Merindukanmu

1126 Words
Setelah menyelesaikan tugasnya untuk melumpuhkan para pelaku perampokan yang selama dua bulan ini meresahkan seluruh warga kota Los Angeles, kini Brendan dan Morgan baru saja pergi meninggalkan kantor untuk pulang saat waktu menunjukkan pukul 19.30. Dalam perjalanan pulang, beberapa kali Brendan tampak memijat pelipisnya, rasa penat selama beberapa hari belakangan karena memata-matai kegiatan para perampok Wolf Geng membuatnya sudah satu Minggu tidak pulang ke rumah. Hal itulah yang membuat rasa penat sering menghampiri karena selama satu Minggu itu juga ia tak berjumpa dengan wanita yang teramat dicintainya. "Morgan, bisakah kau lebih cepat sedikit? Aku sudah tidak sabar bertemu Jessy di rumah." Brendan menepuk pundak sahabatnya yang tengah sibuk mengemudi, membelah jalanan kota Los Angeles yang terpantau ramai lancar pada malam itu. "Aku pun inginnya cepat, tapi kau bisa lihat sendiri bagaimana kondisi jalanan saat ini, Brendy!" Morgan menjawabnya sesuai fakta dan memanggil sahabatnya itu dengan sebutan Brendy, panggilan sayang dari Jessy khusus untuk pria itu. "Ya, aku tahu. Tapi kau mengerti 'kan bagaimana perasaanku malam ini, aku ingin segera bertemu Jessy ku yang cantik dan manis. Sudah satu Minggu aku tidak bertemu dengannya. Hatiku sudah tidak bisa menahan rindu ini semakin lama, Gan." Dengan terang-terangan Brendan mencurahkan isi hatinya yang memendam rindu selama bertugas demi mengamankan kota Los Angeles. "Hmm…" Sementara Morgan hanya menanggapinya dengan berdehem, membuat Brendan merasa tidak asik menikmati perjalanan jauh yang sungguh membosankan. "Ayolah kawan, kenapa kau hanya menjawab perkataanku dengan deheman saja? Apa kau tidak ingin mengucapkan sesuatu atau memanjatkan doa terbaik untuk pernikahanku bersama Jessy yang sudah berusia lima tahun ini agar terus bahagia, segera dikaruniai malaikat kecil untuk menambah kebahagiaan dalam pernikahan kami, atau apapun yang ingin kau katakan supaya pusing di kepalaku hilang karena pekerjaan yang menguras semua waktuku ini!" Pria itu menekan semua kalimat yang diucapkannya barusan pada Morgan, lalu mengakhirinya dengan menjambak rambutnya sendiri begitu kasar. Kemudian Brendan menggebrak dashboard yang berada di hadapannya dengan kasar, untuk meluapkan gejolak amarah yang selama beberapa hari ini mengusik ketenangannya, karena tepat tiga hari yang lalu Jessica mengiriminya pesan yang berisi kata-kata bahwa dirinya ingin berpisah dengan alasan sudah tidak sanggup lagi menjalani pernikahan yang membuat wanita itu lelah, merasa bosan berjuang sendirian untuk mempertahankan hubungan mereka yang belakangan ini semakin terasa retak semenjak Brendan lebih sering menghabiskan hampir seluruh waktunya, 24 jam dalam sehari untuk bekerja. Morgan berdecih kesal melihat emosi Brendan yang mudah meluap-luap belakangan ini semenjak istrinya menginginkan untuk berpisah. "Sudahlah, Brendan, untuk apalagi kau pertahankan pernikahan yang hanya memberi luka di hati masing-masing dan membuatmu semakin merasa tertekan. Lebih baik kau lepaskan Jessy yang tidak mau mengerti dengan pekerjaanmu, dia tidak pernah mau tahu seberapa lelahnya kau untuk memberantas kejahatan dalam bahaya. Apalagi dia adalah tipe wanita yang tingkat kecemburuannya sangat tinggi, selama ini kau selalu setia padanya, tapi dia malah menuduhmu tidur dengan wanita lain saat tidak sedang pulang ke rumah. Kalau aku berada di posisimu, aku pasti akan menuruti keinginannya untuk berpisah, demi kebahagiaan dia juga." Morgan merupakan sahabat baik Brendan dan selalu menjadi tempat pria itu berbagi cerita tentang permasalahan rumah tangganya yang belakangan ini berada di ujung tanduk perpisahan karena ketidakpekaan Jessica yang tidak mau mengerti pekerjaan suaminya. Morgan mencoba memberi solusi agar Brendan terbebas dari tekanan yang membuatnya sering merasa tersiksa dan frustasi. Namun, solusi yang Morgan berikan pada saat itu tidak mendapat sambutan baik dari Brendan. Pria itu malah dengan sengaja meninju dashboard mobil sahabatnya karena merasa begitu kesal dan tak dapat mengendalikan emosinya sendiri. "Aku tidak mungkin mengabulkan permintaannya untuk berpisah, Gan, karena aku sangat mencintai Jessy melebihi apapun yang ada di dunia ini. Sumpah demi Tuhan aku tidak akan pernah melepaskannya, sekeras apapun dia meminta. Untuk hal yang satu itu, aku tidak akan pernah mewujudkannya sampai kapanpun," jawab Brendan dengan kedua mata yang memerah dan berlinangan bulir-bulir bening. Sejenak Brendan berusaha menenangkan dirinya yang begitu emosional saat membahas tentang wanita yang teramat dicintainya. Ia membiarkan bulir-bulir bening yang menganak di kedua pelupuk matanya jatuh membasahi wajah, meluapkan kesedihan yang ia rasakan atas permintaan Jessica yang sering kali minta berpisah. Brendan menutupi wajah kacaunya dengan kedua telapak tangan yang gemetar, ia menangis perih karena tidak sanggup membayangkan jika menjalani hidup tanpa sosok wanita yang dicintainya. Hanya Jessica lah satu-satunya alasan mengapa ia tetap bertahan hidup walau timah panas sering kali menembus tubuhnya. "Mungkin sudah waktunya aku memikirkan untuk mengundurkan diri menjadi pasukan SWAT agar aku bisa memberikan seluruh waktuku untuk kamu, Jess. Ya, mungkin itulah satu-satunya hal yang dapat aku lakukan untuk mempertahankan pernikahan kita," batin Brendan penuh pertimbangan di dalam hati. Brendan segera menghapus air mata kelemahannya yang disaksikan langsung oleh Morgan yang berada satu mobil dengannya. Kebetulan ini bukan kali pertama Morgan melihat Brendan yang tegar saat melawan banyak penjahat hancur karena permasalahan cinta. Morgan menyodorkan beberapa helai tisu ke hadapan Brendan untuk memudahkan pria itu menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya. Lalu Morgan menyarankan sahabatnya untuk ikut dengannya ke suatu tempat agar menenangkan diri lebih dulu sebelum pulang ke rumah. "Berhubung ini masih jam 8, bagaimana kalau kita mampir ke bar dulu, sekalian biar kau memiliki waktu untuk menenangkan diri sebelum bertemu Jessy dan membicarakan masalah kalian malam ini? Aku yang traktir!" Morgan mengatakannya penuh keyakinan sambil menepuk kuat pundak sahabatnya. "Sepertinya itu tidak mungkin, Gan, karena aku harus sampai di rumah jam 10, tidak boleh terlambat. Malam ini aku tidak ingin mengecewakan istriku." Brendan menolak, belajar dari pengalaman sebelumnya yang pernah membuat Jessica kecewa kala ia pulang terlambat dari waktu yang telah ditentukan. "Kau akan sampai tepat waktu di rumah jika pulang bersamaku tepat pukul 9. Hitung-hitung temani aku minum sebentar, karena jujur melihatmu bersedih seperti ini aku jadi ikut sedih dan teringat dengan kekasihku yang meninggal karena menjadi sandera komplotan Wolf Geng dua bulan silam. Aku masih sulit untuk melupakan kejadian itu, Brendan. Aku sangat merindukannya malam ini, tapi sayang dia telah tiada." Pria itu menunjukkan ekspresi kehilangan yang mendalam saat menceritakan kisah sedihnya pada Brendan. Dan hal itulah yang menjadi alasan Brendan luluh hingga tidak tega untuk menolak ajakan yang hanya meminta waktunya satu jam untuk menemani Morgan minum di bar. Mau bagaimana pun Morgan adalah sahabat karibnya selama enam tahun terakhir ini, ia senior yang telah banyak membimbingnya hingga Brendan bisa menjadi pemimpin suatu pasukan ketika bertugas. "Oke, aku akan menemanimu ke bar. Tapi hanya satu jam ya, jangan lebih!" Akhirnya Brendan mampu menepikan tentang permasalahannya, dan mencoba mengerti sedikit tentang kesedihan sahabatnya. Setelah mendapat persetujuan dari Brendan, Morgan pun langsung menancap gas mobilnya penuh semangat untuk menuju bar, tempat biasa mereka nongkrong setelah penat bertugas. Seringai tipis tercetak jelas dari kedua sudut bibir Morgan. Namun, ia berusaha memalingkan sedikit wajahnya agar tidak terlihat oleh Brendan. "Thanks, brother. Kau memang sahabat terbaikku yang paling pengertian," ucap Morgan seraya menepuk pundak sahabatnya sambil melirik sesekali ke arah Brendan yang duduk di sebelahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD