DANGEROUS

1364 Words
Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural. “Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus. “Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion. Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti. Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos. “Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos. Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ketampanan Mars malah menjadi-jadi saat dia memakai jas hitam layaknya penjahat di film. Bisik-bisik para perempuan terdengar di sekitar Venus yang memuji paras Mars, Venus dongkol. Setelah adegan perkelahian, scene dilanjutkan ke adegan Venus yang akan ditolong oleh Carlos. Menurut script, Venus akan jatuh tertimpa benda dan Carlos dengan sigap menolong Venus. “Venus!!!” Mars berlari menghampiri Venus saat sebuah barang dari atas jatuh akan menimpa Venus. Mars yakin itu bukan bahan properti syuting tapi material bangunan seperti besi panjang jatuh dan pasti akan melukai Venus. “Argh…,” pekik Mars saat besi itu menghantam tubuhnya. “Mars,” desis Venus khawatir melihat Mars yang menahan kesakitan. “Kenapa bisa begini?” sutradara berlari mendekati keduanya dan menatap marah kepada semua timnya sembari bertolak pinggang. “Maaf Mas. Kita memang berada di gedung yang masih dalam tahap pembangunan jadi pekerja di lantai atas masih bekerja dan kita memang tidak bisa menyuruh mereka berhenti. Apalagi kita hanya meminta ijin untuk lantai dasar saja,” jawab Astrada. “Astaga maafkan saya Mars. Ini kesalahan kami,” ucap sutradara merasa bersalah. “Tidak masalah, yang penting Nona Venus tidak apa-apa,” perkataan Mars membuat desiran aneh di hati Venus semakin menjadi. Mars bangkit dibantu  menuju ambulance yang memang disiapkan mengantisipasi kejadian tidak terduga. Venus bersama manajernya berjalan di belakang Mars dan mengikutinya hingga ke ambulance. “Lo berhenti aja jadi stuntman,” ucap Venus saat Mars sudah berbaring tengkurap saat punggungnya diobati. Shasa pamit membelikan minuman dingin untuk Venus, memberikan waktu untuk  mereka berdua. “Terus aku harus mempercayakan keselamatan kamu sama siapa. Carlos bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri,” ucap Mars. “Argh karena stuntman s****n itu yang mendadak berhenti,” rutuk Venus. “Aku yang membuatnya berhenti.” “Lo? Gimana ceritanya?” “Yah aku yang membuatnya pincang dan mengancamnya. Aku ingin menggantikan dirinya dan memastikan aku yang akan menjagamu saat adegan berbahaya, contohnya seperti saat ini,” ucapan Mars ini membuat Venus kehilangan kata-kata. Ada rasa bahagia, Mars benar-benar memastikan keselamatannya. Perhatian dan rasa cinta pria ini benar-benar berbeda, membuat dunianya tidak beraturan. “Hei kamu kenapa nangis hmm…,” tegur Mars saat melihat Venus terisak. Sebuah perban sudah membalut tubuhnya. “Gak tau, gue benci sama lo!” umpat Venus. “Iya gak masalah. Tapi aku gak akan pergi meninggalkan kamu, walaupun kamu benci sekalipun,” ingin rasanya Venus memeluk Mars dan meluapkan perasaannya tapi mereka berada di tempat keramaian. Syuting dilanjutkan karena Mars ngotot untuk melanjutkannya. Apalagi properti yang digunakan tidak berbahaya, dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan besi panjang. Venus benar-benar ingin memukul wajah Mars yang sangat bodoh, dia benar-benar menyiksa tubuhnya. “Kamu bisa nyetir kan Mars?” tanya Shasa memastikan keadaan Mars. Mars hanya mengangguk dan Venus mendadak mogok bicara, tidak ingin menatap Mars. Setibanya mereka di dalam apartemen Venus, Venus menyuruh Mars agar beristirahat. Lagian dia juga hanya akan beristirahat setelah lelah syuting seharian yang menguras energinya. Tepat pukul 8 malam, Venus merasa ingin memakan buah ternyata buah di kulkasnya habis. Dia beranjak memakai baju kaos dan celana pendek turun ke lantai dasar menuju supermarket. Tidak lupa menutupi masker untuk menutupi wajahnya agar tidak dikenali. Setelah membeli buah, camilan dan beberapa minuman ringan. Venus kembali menuju apartemen. Supermarket yang berjarak 100 meter dari apartemennya mendadak menjadi sepi. Tidak ada lalu lalang orang. Venus merasa ada sosok yang  mengintainya. Venus mempercepat langkahnya, tapi sosok ikut mempercepat langkahnya. Venus tidak berani berbalik ia mengandalkan pendengarannya saja untuk mengetahui derap langkah orang tersebut. Venus berlari dan bodohnya ia berlari menuju basemen parkiran yang sunyi dengan  penerangan seadanya. “Tolong!!!” teriak Venus meminta bantuan. Dia berbalik ingin melihat siapa yang mengikutinya, ternyata seseorang memakai topi dan masker. Dia lupa untuk membawa ponsel yang diberikan oleh Mars. Andaikan ada, Mars bisa segera menyelamatkannya. Venus berlari tak tentu arah, dan membuang kantongan belanjanya yang memperlambat langkahnya. Venus bersembunyi di balik tembok. “Ahmmppp” teriakan Venus dibungkam. “Jangan berisik,” bisik seseorang. “Mars…,” Venus mengenali suara itu, dia berbalik dan memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Ada kelegaan di hati Venus. “Andaikan punggungku tidak bermasalah aku bisa mengejar orang itu dan memastikan dia tidak akan bisa menghirup udara besok pagi,” ucap Mars menahan geram. Orang tersebut ternyata lelah mengejar Venus setelah sekian lama berputar-putar di area basemen. Setelah situasi dirasa cukup aman, Venus dan Mars kembali ke apartemen. “Kamu dari mana sih? Malam-malam begini.” Mars berjalan sembari menggenggam tangan Venus. “Gue laper, pengen beli buah.” “Ya udah kamu makan di tempatku saja,” ajak Mars, Venus mengernyitkan alisnya. Venus tidak menyangka ternyata Mars menyewa apartemen sebelah Venus. Pantas saja dia dengan pongah mengatakan dia akan mendatangi Venus dalam waktu 5 menit saja. “Sejak kapan lo nyewa apartemen di sebelah gue?” “Sejak kita tidur bersama,” jawab Mars singkat. “Terus, kok kamu bisa tiba-tiba muncul tadi.” “Karena aku ngikutin kamu, aku dengar kamu keluar dari apartemen malam-malam begini.” “Kamu mau makan buah utuh atau aku buatin salad buah?” tawar Mars ke Venus setelah membuka lemari pendinginnya. “Salad buah boleh.” Venus penasaran ingin melihat isi kulkas Mars. Benar saja dia hanya melihat air mineral dingin dan s**u stroberi dengan merek yang biasa diminum Mars. Mars benar-benar menyukai minuman itu, dia tidak berbohong. “Aku bisa minta s**u itu?” pinta Venus, tapi Mars mengernyitkan alisnya heran. “Aku…” Mars mengulangi perkataan Venus. “Iya susu.” “Sejak kapan kamu bisa ngomong sesopan itu sama aku?” “Sejak berapa kali kamu nolongin aku, terutama nolongin perutku yang keroncongan,” Venus mengalihkan wajahnya malu. Mars tersenyum samar dan mengupas buah-buahan satu persatu di hadapannya. “Punggung kamu gimana?” tanya Venus lagi. “Masih perih, tapi aku gak bisa olesin salep. Semoga besok mendingan.” “Sini aku bantuin,” Venus menawarkan bantuan. “Hmm…oke. Setelah salad buah ini jadi.” Venus sesekali memperhatikan Mars yang fokus membersihkan dapurnya. Dia begitu menikmati makanannya, dan tersenyum bahagia. Apa benar dia sudah jatuh cinta pada Mars, entahlah. Saat ini Venus  benar-benar dibuat ketergantungan akan hadirnya. “Salepnya mana?” tanya Venus setelah menghabiskan sepiring salad buah buatan Mars. “Ini.” Mars membuka baju kaos hitam miliknya. Punggung Mars yang lebar benar-benar terlihat kokoh. Mars sudah membuka perbannya. Luka memar itu terlihat jelas di kulit kecoklatan milik Mars. “Ah…bisa pelan gak!” tegur Mars saat Venus dengan sengaja menekan-nekan luka Mars dengan salep di ujung jarinya. “Biar kamu tahu rasanya sakit.” “Iya aku tahu. Bahkan aku bisa tahu rasa sakit lebih dari ini.” “Apa?” “Saat Carlos dan Adrian menciummu tentu saja.” “HAHAHA…you’re so funny Mars” “Yah tertawalah,” Mars memutar bola matanya malas. “Mars, I like you,” Venus menangkup wajah Mars dan menutup matanya kemudian mencium Mars. “Slowly babe,” tegur Venus saat Mars menciumnya kasar dan menuntut. Mars menuruti perkataan Venus dan menciuminya lebih lembut. “Maaf kali ini aku gak bisa buat kamu mendesah. Punggung aku sakit, tapi setelah ini kamu gak akan bisa menghindar.” “Oh yeah?” tantang Venus. Venus kembali ke apartemennya asalkan Mars berjanji akan menemani dirinya hingga terlelap. Dia mencoba mengerti alasan Mars yang tidak ingin tidur bersamanya, pasti Mars punya alasan yang suatu saat akan diungkapkan kepada Venus. Venus hanya perlu bersabar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD