Satu bulan telah berlalu dan hampir satu minggu Aira di rawat di Rumah sakit, sejak pulang ke Apartemen dan sampai sekarang dia masih belum percaya jika bayinya telah tiada. Aira akan menampilkan senyum palsunya saat di depan orang lain, lalu dia akan diam-diam menangis saat sedang sendiri. Sedangkan keadaan Arga sendiri juga tak berbeda jauh dari Aira, dia terus berpikir bahwa kehilangan ini adalah salahnya. Seharusnya dia tak membiarkan istrinya stres terus menerus, dan andaikan saat itu dia bisa lebih cepat membawa Aira ke Rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, mungkin calon anaknya masih bisa diselamatkan. Di tengah suasana hening karna Arga dan Aira yang sibuk dengan lamunan masing-masing, tiba-tiba terdengar suara panggilan telvon yang berasal dari ponsel Aira. “Ponsel kamu bu