“Hai princess siap buat syuting hari ini?” sapa Shasa saat Venus membuka pintu apartemennya. Venus bersiap untuk syuting hari ini. Cukup kemarin ia merutuki kesalahannya.
“Hei Sha!!! kok dia di sini. Lo gak denger gue kemarin!!!” ucap Venus melihat kehadiran Mars.
“Duduk dulu cyin, gue jelasin,” Shasa mengiba.
“Menurut kontrak kerja, gue gak bisa membatalkan kontrak secara sepihak. Gue bisa didenda 10x lipat artinya 10 miliar!”
“What!!! lo bayar dia 1M, gila lo Sha,” ucap Venus tidak percaya.
“Demi lo princess. Lo berharga banget buat gue.”
“Tapi…” Shasa ragu.
“Tapi…” balas Venus tak sabar.
“Tapi, perjanjiannya cuman 3 bulan kok. Dalam 3 bulan dia gak dapet si stalker, perjanjiannya selesai, dan dia kena denda 500 juta. Jadi please, tahan sampai 3 bulan, lagian udah berjalan dua minggu kan. Sabar ya.”
“Okey, gue turutin mau lo. Gue kasihan ntar lo bangkrut terus ngemis di emperan toko.”
“Bukan lagi cyin.”
Setelah percakapan itu, Venus seringkali menatap Mars dengan tajam. Saat Mars berbalik menatap lewat kaca spion, Venus buru-buru mengalihkan pandangan.
Syuting hari ini masih menggunakan stuntman, dan ada satu adegan romantis, ciuman Venus dan Carlos. Tidak ada yang keberatan demi profesionalitas.
“Maaf, saya permisi pergi sebentar,” ucap Mars ke Venus tapi Shasa yang mengangguk.
Tidak lama, Astrada menghampiri mereka.
“Maaf mba Venus, saya bisa minta tolong sekali lagi.”
“Apa lagi, lo doyan banget minta tolong sama gue,” keluh Venus.
“Stuntman buat Carlos sudah datang hari ini, tapi sayangnya dia tiba-tiba cedera. Dia harus meninggalkan lokasi syuting. Apa bisa kami menggunakan jasa bodyguard Mba Venus lagi?”
“Gak usah!”
“Saya bisa,” sahut Mars, ternyata dia menguping pembicaraan mereka.
Mereka tidak punya pilihan. Adegan demi adegan dilaluinya. Dalam satu adegan dia harus menerima pukulan kayu di punggungnya, Mars harus berlari, melompat, bahkan berguling, sekujur tubuhnya pasti lebam. Melihat Mars tersiksa, Venus tersenyum puas, balasan untuk apa yang sudah Mars perbuat semalam.
“Okey cut. Next!" teriak Sutradara.
Syuting berlanjut ke adegan romantis dengan bumbu ciuman.
Venus merapatkan tubuhnya ke Carlos, ia terisak, jemari Carlos menelusuri wajah porselen Venus, perlahan Venus memejamkan mata, bibir merahnya merekah, menanti sentuhan lembut Carlos.
“Auch!!!” pekik Carlos sambil mengusap belakang kepalanya.
Sekelebat Venus melihat Mars berlalu sambil menjentikkan jari di kepala Carlos. Venus menatap Mars dengan tajam, yang ditatap hanya mengangkat bahu sambil berlalu.
“Kamu kenapa?” tanya sutradara.
“Oh gak mas, maaf, bisa kita ulang sekali lagi?” ucap Carlos sungkan.
Kali ini Venus bertukar posisi, jelas dengan begini, Mars yang berada dibalik punggungnya, tidak akan berani mengganggu.
“Cut! Cut! Cut!” teriak sutradara berulang kali, saat keduanya terbuai memagut bibir sambil sesekali saling meremas rambut. Mereka tampak seperti sejoli yang sedang dimabuk cinta, padahal akting semata.
“Hehehe…sorry mas,” ucap Carlos menunduk minta maaf. Semua orang di lokasi syuting terkekeh melihat akting dan tingkah mereka, kecuali Mars.
Sambil saling mengucapkan terima kasih, Venus dan Carlos kembali ke ruangan masing-masing.
“Sha, temenin ke kamar mandi. s****n! Lipstik gue sampai habis dilumat si Carlota,” Venus merengut, Shasa hanya mengekor.
“Gimana, enak gak cipokannya?! Lo kelihatan banget menikmati,” kekeh Shasa.
“Kagak!” ucap Venus kesal, mukanya tegang. Saat Shasa tidak melihat, Venus tersenyum tipis, ia tahu ciuman siapa yang berhasil membuatnya terbuai.
“Cyin, gue juga ke toilet yah. Kebelet,” ucap Shasa.
“Lo gak disini,” ledek Venus.
“Eeehh masih original ini terongnya!” jawab Shasa cuek.
“Sha, katanya mau di toilet cowok aja,” ucap Venus membelakangi pintu toilet
“Mars! Ngapain lo!” teriak Venus saat melihat Mars mendekat, mata menyimpan kebencian.
“Mars!” tegur Venus, Mars malam mencengkram wajahnya dengan kasar.
“Kamu itu milikku!” geram Mars.
“Mars, gue bukan milik siapapun, orang tua gue sekalipun gak akan bisa mengklaim gue miliknya.”
“Bibir ini…,” Mars mengelus bibir Venus.
“Rambut ini…,” Mars membelai rambut Venus yang kecoklatan.
“Tubuh ini…,” Mars menarik pinggang Venus, mendekapnya erat.
“Semua milikku…,” bisik Mars.
“Mars…hmpphhhh….” Mars membungkam Venus, menciumnya dengan kasar, melumat bibir dan lidah Venus.
“Ah….!!!” pekik Mars melepas ciumannya, bibirnya terasa perih.
“Kamu nakal juga. Kamu mesti dikasih pelajaran, sayang ”
“Cuih…”
“Mars, lo gila yah,” ucap Venus saat Mars mengikat kedua tangannya dengan sapu tangan sambil mengangkat tubuh ramping Venus ke wastafel.
“Mars, gue teriak ya!” ancam Venus sambil berontak.
“Teriak aja, tu lebih baik. Biar mereka tahu kamu milikku.”
“Anjingg lo Mars!!!” umpat Venus.
Dress Venus yang selutut tidak dapat berbuat banyak menahan dorongan nafsu Mars.
“Mars, bangsattt, bajingann lo Mars,” umpat Venus.
“Bagus sayang, teruslah mengumpat, membuatku lebih b*******h…,” seringai Mars.
Mars menarik kain segitiga Venus, membuka kancing celananya. Berbeda dengan malam itu, kali ini dia melakukannya dalam keadaan sadar. Dia berjanji akan membuat Venus bertekuk lutut padanya, tidak akan membiarkan Venus pergi.
Venus seperti menjerumuskan dirinya kepada pria yang tidak tahu apa arti cinta. Mars yakin, ini bukan cinta, tetapi dia hanya ingin memiliki Venus seutuhnya.
“Ah…ah….,” desah Mars. Venus menggigit bibirnya menahan desahan, tapi tubuhnya menginginkan sentuhan Mars. Dia merutuki kebodohannya.
“Aarghh…,” desahan panjang Mars, menjatuhkan kepalanya di bahu Venus.
Tok…Tok…
“Cyin, kok lama banget sih,” suara Shasa, menyelamatkan Venus. Bukan tidak mungkin Mars akan mengulanginya.
“Iyaaaa, sori gue sakit perut,” teriak Venus, sambil menatap tajam Mars yang memakai celananya kembali. Mars membantu Venus merapikan pakaiannya kemudian melepas ikatan tangan Venus.
Plak! Plak! Plak!
Venus melayangkan tamparan keras.
“Hadiah buat lo. Andai bisa, gue bunuh lo.”
“Jangan keluar dulu!!! gue gak mau orang curiga,” ancam Venus lagi.
Venus berjalan cepat, menutup pintu dan segera menemui Shasa.
Syuting selesai dilakukan, mereka beranjak pulang.
Mars mengantarkan Venus pulang, mereka seolah melupakan kejadian tadi.
“Tahan!” perintah Mars, sebuah kotak tergeletak di depan pintu Apartemen Venus. Venus dan manajernya sontak mundur, mengikuti arahan.
“s**t!!” umpat Mars.
“Mars apa itu?” tanya Venus mendekat.
“Jangan mendekat, bom!” pekik Mars. Venus seketika pucat pasi.
Stalker ini gak ada otak! batin Venus.
Mars mengambil kotak perlahan.
“Masih ada 10 menit,” desis Mars. Venus dan Shasa menepi, berpegang tangan dalam diam, rasanya dingin sekali.
Mars berpacu dengan waktu, bergegas ia mencari tempat aman untuk meledakkan bom itu.
Setengah jam berlalu, Mars kembali, wajahnya bermandikan peluh.
“Are you okay Mars?” cemas Venus.
“Sejak kapan Anda mulai khawatir dengan saya?” sinis Mars.
“Ya gu-gue khawatir lah. Stalker maniak, jelas gue kepikiran, ngaco!” kilah Venus.
“Mars, emang belom ada update tentang stalker itu?” tanya Shasa.
“Ehm, saya sudah berusaha keras tapi ia sepertinya sangat paham keamanan Apartemen ini. Cukup lihai menghapus jejak.”
“Lo harus pindah cyin, apartemen ini gak aman,” tawar Shasa ke Venus.
“Gak, gue gak mau. Gue udah nyaman disini. Deket kemana aja,” tolak Venus.
“Bom tadi berdaya ledak rendah. Untung saja kita datang tepat waktu,” lanjut Mars.
“Nona Venus, ini handphone untuk anda. Saat Nona membutuhkan saya, dalam 5 menit saya akan datang,” sebuah handphone diberikan Mars, ponsel sederhana bukan smartphone.
“Jadul amat,” cibir Venus.
“Handphone ini anti penyadapan dan gangguan sinyal. Hanya ada kontak saya di dalamnya. Setelah pekerjaan saya selesai, anda bisa membuangnya.”
“Beneran lo bisa datang kurang dari 5 menit?” sinis Venus.
“Ya, jika saya berjarak kurang dari 1 km. Saya akan datang secepatnya,” ucap Mars yakin.
Sekali lagi Venus diselamatkan oleh Mars. Pria yang melukai perasaan tapi juga penolong hidupnya, baru kali ini ia dilema urusan hati, s****n kamu Mars.
Mars semakin lama kita bersama, lo semakin berbahaya bagi jantung gue, batin Venus.