Pendekatan

1301 Words
"Bi Ina.. Sudah siapkan semua makanan khusus hari ini?" tanya Bianca. Berjalan santainya menuruni anak tangga. Wajah wanita itu terlihat sangat cantik, dengan rambut terurai panjang sepunggung. Wajah terbalut dengan make up tipis. Dan, bibir merah dicampur dengan perpaduan warna pink yang begitu pas senada dengan bibirnya. "Maaf, non. Untuk sup hari ini hanya ada sop wortel. Sesuai dengan makanan khusus diet untuk hari ini." Aku meletakkan tas bermerek berwarna hitam pekat di atas meja makan. Ku tarikan kursi ke belakang. Dan, beranjak duduk. "Tidak masalah! Jika itu sesuai dengan jadwal yang aku berikan kemarin." ucapku. Sembari aku tarik senyuman tipis di bibirku. "Iya, non!" jawab Bi Ina. Dia segera melangkahkan kakinya pergi. Aku mengangkat tangan, dalam sialan pertama yang baru saja masuk ke dalam mulut. Bahkan belum aku telan sempurna. Aku ingin memanggil, Bi Ina. Tetapi mulutnya masih terasa penuh. Dengan segera mungkin aku telan sup uang baru saja aku makan. "Bi Ina.." panggilku. Susah payah aku telan makanan yang terasa mengganjal di tenggorokan. Aku meriah satu gelas minuman, aku gebuk perlahan. Hingga tenggorokan terasa lega. Aku mengangkat kepalanya kembali. Melihat Bi Ina yang sudah berhenti menoleh ke arahnya. "Iya, non!" jawabnya. "Bi, panggil sopir. Antar aku ke kota. Aku ada pemotretan hari ini." pintaku. Suara lembut ku, dengan wajah datar. "Iya, non! Ada yang lain lagi, non?" tanya Bi Ina. Aku terdiam sejenak. Kedua bola mata hitamnya berkeliling. Memikirkan apa yang kurang dalam dirinya. Tatapan mataku berkeliling, melirik ke arah tas hitam di atas meja, lalu tertuju pada bajunya. Sampai ujung kaki. "Gak ada, Bi." kataku. "Ya, udah non. Saya permisi pergi dulu." ucap Bi Ina. "Iya, Bi!" Aku mulai melahap kembali sop di atas meja. Dengan lahapnya aku mulai menelan perlahan makanan itu. Setelah selesai, ku raih tas di atas meja. Tangan kanan memakaikan kacamata hitam menutupi mata indahnya. Dengan langkah bak model internasional. dia melanggar panggilan tubuhnya. Berjalan santai keluar dari rumahnya. Sang supir ternyata sudah menggangguku di depan. Dan, menundukkan badannya. Pengembangan kanan ke samping. Pintu mobil sudah terbuka. seolah mempersilahkan diriku untuk segera masuk. Bianca menyapa pak sopir yang biasa bersama denganku. Mengantarkan kemana aku pergi pemotretan. Tanpa bersama manajer yang harus mengatur jadwalnya. Dia seolah sudah terbiasa mengaturnya sendiri. "Pak, antarkan aku ke gedung Golden depan apartemen besar di pusat kota. Pak Maman tahu kan?" tanyaku. Sembari masuk ke dalam mobil. Perlahan pintu mobil sudah tertutup. Pak sopir duduk di depan kursi pengemudi. "Iya, saya tau non." katanya. Sang sopir mulai mengendarai mobilnya Dengan kecepatan sedang keluar dari halaman rumah mewah Bianca. Dia puluh menit perjalanan. Saya jalanan terasa lebih renggang tidak seperti biasanya yang penuh dengan kemacetan di setiap jalan. Kali ini, kendaraan tidak begitu padat. Perjalanan ke rumahnya terasa lebih dekat. "Pak, tunggu ya. Aku pemotretan mungkin sekitar 3 sampai 4 jam. Jika pak maman lapar nandi bisa beli makanan dulu di luar." kataku. Aku segera meraih tas Milikku, berjalan masuk ke dalam gedung Golden. Gedung yang biasa untuk tempat pemotretan. Banyak sekali artis papan atas atau model papan atas disana. Tetapi, Kau merasa terlihat santai. Bagiku semua sama, entah kapan atas atau tidak. Tapi, sekarang yang dibutuhkan bukan siapa dirinya di depan publik. Tapi, uang untuk bertahan hidup dalam dunia tipu-tipu. Banyak dunia hiburan yang kejam membuat dia tidak terlalu peduli dengan fans. Karena diriku merasa tak suka terlalu di buntut. Ada Fans yang terlalu berlebihan. Ada, yang Fans bar-bar yang suka membuat onar. Dan, banyak hal fans fanatik yang mengerikan. Membuat dirinya merasa tidak terlalu suka dengan dunia hiburan. Meski banyak yang memberikan tawaran padaku. Tapi, aku merasa ini sudah duniaku. Bianca berjalan dengan langkah ringan, menelusuri setiap lorong-lorong gedung itu. Hingga dia sampai ke lift lantai dua. Lift di lantai satu terlihat sangat penuh. Membuat diriku merasa ogah harus berdempetan. "Hai.." sapa seseorang. Seketika aku menghentikan langkah kakiku. Aku terdiam sesaat, menakutkan kedua alis. Suara berat seorang laki-laki lagi. Aku menoleh perlahan, kedua mata tertuju pada sosok laki-laki yang tak asing bagiku. "Emm.. Kamu bukankah laki-laki kemarin?" tanyaku ragu. Dia tersenyum simpul padaku. Membuat raut wajahku berubah jijik saat melihat senyumnya. Dia belum pernah melihat laki-laki tersenyum begitu menggoda di depannya. "Iya, kamu ingat?" tanyanya. " Aku Diego." kata laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Iya.. Aku tahu!" jawabku jutek, memalingkan pandangan mata acuh. "Aku juga masih ingat." Aku menghela napas kesal. Berjalan melewati Diego yang masih berdiri mematung memandang kecantikan Bianca. "Dia masih saja cuek. Aku harus berbuat apa agar dia luluh padaku. Sudah beberapa kali aku mencoba untuk tetap setia mendapatkan hatinya. Tapi, sayangnya. Dia terlalu menarik bagiku. Membuat aku semakin tertarik." kata Diego, dengan tatapan yang tak berlatih dari punggung Bianca yang sudah pergi menjauh darinya. ** Pov Angel. Wanita cantik dengan dress berwarna hitam. Dan, bagian bahunya sedikit terbuka. Kalung berlian melingkar di lehernya. Dress panjang berwarna hitam itu menutupi kedua kaki jenjang mulus miliknya. Rambut tertata sangat rapi disanggul ke belakang. Wajah mungil itu begitu menggoda banyak laki-laki untuk saat ini. Iya, Angel menghadiri sebuah pesta pernikahan seorang teman kerjanya. Dia memakai gaun yang tak main-main. Bagi seseorang yang mengerti fashion. Apa yang ada di tubuh wanita itu hampir miliaran. "Angel.." sapa seorang wanita berlari ke arahnya. "Iya.." Suara yang begitu lembut. Wanita itu menoleh perlahan. Senyum simpul terukir di bibir merah yang sedikit kecoklatan. "Ada yang ingin melihat kamu." ucal wanita yang menghampiri Angel. "Menghampiriku?" Angel mengerutkan keningnya dalam-dalam. "Memangnya siapa dia?" tanyanya. "Kamu jalan saja lurus. Nanti, ada taman di belakang. Kamu kesana. Dia menunggu kamu di ayunan putih yang ada di taman." jelas wanita itu. Angel terdiam, bibirnya begitu mungil itu menguntup kecil. Dia menganggukan kepalanya pelan. "Baiklah! Terima kasih." kata Angel. Dia menundukkan kepalanya. Wanita itu bisa dikatakan berhati seperti malaikat. Cantik, sopan, lembut, dan begitu peduli dengan sekitarnya. Hal itu yang membuat daya tarik tersendiri bagi laki-laki yang melihat wajahnya. Tak hanya cantik wajahnya. Tapi hatinya juga begitu tulus. Angel segera melangkah perlahan. Dia mencengkram pinggiran gaun hitam itu. sedikit menariknya ke atas. Gaun panjang yang hampir menghalangi jalannya. Dia dengan sangat hati-hati melangkah ke luar rumah. Berjalan menuju ke taman belakang. Langkahnya terhenti saat melihat sebuah ayunan yang berada di depannya. Seorang laki-laki dengan jas hitam duduk membelakangi dirinya. Tanpa berpikiran buruk atau apapun. Angel melangkah mendekati laki-laki itu. "Permisi!" sapa Angel, berdiri di depannya. Membungkukkan badannya sedikit memberikan hormat padanya. "Tidak usah seperti itu." ucap laki-laki itu. Dia beranjak setengah berdiri, kedua tangan memegang kedua lengan Angel. Membantu wanita itu berdiri tegap kembali. "Jangan pernah memberikan hormat padaku." kata laki-laki itu. Suara yang begitu berat. Sedikit serak. Menggetarkan hati Angel. Wanita itu membuang napasnya ke dalam tenggorokan seperti menelan ludahnya. Kedua mata menatap ke arah laki-laki yang ada di depannya. Tangan yang terus mencengkeram sangat erat gaun hitam yang kini menjadi gimana dalam cengkeramannya. "Maaf, tangan anda." ucap Angel. Jantungnya seketika berdebar lebih cepat dari biasanya. "Maaf! Aku gak sengaja." kata laki-ki itu langsung melepaskan tangannya. Angel hanya mengerjapkan kedua matanya. Ada apa dengan tubuhku. Kenapa tubuhku terasa begitu kaku. Aku bahkan tidak bisa menggerakkan kedua tangan bahkan tubuhku. "Apa anda mencari saya?" tanya Angel lagi. Dengan napas yang masih terasa sangat berat. "Kamu masih ingat denganku?" tanya laki-laki itu. Angel menggelengkan kepalanya. "Duduklah!" pinta laki-laki itu. "Iya," Angel menusuk sedikit. Dia menarik kakinya yang terasa sangat berat untuk melangkah. Dengan gaun yang menyapu rumput itu. Dia beranjak duduk. "Aku Ginadra." ucap laki-laki yang duduk beberapa jangka darinya. "Aku ingat!" kata Angel. "Ada apa mencarimu?" "Emm.. Aku hanya ingin bicara sama kamu?" "Bicara tentang apa?" Andra menoleh ke arah Angel. Bersamaan dengan Angel yang menoleh ke arahnya. Kedua mata mereka saling tertuju. "Tidak ingin bicara apa-apa, hanya saja ingin lebih dekat dengan kamu." kata Andra. Dia mengerdipkan matanya. Baru kali ini dia berbicara lebih banyak. Mencoba untuk tidak terlalu cuek pada wanita. Tapi, hanya karena taruhan itu. Jika dirinya menang. Mereka yang menantang dirinya akan jadi pecundang dalam cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD