Memberikan pengalaman tentang cinta

1529 Words
Giandra menghela napasnya. Dia mendekatkan tubuhnya, sambil berbisik pelan pada Angel. "Maaf, tapi aku tidak mau jika kamu diperlakukan. Apa aku boleh melakukan ini. Jika tidak boleh. Maka aku akan bawa kamu pergi dari sini." ucap lirih Giandra. Angel masih saja diam, dia bingung harus bagaimana sekarang. Antara mau atau tidak. Dia belum bisa memutuskan akan hal itu. Dalam satu tarikan napasnya Angel mengangkat kepalanya menatap Giandra. Dia hanya menganggukan kepalanya. "Apa itu artinya kamu setuju?" tanya Giandra memastikan. Angel tidak mau menjawabnya. Dia hanya mendirikan kedua matanya. "Maaf jika aku kurang ajar pada kamu. Tapi, ini hanya kecupan biasa. Jadi kamu tenang saja. Aku juga tidak akan menyentuhmu." Giandra memegang tengkuk leher Angel napas wanita itu mulai berantakan. "Kamu gak papa?" tanya Giandra. "Lakukan saja." Perlahan Giandra mulai mendekatkan wajahnya, perlahan napas mereka mulai saling beradu satu sama lain. Sebuah kecupan lembut menempel di bibir Angel. Hanya beberapa detik. Hal itu sudah membuat Zico merasa kesal dengan Angel. "Sudah ayo kita pergi." ucap wanita yang berada di samping Zico. Mereka berdua segera pergi dari sana. Merasa malu dengan ucapannya sendiri. Sido dan kekasihnya melangkah pergi penuh rasa kecewa. Dan, tak hanya mereka. Semua orang yang ada di sana juga kesal padanya. Saat semua orang tidak ada di hadapan Angel. Wanita itu masih saja memejamkan kedua matanya. Dia terus menelan ludahnya, hingga melegakan tenggorokannya. "Maafkan aku!" ucap Giandra. Dia meraih kedua tangan Angel. Dan, mulai menyentuh kedua tangannya. Menggenggamnya sangat erat. "Bukalah matamu." Angel perlahan membuka matanya. Jantungnya masih berdetak sangat cepat. Napasnya terasa sangat sesak. Seperti penderita asma. Angel, melakukan dengan sangat sempurna. Meski dia belum pernah sama sekali melakukan hal itu. Angel menatap kedepan. Dia mengerutkan bibirnya. Entah kenapa, air mata itu tiba-tiba keluar dari kedua matanya. Dia merasa ada yang aneh dengan dirinya. Hatinya masih terasa sakit saat melihat mantan kekasihnya jalan dengan wanita lain. Dadanya terasa sangat sesak. Baru saja sekejap merasakan kesenangan. Tiba-tiba semuanya hilang begitu saja. Saat luka itu tiba-tiba datang kembali. Dan, kali ini ucapan Zico. Menusuk sampai ke jantungnya. Dia sengaja membuat dirinya marah dan membencinya. Drrtt.. Ponsel Angel tiba-tiba berbunyi dari dalam tasnya. Angel segera menarik tangannya dari cengkeraman Giandra. Dia mengusap kedua matanya dengan punggung tangannya bergantian. Angel mengambil ponselnya. Dia melirik sekilas layar ponselnya yang masih menyala. Sebuah pesta dari nomor baru. Entah siapa yang mengirimnya chat itu. Angel yang penasaran dia segera membuka chat itu. Kedua matanya mulai fokus membaca dalam hati chat dari nomor tak diketahui. Angel mengerutkan bibirnya. "Maafkan aku! Bukan maksud aku menghinamu tadi. Aku tidak mau jika kamu terus memikirkan tentang kita. Aku ingin memastikan jika benar kamu sudah punya kekasih. Jadi kamu berhasil melupakan aku. Aku ikut bahagia melihatnya. Maafkan aku yang dulu pernah meninggalkan. Maafkan setiap ucapan aku tadi. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan kamu." Tetesan air mata itu semakin menjadi. Angel hanya diam, dia menggigit bibir bawahnya. Mengangkat kepalanya. Menahan air mata yang tidak bisa berhenti dua tahan. Dia memalingkan wajahnya malu pada Giandra yang ada di sampingnya. Sementara Giandra Dia tahu posisinya sekarang. Giandra hanya bisa diam menatap kesedihan Angel. Dia membiarkan Angel menenangkan pikirannya. Bagi dia, Angel tidak butuh nasehat. Tidak butuh kata puitis untuk menghilangkan rasa sedihnya. Tidak butuh tindakan romantis atau gombalan basi yang bisa merebut hati Angel. Wanita itu hanya butuh sendiri. Menangkan hatinya sendiri. Jika dia sudah terlihat tegar. Maka cinta baru bisa masuk. Meski harus melewati banyak sekali rintangan. Menyakinkan lagi kepercayaan wanita akan cinta. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu lama mengobati hati yang terluka. Meski tidak sepenuhnya luka itu bisa pulih. Pasti akan ada sisa luka yang membekas tak bisa dihapus. "Menangislah! Selagi kamu masih bisa menangisi semuanya." ucap Giandra. Angel terdiam seketika. Dia perlahan menggerakkan kepalanya menoleh ke arah Giandra. "Jika kamu butuh sandaran, aku siap kapan saja jadi sandaran kamu. Bukan karena aku ingin menggantikan dia di hatimu. Tapi, karena aku tidak suka melihat sosok wanita menangis. Sama saja aku melihat ibu aku yang menangis. Aku tidak sanggup." ucap Giandra. Dia mengambil salah satu botol minuman dingin yang dibelinya tadi. "Bahagia wanita yang akan mendapatkan kamu nanti." ucap Angel, mencoba tersenyum tidak. "Tidak, aku tidak mau ada orang bilang begitu. Karena setiap laki-laki punya pendirian punya, rahasia, punya pendirian hidup masing-masing. Tergantung mereka semua. Aku juga punya kesalahan. Sama saja, aku juga tidak sebaik yang orang pikirkan. Sebaiknya laki-laki dia juga pasti punya rahasia besar yang disembunyikan rapat-rapat. Hanya karena ingin menghargai hati pasangannya." Angel mengerutkan keningnya dalam-dalam. "Maksud kamu apa?" tanya Angel. "Kamu belum paham?" "jika tidak paham makanlah!" Giandra memberikan jagung bakar pada Angel. "Kamu pasti lapar." ucap Giandra. "Ya, lumayan lapar." ucap Angel. Angel menatap makanan itu. Dia yang semula ingin marah perlahan amarahnya mulai reda. Angel mengambil jagung bakar itu. Dan, mulai melahapnya begitu cepat. Mengikuti suasana hatinya sekarang. "Wanita dan laki-laki sama saja. Jika sekali dia jatuh cinta. Selamanya hanya dia yang di cinta. Jika kelak dia jatuh cinta lagi. Maka itu bukan cinta. Tapi hanya sekedar suka sesaat. Dalam hati kecilnya. Pasti akan menyimpan rapi rahasia yang disembunyikan." ucap Giandra. "Dirahasiakan semuanya ini dari laki-laki yang akan jadi pasanganmu kelak. Jangan biarkan dia tahu yang akan menimbulkan pertengkaran. Karena cemburu, merasa tidak dicintai, kurang puas dalam hubungan. Hal ini akan terus terjadi. Bukan karena salah satu pihak. Dari kedua belah pihak yang saling menyimpan rahasia. Biasa lepaskan semuanya, lepaskan kendali." Giandra membaringkan tubuhnya. Dia menatap pemandangan di langit yang tak juga kalah indah. Bintang yang bertaburan. "Kenapa kamu bisa tahu banyak hal?" tanya Angel bingung. Dia menatap ke belakang melihat Giandra yang sudah berbaring di atas mobil samping Angel duduk. "Karena aku juga pernah merasakan hal yang sama. Di mulai oleh sosok wanita yang sangat aku banggakan. Saat aku akan menikah, semua sudah disiapkan. Tanggal sudah direncanakan. Tapi, dia pergi keluar negeri meninggalkan aku. Dan, dia sengaja pergi. Dan, itu menjadi luka yang menyakitkan. 5 tahun bersama. Saat aku yakin dia pasangan hidup aku. Saat aku mantap sekali menikahinya. Tapi sayangnya, dia tidak menganggap cintaku serius. Dia hanya sengaja mempermainkanku dari awal." jelas Giandra. Dia beranjak duduk. Melirik ke arah Angel. "Jika kamu nangis atau kamu ingin menyesali semuanya. Nanti saja, saat kamu berada di rumah. Kamu bisa menangis sepuas kamu. Lagian, sekarang tidak sepantasnya kamu menangis. Malu dilihat orang." ucap Giandra. Dia tersenyum tipis. "Nasib kita hampir sama. Tapi, siapa yang lebih sakit tidak tahu. Bagiku semua orang yang ditinggalkan pasti mengalami sakit hati yang berbeda. Bahkan sampai dia hilang kesadaran. Sampai dia tidak melanjutkan hidupnya. Sampai ada yang merusak dirinya. Atau, ada yang lebih taat dengan agama. Semua punya karakter masing-masing. Kamu ikut yang mana aku juga tidak tahu. Itu semua target tung pikiran dan hati kamu yang mengendalikan semuanya." Giandra terus Memberikan beberapa kata-kata yang dia ingat. Dia tidak pernah mengajak Angel untuk memilih sesuai pilihannya. Dia hanya ingin angel sadar dengan pilihannya sendiri. Tidak harus bergantung dengan yang lainya. "Sakit hati benar-benar luka yang hampir saja membunuhku. Aku juga hampir saja mati karena itu. Aku hampir kecelakaan. Saat aku pergi dari rumah. Dan, ternyata aku masih diberi kesempatan untuk hidup selama aku koma 2 bulan di rumah sakit." Giandra mulai menceritakan kisah dan pengalaman yang dialaminya sendiri. "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi, aku tidak tahu harus kemana. Aku merasa sangat tegar. Aku merasa bahagia, aku merasa diriku bisa melupakan dirinya. Tapi kenyataan apa? Di saat aku bertemu dia dengan wanita lain. Dan, di saat dia menghinaku. Air mataku tumpah lagi untuk kesekian kalinya. "Aku tidak tahu aku harus bagaimana? Tapi, aku juga tidak ingin jika terus seperti ini. Aku ingin bebas dari penderitaan ini. Aku tidak mau." Angel memeluk tubuh Giandra sangat erat. Tangisannya semakin pecah. Dia menangis tersedu-sedu melupakan semua amarah yang ada di hatinya. Dia melupakan rasa sakit hati yang kini mengiris hatinya. Seperti gelas yang di genggam sangat erat tapi tetap jatuh juga. Pecahan gelas itu tidak bisa di susun dengan sempurna. Meski harus diberikan lem sekaligus. Masih ada bebas getaran pecahan yang tidak akan bisa hilang. Sama seperti hati, sekali terluka, di sebulan seperti apapun. Bekas itu masih ada. Dan tidak akan bisa hilang dengan obat apapun. Finlandia hanya diam, dia menarik napasnya dalam-dalam. Dia tahu apa yang dirasakan Angel. Dia memberikan pelukan hangatnya. Membalas pelukan Angel. Membiarkan wanita itu menangis di pelukannya. "Menangislah sepuas kamu." kata Diego. "Kenapa kamu malah meminta aku menangis." kesal Angel. Dia yang semula tadi hanya diam, mulai bisa menceritakan rasa sakit hatinya pada Giandra. Selama ini hanya Bianca yang jadi teman curhatnya. Dia yang tahu semua tentang dirinya saat patah hati. Dia juga tahu siapa kekasihnya dulu. Bahkan Bianca sempat memberinya pelajaran padanya. Bianca yang selalu ada untuknya. Sampai saat ini Angel merasa nyaman diperlukan seorang laki-laki yang memberikan sandaran di saat dia bersedih. "Angel, jangan biarkan hati kamu terluka. Aku siap kapan saja menjadi sandaran hatimu. Aku siap kapan saja mencoba untuk mengobati luka itu. Meski hatiku sendiri pernah terluka." humam Giandra dalam hatinya. Angel melepaskan pelukannya. Dia menyeka air matanya dengan punggung tangan kanannya bergantian. Lalu memalingkan wajahnya. Merasa sangat malu menunjukan wajahnya yang berantakan saat sedang menangis. "Tidak usah malu denganku." Giandra memegang kedua bahu Angel. Jemari tangannya perlahan menyeka air mata yang masih tersisa. Kedua mata mereka saling tertuju satu sama lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD