan urusan orang lain. Senentara kamu sendiri tidak bisa apa apa." "Diem lu!" bentak Ela. "Fakta!" Sekar menjulurkan lidahnya. "Kamu saja ngasih cek kosong pada Anyelir, kenyataannya kamu tidak bisa menolong dirimu sendiri." Ela dan Anyelir terdiam menatap Sekar, apa yang di katakannya memang benar. Tapi apa hendak di kata, Ela sudah terlanjur melibatkan diri. Saat mereka tengah larut dalam pikiran masing masing, pintu kamar terbuka. Nampak Santi berdiri di ambang pintu bersama Ruri. "San?" sapa Ela. "Lo butuh duit demi menyelamatkan si Anyelir bukan?" tanya Santi sinis. "Ya!" sahut Ela. "Ini!" Santi meletakkan koper yang berisi uang di atas meja. "Pakai uang itu, dan bebaskan dia dari jerat hutang suaminya." Ela tengadahkan wajahnya menatap Santi. "Lu duit dari mana?" tanya Ela serius. "Lo nggak perlu tahu, sekarang ambil uang itu." Kata Ela tegas. Ela mengalihkan pandangannya pada koper di atas meja, lalu membuka koper tersebut. Benar saja, di dalamnya terdapat uang dalam pecahan seratus ribu, Ela kembali menutup koper itu. Melirik jam tangannya yang menunjukkan sisa waktu tiga puluh menit lagi. Ela berdiri mengambil koper di atas meja lalu menarik tangan Anyelir supaya berdiri. "Ayo kita pergi! Anyelir dan Ela, bergegas pergi menuju kelab sebelum terlambat, di ikuti Ruri dari belakang. Sepeninggak mereka, Santi duduk di kursi berhadapan dengan Sekar. "Kamu kenapa?" tanya Sekar, memperhatikan raut wajah Santi terlihat sangat lelah. Santi menggelengkan kepalanya, ia enggan mengatakan apapun pada Sekar. "Mencintai seseorang diam diam itu menyakitkan bukan?" celoteh Sekar, seraya memutar matanya ke kiri dan ke kanan. Santi tertawa kecil melihat tingkah konyol Sekar. "Lo itu siapa sih?" tanya Sekar penasaran, sejak perkenalan malam itu. Sekar terus mengikuti Santi bahkan tidur di kamarnya berdua dengan Santi, namun ia belum sempat bertanya apa apa tentang Sekar. Sekar tersenyum lebar, memainkan ujung rambutnya dengan jarinya sendiri. "Asalku dari panti asuhan, aku tidak tahu siapa orang tuaku. Tapi aku masa bodo, ngapain harus aku pikirkan. Lebih baik aku cari uang dan cari jodoh. Hahahaha!" ucap Sekar di akhiri tertawa terbahak bahak, membuat Santi tersenyum. "Memangnya lo pengen nikahin cowok model gimana?" tanya Santi, lalu beranjak dari kursi. Naik ke atas tempat tidur, meletakkan tasnya di atas meja yang ada di sampingnya. "Tajir, ganteng, apalagi ya?" Sekar terdiam, seolah olah sedang berpikir. "Ah sudahlah, kelamaan! mendingan gue tidur." Sungut Santi lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sekar terdiam memperhatikan Santi, detik berikutnya ia naik ke atas tempat tidur, berbaring di samping Santi. Sekar tahu, kalau Santi tidak benar benar tidur. Akhirnya ia melontarkan candaan supaya Santi tidak mengabaikannya. Sementara di kelab. Alex tidak menduga, kalau Ela berhasil mendapatkan uang dalam waktu 24 jam. Mungkin Alex harus berpikir ulang, dan tidak meremehkannya lagi. "Lu jangan ingkar janji, hutang suaminya Anyelir lunas." Ucap Ela. Alex tersenyum, ia memang sudah tidak tertarik lagi pada Anyelir, ia lebih menyukai Ela. Alex tidak menolak ataupun ingkar janji. Ia merobek surat utang piutang di depan Ela, Anyelir dan Aldo. "Wanita itu bebas!" kata Alex. "Oke!" sahut Ela. Setelah itu, Anyelir mengajak Ela untuk pulang. Namun Aldo mencegah Anyelir untuk ikut bersama Ela. Namun Anyelir menolak, ia memilih untuk bercerai dengan Aldo dari pada harus kembali lagi pada pria yang telah mempertaruhkan istrinya di meja judi. Tentu saja tidak semudah itu, Aldo tidak terima begitu saja keputusan Anyelir. "Ayo kita pergi!" ajak Ela, menarik tangan Anyelir, keluar dari kelab. Sementara Alex hanya bisa menatap kagum pada Ela. Berbeda dengan Aldo, ia tidak akan melepaskan Anyelir begitu saja dan akan membuat perhitungan dengan Ela. *** Ela tersenyum puas, bisa menolong Anyelir. Meski uang yang di dapatkannya bukanlah uangnya sendiri. Ela bahagia bisa melakukan hal yang berguna? sepintas mungkin, ya. Kepuasan ego semata, tapi hati kecilnya ia tetap kesepian dan selalu kurang. "La, mau sampai kapan lo, bekerja seperti ini? apa lo gak capek? harus pura pura jadi cewek?" tanya Santi mempertegas. Ela menoleh ke arah Santi, "terus gue harus apa? lo tau sendiri, gue bosen kerja di kantoran. Ngapain gue kerja di sini? mendingan gue pulang ke rumah, atau gue gak perlu minggat dari rumah." "Gue tau, lo pernah bilang. Kalau lo di usir dan di coret dari daftar anggota keluarga gara gara lo yang selalu bikin ulah. Tapi La, gak ada orang tua yang benar benar membuang anaknya. Apa salahnya kalau lo pulang, dan minta maaf." Jelas Santi panjang lebar. "San, lu gak ngerti." Elak Ela, berdiri menatap ke arah prapatan lampu merah. "Gue masih inget, awal gue datang ke Jakarta. Tidak ada sanak saudara, cuma lu aja. San. Selalu ada buat gue, selalu bantu gue." Ela melirik ke arah Santi yang masih duduk. Santi menarik napas panjang, lalu berdiri di samping Ela. "Kita sahabat, lo jangan bicara seperti itu." "Tapi San, mau sampai kapan lu ngikutin langkah kaki gue? lu cantik, gue rasa banyak cowok yang suka sama lu." Ucap Ela. "Kepikir gak si? lu punya pacar terus lu nikah sama tuh cowok?" tanya Ela. "Emang lo tau, mau gue? sok tahu lo!" sungut Santi. "Lo juga cakep, asal rambut palsu lo di buka. Dan jadilah Sean, Sean Anderson." Ela tertawa kecil, melirik ke arah Santi lalu menggenggam erat tangannya. "Lu tau, gue bosen jadi Sean. Gue begini, ninggalin semua yang gue miliki. Karena gue, mau mencari arti hidup. Selama ini, hidup gue tidak ada artinya." Ucap Ela. Santi menatap lembut kedua bola mata Ela. Lalu berdehem sebentar. "La, gue minta sesuatu." "Apa?" tanya Ela. "Buat malam ini, kumohon..buka rambut palsu lo. Buka sepatu, dan rok mini yang lo pakai." Pinta Santi. "Lu gila kali ya? nanti gue pakai apa?" tanya Ela. "Nih!" Santi memberikan kantong plastik pada Ela. "Ini kaos dan celana panjang, gue mau lo pakai ini." Ela menarik napas panjang, lalu mengangguk. "Baiklah, tapi hanya malam ini. Oke?" Santi mengangguk, ia tersenyum. "Oke." Ela mengambil kantong plastik di tangan Santi, lalu berlari ke belakang halte untuk mengganti pakaiannya. Tak lama kemudian, Ela telah selesai dan berubah menjadi pria tampan. Mata Santi berbinar, menatap wajah Ela yang telah berganti menjadi Sean Anderson, pria yang sangat ia cintai. Namun Sean atau Ela, tidak mengetahui kalau Santi adalah wanita yang akan di jodohkan ibunya dulu. Santi mengikuti kepergian Sean karena cinta di dalam hatinya, Sean tidak tahu itu. "Ela." Santi mengulum senyum, lalu memanggil Ela dengan sebutan lain. "Sean Anderson." "Lu suka?" tanya Sean. Santi mengangguk, "keren, gue suka lo yang kaya gini dari pada jadi cewek jadi jadian." Ela atau Sean tertawa mendengar pernyataan Santi. Lalu menundukkan kepalanya memperhatikan kedua kakinya yang telanjang. "Gue gak pakai sepatu, San?" Santi menatap kedua kaki Sean lalu tertawa. "Gak masalah, biarpun lo gak pake sepatu tetap keren kok." "Lo bisa aja!" sahut Sean. "Makan yuk?" tawar Santi. "Lo traktir ya?" tanya Sean. Santi menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka melangkah bersama. Namun, baru saja beberapa langkah, seorang wanita memanggil nama Santi. "Santi!" Santi dan Sean menoleh ke belakang, nampak Anyelir dan Ruri sudah berdiri di belakang mereka. "Akhirnya, lo mau kembali menjadi diri lo sendiri, La." Kata Ruri. "Jadi? Ela itu cowok? dan namamu Sean?" tanya Anyelir seraya terisak. "Lu kenapa mewek?" tanya Sean. "Anyelir nyariin lo!" kata Ruri. "Ada apa?" tanya Sean. "La, eh Sean..aku sudah bercerai dengan Aldo. Tapi, mertua dan Aldo tidak terima. Mereka menuntut ganti rugi karena merasa di ceraikan sebelah pihak." Ungkap Anyelir. "Loh? bukankah lo yang bilang? kalau mertua lo yang menginginkan perceraian?" tanya Santi. "Ya, tapi sekarang mereka berubah. Sean, San, tolong aku." Anyelir melipat kedua tangannya. "Oke, sekarang apa maumu?" tanya Sean. "Ikut aku, di rumah ada mertua dan Aldo. Mereka gak mau pergi sebelum aku kasih mereka uang." Jelas Anyelir. "Ayo!" Sean menarik tangan Anyelir, melangkah bersama meninggalkan Santi dan Ruri, tanpa ada kata kata lagi. Santi membuang mukanya, hatinya terasa sakit saat Sean lebih peduli terhadap Anyelir, wanita yang baru di kenalnya. "Aaaaahhhh!!" pekik Santi meluapkan kekesalannya. Sementara Ruri, hanya diam memperhatikan. Ia enggan mengganggu suasana hati Santi yang sedang tidak baik baik saja. Namun Ruri enggan meninggalkan Santi. Ia memilih mengikuti langkah Santi untuk melindunginya dari hal hal yang tak di inginkan. Sementara jauh di belahan negara lain. Dusan merasa khawatir dengan putri satu satunya, Kalila Khanza. Ia meminta anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Kalika saat ini. "Tuan, putri anda saat ini mengganti namanya menjadi Santi." Kata salah satu anak buahnya. "Persiapkan keberangkatanku ke Indonesia, carikan aku rumah mewah dan nyaman. Jika memang putriku betah tinggal di sana, aku turuti maunya." Timpal Dusan. "Tuan, saya dapatkan informasi baru." Kata anak buahnya. "Katakan!" "Nyonya Imelda, berencana untuk mengunjungi Indonesia untuk menemui putranya, Sean." Jelasnya. "Bagus, kita lihat. Apa yang akan mereka lakukan di sana." Dusan tersenyum sinis. "Kau bukan lagi sahabatku, Imelda. Kita musuh!" gumam Dusan dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD