Terangsang

2122 Words
Brendan yang merasa tubuhnya terangsang setelah meminum minuman yang dikirim oleh Chiko atas suruhan Morgan seketika bangkit dari duduknya, ia hendak melangkah pergi dari hadapan wanita yang juga mengalami hal yang sama dengannya. Namun, saat Brendan akan meninggalkan tempat duduknya, Brielle malah meraih tangan pria itu dan menariknya dengan sekuat tenaga, hingga tubuh Brendan kembali jatuh terduduk di sampingnya, tapi kali ini posisi mereka begitu rapat dan bisa dikatakan intim. "Tuan, jangan pergi tinggalkan aku di sini," ucap Brielle dengan suaranya yang terdengar begitu seksi. Lalu dengan berani jemarinya yang halus mulai menyentuh permukaan wajah Brendan dan mengusapnya penuh kelembutan. Brendan yang masih waras walau gairah dalam tubuhnya bergejolak minta dilepaskan, namun ia sadar siapa wanita yang berada di dekatnya saat ini. Brendan segera mengenyahkan jemari halus milik Brielle dari wajahnya, tetapi tanpa sadar ia malah menggenggam jemari tersebut, membuat wanita yang biasa disapa Briel itu menganggap Brendan tertarik dengannya. "Lebih baik sekarang kamu pulang ke rumahmu, Nona!" ucap Brendan memperingati Brielle karena ia merasa berada di dekat wanita itu lama-lama akan membahayakannya. "Ah, ayolah… kenapa kamu menyuruh aku untuk pulang, apa kalau aku pulang kamu akan ikut bersamaku?" tanya Brielle yang tersenyum dengan sorot mata yang sangat mengagumi Brendan. "Untuk apa saya ikut bersamamu?" Brendan malah balik bertanya dan segera menggeser posisi duduknya. Tetapi dengan cepat Brielle juga ikut menggeser duduknya hingga posisi mereka kembali rapat. Bahkan kini Brielle semakin bersikap berani dengan melingkarkan kedua tangannya di tubuh kekar Brendan yang dipenuhi otot-otot seksi. "Pulanglah bersamaku malam ini, aku akan memberikanmu sesuatu yang manis untuk dikenang seumur hidupmu," jawab Brielle dengan suara yang terdengar mulai berat, tatapan matanya begitu tajam dan menggoda. "Jangan gila kamu, saya bukan pria yang kamu cari di tempat ini. Saya datang ke sini untuk menemani Morgan, bukan untuk mencari wanita yang ingin menemaniku malam ini!" bantah Brendan yang tubuhnya semakin terasa sangat panas, bahkan ia hampir tidak dapat mengendalikannya saat Brielle terus mendekatinya. "Jangan munafik kamu, Tuan. Pria mana yang tidak menginginkanku untuk menemani malam-malamnya? Di luar sana banyak pria yang bertekuk lutut di hadapanku, mereka memohon untuk bisa dekat denganku. Kamu bisa bicara seperti ini karena kamu belum menikmatinya dan kamu tidak tahu siapa aku," goda Brielle yang semakin merasa panas hingga wanita seksi itu mulai beranjak meninggalkan posisi duduknya dan mendaratkan tubuhnya duduk di atas pangkuan Brendan. Tentu saja Brendan terkejut dengan sikap berani Brielle, wanita yang dirasanya kurang waras. "Hei, jaga sikapmu!" serunya dengan suara tegas. Saat Brendan berniat ingin mengenyahkan tubuh Brielle dari atas pangkuannya, tiba-tiba saja wanita itu menangkup kedua sisi wajah Brendan yang ditumbuhi bulu-bulu tipis di sekitar rahangnya, yang membuat wajah pria itu terlihat begitu seksi, bukan hanya tampan. "Tuan, jangan kasar-kasar padaku. Aku ini wanita lembut yang suka diperlakukan dengan lembut oleh pria-pria sebelum bertarung di atas ranjang," ucap Brielle yang semakin membuat emosi Brendan memuncak. Dan tanpa disangka-sangka, Brielle yang sudah menangkup wajah Brendan, wanita itu dengan berani langsung menyerang bibir Brendan dan melumatnya begitu rakus. Brendan sangat terkejut bibirnya tiba-tiba saja dicium oleh wanita asing, wanita yang baru ditemuinya beberapa puluh menit yang lalu. Mungkin hal seperti ini tidak aneh di mata para pengunjung bar, bahkan hal ini sering terjadi di depan matanya, tapi Brendan bukan p****************g yang suka berhubungan dengan wanita di luar sana yang bukan merupakan istrinya, dan Brendan adalah sosok pria yang begitu setia pada satu wanita, yaitu Jessica. Tanpa Brendan sadari, ada seseorang yang memotretnya dengan posisi yang sedang begitu intim bersama seorang wanita yang saat ini tengah melumat bibirnya. "Lepas!" bentak Brendan seraya mendorong tubuh Brielle hingga enyah dari atas pangkuannya, dan menghempaskannya kembali ke atas sofa. Bukannya takut, Brielle malah tersenyum, lalu tertawa dengan begitu renyahnya. "Kamu tuh kenapa sih kasar banget sama aku? Emang kamu nggak suka dapat ciuman gratis dariku?" tanya wanita itu sembari mengusap bibirnya yang seksi dan masih basah, bibir yang baru saja berhasil melumat bibir pria yang dikaguminya. "Gila kamu ya! Kamu pikir saya pria yang haus akan sentuhan seorang wanita? Maaf ya Nona, saya adalah pria yang sudah beristri jadi tolong pergilah sebelum saya mengusirmu dengan cara yang kasar!" ancam Brendan sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu keluar. Saat ini pikiran Brendan benar-benar sudah dibuat marah oleh kelakuan Brielle. "Tidak, aku tidak akan keluar dari sini karena aku masih penasaran ingin menghabiskan malam bersamamu. Bagaimana kalau sekarang kita pesan minuman yang dingin-dingin, untuk mendinginkan tubuhku yang sedang terasa panas ini," ajak Brielle setelah menolak dengan begitu santainya tanpa merasa bersalah sedikitpun karena sudah membuat Brendan marah, sehingga masih berani mengajak pria itu untuk minum bersamanya. Brendan berdecih kesal mendengar ajakan minum dari wanita yang keras kepala seperti Brielle. Bahkan kini Brendan sudah malas menanggapi perkataan wanita itu karena sepertinya ia sudah mabuk dan sulit untuk diajak bicara serius. Hingga akhirnya Brendan memutuskan untuk pergi meninggalkan wanita itu daripada berlama-lama terus berada di sana yang hanya akan memancing emosinya. "Dasar wanita gila, percuma saya menanggapimu!" Setelah selesai mengatakan hal itu, Brendan bangkit dari posisi duduknya dan melangkah pergi tanpa lagi menghiraukan panggilan dari wanita itu yang memohon padanya agar tidak pergi. Brendan melangkah dengan tergesa menuju meja bartender, tempat mereka meracik minuman. Pria itu berniat akan menghampiri Chiko untuk menanyakan hal penting, yang berhubungan dengan minuman yang pria itu suguhkan di mejanya, hingga membuat tubuhnya merasa panas seperti ini. Bendan paham betul bahwa minuman yang Chiko berikan telah dicampur sesuatu. Namun, beruntungnya Brendan dapat mengatasi apa yang ia alaminya saat ini, walau rasa panas ini terasa begitu menyiksanya. "Chiko, obat apa yang kau masukkan ke dalam minumanku dan wanita yang tadi bersamaku?" tanya Brendan tanpa basa-basi dengan sorot matanya yang begitu tajam menatap wajah terkejut Chiko saat melihat kehadirannya di depan meja tempatnya bekerja. "Tu--tuan… Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," kilah Chiko yang masih belum mau mengakui kesalahannya. "Jangan berpura-pura, apalagi sampai membohongiku, Chiko!" ucap Brendan mematahkan kebohongan yang akan Chiko ciptakan. Mendapat tatapan yang tajam dari Brendan, membuat nyali Chiko menciut. Namun, ia tak dapat berkata jujur karena sudah mendapat ancaman dari seseorang, bahkan ia memilih untuk menyalahkan dirinya sendiri di hadapan Brendan daripada harus menyebutkan nama orang yang telah membayarnya. "Ma-maaf, Tuan. Aku benar-benar tidak sengaja menukar minumanmu dengan minuman orang yang duduk di belakangmu tadi. Jujur malam ini aku sangat lelah, sampai kejadian ini bisa aku alami. Mohon maafkan aku, Tuan, maaf untuk kecerobohanku ini." Brendan tak lantas percaya begitu saja dengan perkataan Chiko, karena apa yang pria itu ceritakan di hadapannya sangat terasa janggal dan tidak masuk akal. "Bagaimana bisa orang memesan minuman dengan mencampur obat perangsang? Apa orang itu gila?" tanya Brendan dengan raut tak suka. "Sepertinya dia hanya berniat untuk menjahili temannya dan kekasih baru dari temannya tadi, Tuan," jawab Chiko dengan setenang mungkin. "Baru sepertinya, bukan yang sebenarnya?" tanya Brendan kembali penuh raut kecurigaan. Di tengah-tengah percakapan antara Brendan dan Chiko dalam suasana tegang, tiba-tiba saja Morgan menghampiri keduanya dan memecah suasana tegang yang terasa begitu mencekam. "Brendy, ngapain kau di sini? Sedang ngobrolin apa sama si Chiko? Gadis yang tadi bersamamu mana?" tanya Morgan yang baru saja menyelesaikan urusannya dengan teman lamanya. Brendan menoleh dan menatap ke arah Morgan yang kini duduk di sampingnya. "Ini Chiko, bisa-bisanya dia salah kirim minuman ke mejaku yang kau pesankan tadi. Mana minuman itu sudah dicampur sesuatu. Dan kau tahu sesuatu itu apa?" "Apa?" tanya Morgan dengan dahi yang mengernyit karena begitu penasaran. "Obat perangsang! Apa itu tidak gila menurutmu?" ungkap Brendan yang sangat kesal atas kronologi yang baru saja ia alami karena kecerobohan seseorang. "Chiko, yang benar saja kau itu! What's wrong, brother?" tanya Morgan sembari mengangkat kedua tangannya, untuk menuntut jawaban Chiko atas pertanyaannya. "Maaf tuan, aku benar-benar tidak sengaja dan tidak sadar jika minumannya tertukar. Malam ini aku tidak dapat bekerja dengan fokus, ini bukan pertama kalinya aku melakukan kesalahan malam ini pada pelanggan di bar. Tolong maafkan aku Tuan Morgan dan Tuan Brendan," mohon Chiko yang meminta maaf sembari mengatupkan kedua telapak tangannya dan menunjukkan raut wajahnya yang dipenuhi penyesalan. "Lain kali kalau kerja hati-hati, jangan sampai masalah ini terulang kembali pada pelanggan yang lain, bisa-bisa kamu berurusan sama pihak berwajib jika orang yang merasa dirugikan melapor karena kamu dianggap lalai dan membahayakan seseorang!" ucap Morgan memperingati Chiko agar tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. "Baik Tuan, sekali lagi aku benar-benar minta maaf. Aku janji ini yang terakhir kalinya dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Sebagai gantinya, bagaimana kalau aku berikan kalian dua botol minuman gratis?" tawar Chiko yang coba berbaik hati untuk meluluhkan Brendan yang sampai saat ini sepertinya belum mau memaafkan kesalahannya. "Tidak perlu repot-repot, untung saja Brendan ada urusan penting setelah ini, jika tidak urusan ini akan menjadi panjang! Ingat, lain kali kerja fokus biar nasib pekerjaanmu di sini baik!" sindir Morgan pada Chiko sebelum ia mengajak Brendan pergi meninggalkan tempat tersebut. "Ayo brother, sebentar lagi acara anniversary kau dan Jessy akan segera dimulai, kau harus segera sampai di rumah secepatnya karena Jessy baru saja mengirimku pesan untuk mengingatkanmu agar tidak pulang terlambat karena ternyata nomormu tidak dapat dihubungi!" ajak Morgan pada sahabatnya yang memiliki acara spesial malam ini, ia tidak ingin jika Brendan datang terlambat di acara spesial bersama sang istri. Dengan cepat Brendan langsung menganggukkan kepala setelah melihat jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ya, ponselku lowbat. Kau harus segera mengantarkanku pulang sekarang juga! Come on!" Brendan pun pergi meninggalkan Chiko tanpa sepatah kata pun atau meninggalkan kata-kata jika ia sudah memaafkan kesalahan bartender tersebut. Kepergian Brendan langsung disusul oleh Morgan sampai tiba di area parkiran. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil dan duduk nyaman di kursi masing-masing, Morgan segera melajukan kendaraannya meninggalkan area parkiran bar menuju rumah Brendan. Begitu tiba di jalanan utama, Morgan pun mulai membuka obrolan untuk mengisi keheningan yang tercipta. "Brendy, apa kau baik-baik saja?" tanya Morgan untuk memastikan karena ia merasa cemas setelah mendengar sahabatnya meminum minuman yang tertukar dan yang telah dicampur obat perangsang. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa aku terlihat aneh?" tanya balik Brendan yang terdengar begitu ketus sembari bersedekap. Morgan tersenyum jahil melihat ekspresi kesal sahabatnya itu, dengan cepat ia menutup mulutnya rapat-rapat untuk menahan gelak tawa yang sungguh menggelitik perutnya. "Kenapa kau terlihat kesal sekali, brother? Aku kan hanya bertanya, untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja setelah minum minuman yang tertukar." "Yang sudah dilarutkan obat perangsang, maksudmu?" Brendan pun langsung memperjelas dengan raut yang semakin kesal mendengar Morgan malah menertawakannya. Suara tawa Morgan seketika pecah memenuhi seisi mobil, hingga sebuah pukulan mendarat di lengannya dengan kasar, pukulan yang berasal dari kepalan tangan Brendan yang duduk di sampingnya. Morgan mengaduh kesakitan sejenak, mengusap lengannya yang terasa panas setelah dihajar oleh Brendan. "Kenapa kau bersikap panas sekali? Apakah ini efek dari obat yang kau minum barusan? Wah, mana rumahmu jaraknya masih lumayan jauh, apakah kau masih kuat menjalani hidup ini?" tanya Morgan yang semakin berani meledek sahabatnya itu. "Diam, dan tutup mulutmu itu! Kau fokus saja menyetir, jangan banyak bicara!" titah Brendan dengan tegas. Walaupun ia tahu bahwa sahabatnya saat ini sedang bercanda dan sengaja meledaknya. "Ya, baiklah. Aku akan mulai fokus dan mengantarkanmu dengan selamat sampai di rumah!" jawab Morgan yang memilih segera menyudahi sikap jahilnya terhadap Brendan yang memang mudah terpancing emosi. Suasana hening kembali tercipta saat keduanya sama-sama memilih diam dan tak saling bicara. Sementara diam-diam Brendan masih merasa kesal dan perasaannya selalu berkecamuk saat mengingat kejadian di bar tadi, ketika ada wanita asing yang dengan berani mencium bibirnya, bahkan memohon padanya untuk ditiduri malam ini. "Untung saja wanita tadi bertemu dengan pria sepertiku, kalau tidak mungkin dia sudah dibuat tidak berdaya oleh pria lain di kamar hotel. Sepertinya aku harus menghubungi Alice dan memberi tahu kelakuan adiknya agar Alice dapat mengajarkan Briel untuk bersikap baik sebagai seorang wanita!" gumam Brendan memutuskan di dalam hati, karena kebetulan ia menyimpan nomor Alice, wanita yang diselamatkannya siang tadi. Ya, Brendan memutuskan akan menghubungi Alice saat siang nanti. Sementara itu perasaannya masih tidak percaya dengan penjelasan Chiko yang mengatakan jikalau ia tidak sengaja menukar minumannya. Hal itu membuat Brendan bersikeras untuk mengungkapkan kebenaran tentang penjelasan yang didengarnya tadi sangatlah janggal. "Entah kenapa aku merasa Chiko berbohong malam ini, sepertinya dia benar-benar sengaja melakukannya karena disuruh oleh seseorang untuk mencampur obat perangsang di minumanku dan di minuman Briel. Hmm, aku harus segera menyelidikinya!" gumam Brendan kembali mengisi kekosongan hatinya selama di perjalanan menuju pulang. Seketika bayangan wajah cantik istrinya bertahta dalam benak Brendan yang begitu merindukan sosok wanita itu. Sosok wanita yang selalu berhasil mencairkan perasaan gundah gulananya di saat-saat seperti ini tanpa melakukan apa pun. Cukup hadir dalam benaknya, maka dengan cepat masalah atau beban berat yang tengah Brendan rasakan hilang secara perlahan-lahan dan menyisakan kerinduan pada sosok istrinya. "Ah, Jessy. Aku sangat merindukanmu sayang. Rasanya aku ingin cepat-cepat sampai di rumah dan menghabiskan malam ini dengan memeluk tubuhmu sampai pagi," batin Brendan yang sangat merindu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD