Ara tersenyum, "Nggak apa apa kok, Pak. ini saja kurang hati hati waktu dirumah" jawab nya dengan sopan.
Kemudian gadis itu menatap pada Athar, "Ayo jalan lagi"
Athar mengangguk dan memberi aba aba kepada Jaya untuk melanjutkan langkahnya. Perjalanan mereka pun kembali di mulai, dengan pikiran Ara yang penuh dengan tanya.
Gadis itu berjalan dalam diam, mencoba berpikir jernih dengan memperhatikan sekeliling yang memang benar hanya terdapat pepohonan saja di kanan dan kiri nya. Dan sama sekali tidak ada kehidupan yang ia lihat sebelumnya.
Ara berpikir mungkin dirinya mengalami kelelahan hingga berimajinasi di tengah hutan. Maka dari itu, ia menyimpan nya sendiri dan tidak memberitahu kepada Ayana atau yang lain tentang apa yang ia lihat.
Sekitar setengah jam kemudian, akhirnya Ara dan teman teman yang lain sampai pada gapura desa. Gapura yang hanya terbuat dari batu besar pada sisi kanan dan kiri jalan. Yang berukiran bahasa arab ditengah tengahnya.
"Selamat datang di Desa Muara, anak anak. Ucapkan salam ketika kalian melewati gapura ini" ujar Pak Broto yang sudah mengambil alih barisan terdepan.
Kemudian dia melangkahkan kaki nya melewati kedua batu besar itu seraya mengucapkan salam, dan hal itu di ikuti oleh yang lain nya.
***
Di sore pada hari pertama, Jenar, Ayana, Athar dan teman-teman yang lain sedang berkumpul diruang tengah pada rumah singgah tempat mereka tinggal. Athar selaku ketua kelompok sedang mengingatkan teman-teman nya akan tujuan dari program kampus yang mereka bawa untuk desa tersebut. Dan juga mengingatkan apa yang siang tadi Pak Broto sampaikan tentang larangan-larangan yang ada di desa.
Untuk ukuran mahasiswa Jakarta modern macam mereka, beberapa larangan yang ada di desa tersebut memang dapat dikatakan tabu atau mustahil untuk dipercayai.
Akan tetapi, Athar tidak ingin terkena masalah jika salah satu diantara teman nya ada yang melanggar hal tersebut. Maka dari itu, dia berusaha untuk mengingatkan hal itu agar teman-teman dapat mematuhi nya.
Jenar mendengarkan hal itu dalam diam, sebenar nya dia cukup beruntung bisa mendapat kelompok KKN yang di dalam nya ada dua orang yang sudah Jenar kenal lama. Terlebih Athar, sosok yang sebenarnya Jenar kagumi dalam diam. Dan hanya Ayana lah yang tau tentang hal itu.
Berbeda dengan teman yang lain, mereka tertawa seolah larangan yang ada di desa itu adalah hal lelucon. Akan tetapi, untuk Jenar sendiri walaupun ia tidak mempercayai nya, ia tetapi menghormati kepercayaan warga desa.
Oleh karena itu Jenar dan Ayana berada pada golongan yang akan tertib dan tidak akan melanggar apapun selama mereka melaksanakan KKN ini.
Ketika sedang asik-asik nya berdiskusi yang diselingi dengan canda tawa, Jenar merasakan panggilan alam yang tidak dapat dia tahan.
"Na, antar ke kamar mandi. Gue kebelet" ujar Jenar pada Ayana untuk menemani nya.
Akan tetapi, Ayana menolaknya. Akhirnya karena sudah tidak dapat menahan lagi, Jenar pun pamit ke kamar mandi seorang diri. Rumah yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk tempat tinggal mereka itu masih sangat jauh dari kesan mewah dan modern. Khas rumah-rumah yang berada di desa kecil seperti biasa nya. Namun yang membuat Jenar kesal ialah letak kamar mandi yang berada di belakang rumah ini dan terpisah dengan bangunan rumah.
Dengan pencahayaan yang minim, Jenar melangkahkan kaki nya pada bilik kamar mandi, membuka dan masuk kedalam nya untuk menyelesaikan hajat nya.
Ketika di dalam kamar mandi, sayup-sayup dia mendengar suara musik gamelan khas jawa yang terdengar cukup jauh. Namun hal itu tidak Jenar pikirkan. Karena dia berpikir mungkin itu adalah kebiasaan warga desa lah yang memainkan gamelan itu.
Sejujurnya dalam hati dan benak Jenar, dia sempat terpikirkan dengan artikel yang pernah dia baca mengenai bunyi gamelan yang masih dia dengar. Kalau tidak salah, dalam artikel itu menyebutkan jika seseorang yang baru pertama kali datang atau berkunjung ke tanah Jawa dan mendengar suara gamelan, itu tanda bahwa kedatangan nya disambut dan diterima oleh leluhur atau bangsa lain yang tidak terlihat.
Namun lagi lagi, Jenar segera menepis perihal artikel itu. Dan segera menyelesaikan hajat nya.
Akan tetapi, ketika Jenar telah selesai dan hendak keluar dari kamar mandi, tepat di depan pintu, Jenar melihat sosok yang sama sekali tidak pernah dia lihat atau pikiran sebelum nya.
Tepat dihadapan nya berdiri sosok wanita dengan gaun putih panjang yang lusuh serta rambut yang juga panjang menutupi seluruh wajah nya. Sosok yang hanya dia lihat didalam film, saat ini tepat berada di depan mata nya. Jenar sudah tidak tahu harus berbuat apa, yang Jenar lakukan saat itu hanyalah berteriak dan selanjutnya gelap.
Jenar pingsan setelah melihat sosok yang biasa kalian sebut dengan Kuntilanak.
**
Jenar mengerjapkan mata nya, menerima sinar lampu yang dalam ruangan kamar nya. Jenar mengedarkan pandangan nya, di lihatnya ruangan itu yang sudah penuh dengan teman satu kelompok nya yang sedang menatap nya cemas. Namun diantara kecemasan itu, ada tatapan bahagia ketika mengetahui bahwa Jenar telah sadar dari pingsan nya.
"Alhamdulillah" ujar beberapa dari mereka, merasa bersyukur.
"Ra, lo nggak apa-apa 'kan?" Tanya Ayana yang tepat duduk disamping nya.
Gadis itu terdiam, ingatan tentang beberapa saat yang lalu kembali menghampiri Jenar, dan sukses membuat gadis itu bangkit dari tidur nya dan segera memeluk Ayana dengan rasa takut yang besar.
Terbukti dari tubuh Jenar yang bergetar dan tatapan mata yang menerawang ke penjuru kamar.
"Na.. Na, gue takut" ujar Jenar dengan tergesa. Ayana mencoba menenangkan sahabat nya itu, seraya menatap Athar yang nampak sekali khawatir dengan kondisi Jenar.
"Thar, ambil minum deh"
Atha mengangguk, menurut pada perintah Ayana. Sedangkan anak yang lain, mereka masih setia berkumpul dalan kamar itu, antara simpati dan penasaran dengan apa yang terjadi pada Jenar, meliputi benak semua yang hadir disana.
"Na, ini" Athar memberikan segelas air putih pada Ayana, agar biss diberikan kepada Jenar. Dan berharap air itu dapat membuat Jenar merasa tenang, walaupun hanya untuk sekejap.
"Thanks"
"Ra, ayo minum dulu" ucap Ayana pada Jenar yang sudah melepaskan pelukan nya. Jenar menerima gelas itu dengan tangan yang masih bergetar. Jenar mencoba menutup mata serta menghela napas nya dengan pelan agar diri nya bisa sedikit tenang. Lalu kemudian, setelah dirasa cukup tenang, Jenar meneguk air pada gelas itu hingga tandas dan kemudian mengembalikan gelas kosong itu pada Ayana.
"Jenar, are you okay?" Tanya Athar, mengambil tempat duduk ditepian ranjang. Dan lagi, Jenar menghela napas nya.
Dia menggelengkan kepala nya, tanda bahwa dia tidak sedang baik-baik saja. "Tadi di depan kamar mandi, gue.. Gue lihat-" penjelasan Jenar terhentikan oleh rasa takut yang kembali menyerang diri nya.
"Sstt.. You save. Enggak ada apa-apa kok, mungkin kamu kecapean karena perjalanan jauh" ucap Atha berusaha menenangkan dan meyakinkan Jenar bahwa yang gadis itu lihat, hanyalah sugesti semata.
"Gue juga berharap begitu, Thar" jawab Jenar dengan suara lirih nya.
***
Malam pun tiba, beberapa anak telah menyiapkan hidangan sederhana untuk mereka santap sebagai menu makan malam. Jenar pun sudah terlihat membaik, terbukti dari senyum dan tawa yang menghiasi wajah manis nya.
Jenar dan beberapa mahasiswa itu memang termasuk dalam kalangan keluarga berada, namun hal itu tidak membuat Jenar menjadi sosok yang manja dan tidak bisa hidup mandiri. Jenar adalah tipe gadis yang bisa tinggal dimana saja, dan tidak melulu harus makanan mahal yang dia santap. Oleh karena itu ketika dia harus makan dengan menu yang sederhana sekali pun, dia tidak akan protes akan hal itu.
"Selamat makan semua" Ujar Athar sebagai pembuka. Lalu kemudian semua nya pun mulai fokus pada makanan mereka.
Jenar tersenyum melihat kesederhanaan itu, hati nya menghangat dan sejujurnya terselip rindu di dalam nya kepada keluarga tercinta.
Ketika sedang asyik menikmati makanan yang diselingi dengan canda para teman nya, mata Jenar menangkap sosok putih yang berdiri dibalik jendela. Dan dengan rasa takut nya, Jenar berteriak "Aaaaaa..." meminta agar pintu rumah singgah ini segera ditutup.
"Tutup.. Tutup pintu nya sekarang!!" Teriakan histeris Jenar membuat semua yang berada disitu merasa terkejut dan segera menengok pada objek yang Jenar tunjuk. Akan tetapi, mereka semua tidak dapat melihat apa yang Jenar lihat. Dan kemudian, beberapa diantara mereka menatap Jenar dengan tatapan aneh.
"Disana nggak ada apa-apa kok, Je" ujar Jaya.
"Iya benar, elo kenapa sih ngehalu mulu" sahut Monic dengan tatapan sinis nya.
Jenar menggelengkan kepala nya dengan cepat dan tanpa sadar air mata nya mulai turun dari tempat nya. Dia memeluk Atha yang tepat berada disamping nya dengan tubuh yang bergetar ketakutan.
"Thar, please.. Tutup pintu nya!! Hiks"
"Atau makhluk itu akan masuk. Buruan tu-tup.. Hiks"
Jenar memohon kepada Athar dengan tangis nya. Athar mengetahui bahwa gadis yang sedang memeluk nya itu benar-benar sangat ketakutan. Lalu kemudian, Athar menatap Ayana, memberikan isyarat lewat mata nya agar pintu itu cepat ditutup.
"Teman-teman.. Boleh minta waktu buat berdoa, sebentar saja. Semua yang ada disini islam kan? Kita baca Al fatihah ya.. Berdoa, dimulai"
Athar memberikan instruksi kepada semua nya, setelah Ayana menutup pintu itu, dan setelah Jenar sedikit lebih tenang. Walaupun Athar dapat melihat beberapa wajah protes diantara teman nya, akan tetapi Athar merasa senang ketika instruksi nya di laksanakan oleh semua yang ada di dalam ruangan itu.
"Doa selesai.. Ayo semua, lanjut makan malam nya"