11. RENCANA MISTERIUS FAREN

1029 Words
"AKHIRNYA istirahat juga, yuk kantin Ren. Gue tiba-tiba pengin makan batagor nih," ucap Nata sembari membereskan alat tulisnya yang masih berserakan di atas meja. Setelah selesai, ia menyambar tangan Faren, lalu di lanjutkan bangkit dari duduknya. Saat hendak berjalan menjauh, Nata tersadar jika Faren tidak bergerak, masih duduk anteng di bangkunya, Nata pun menoleh sambil berdecak kesal. "Ayo dong Ren. Mana istirahat cuma lima belas menit lagi. Gue nggak sabar, belum juga ngantrinya lama. Bakal ngaret tahu!" "Entar dulu Nat, ini Faren mau nunjukin sesuatu sama Nata. Sini duduk, masih ada istirahat kedua. Santai aja mah," balas Faren gembira. Ia menarik tangan Nata dengan keras dan kencang, Nata yang tidak siap pun langsung saja terhuyung dan jatuh terduduk di bangkunya lagi. Sambil menarik tangannya, Nata berdecak kesal. "Eh Ren, mau apa sih! Mending ke kantin aja dulu. Kalo bisa elo cerita di sana sambil makan. Bakal lebih seru juga," sahut Nata tidak terima. Faren tidak peduli, ia malah membelokkan tubuhnya untuk mengambil buku dari dalam tasnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dicarinya. Faren pun lekas membuka benda persegi itu, lalu menyerahkannya kepada Nata. Nata yang sebelumnya kesal seketika juga sedikit melunak. Cewek itu melirik buku yang Faren serahkan kepadanya, hanya beberapa detik ia melakukan kegiatan itu sebelum ia kembali memusatkan seluruh perhatiannya pada Faren. "Maksud lo apa? Gue bingung," ucap Nata. "Nata baca deh itu, tadi malam Faren buat itu. Kalo bacanya udah selesai, Nata jangan lupa kasih Faren pendapat," jawab Faren antusias. Ia menunjuk buku di meja dengan dagunya. Nata mendengkus kecil, ia mulai mengambil buku Faren, lalu mulai membaca tulisan di sana. Kurang lebih satu menit, Nata dibuat tercengang dengan tulisan di lembar kertas tersebut. Mulutnya bahkan sempat ternganga. Hal gila apa lagi yang Faren lakukan sekarang? Nata menutup buku tersebut, kemudian langsung menatap Faren yang sudah berbinar senang. "Gimana menurut Nata? Ide Faren brilian banget, kan?" tanya Faren semangat. "Sumpah Ren! Ini gila, gue nggak abis pikir sama jalan pikiran lo. Gimana bis—" Nata meringis sambil mengacak rambutnya, ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena bingung mendeskripsikannya. Tulisan di buku Faren itu terlalu mengejutkan dan sulit untuk di cerna. "Ah udahlah, jadi pusing gue. Lo benar-benar udah kelewat Ren. Nekat banget gilaa, emang elo nggak malu buat gituan?" "Malu kenapa sih Nat? Bagus banget, kan, ide Faren? Dijamin pasti bakal lolos seratus persen tanpa hambatan. Nata seharusnya dukung Faren dong. Nanti Nata ikut berpartisipasi. Oke?" Nata yang tidak terima, langsung saja melotot lebar. "Ah ... Enggak-enggak, gue nggak mau. Yakali gue ikutan gila-gilaan bareng elo! Ogah, gue nolak. Nggak setuju!" jawab Nata mantap dengan gelengan kepala. "Nggak gitu dong, Nata harus mau. Faren sudah ada cara kedepannya kayak gimana. Terus, kalo Nata pengin ambil bagian juga boleh kok. Santai aja mah sama Faren. Kita jadi partner yang hebat nanti," jelas Faren panjang lebar. "Enggak Faren! Gue malu lah kayak gitu. Lain lagi dengan elo yang nggak punya malu sama sekali!" balas Nata keras, terdengar begitu lantang dan yakin. Faren menahan napasnya beberapa detik, ia tidak percaya kalimat itu meluncur bebas dari mulut Nata, sahabatnya. Air muka Faren mendadak saja terlihat murung dan sedih. Ia pun menundukkan wajahnya. Nata yang sadar dan menangkap gurat wajah Faren, seketika saja sadar apa kesalahannya. Ia membekap mulutnya, ia sudah salah ambil kata. Dan perkataannya barusan, tanpa sadar melukai hati Faren. Nata merasa bersalah kalau sudah seperti ini. Nata meneguk ludahnya, ia takut Faren marah dan tidak ingin berteman dengan dirinya. Nata pun langsung memegang punggung tangan Faren. "Faren, nggak gitu, gue salah ngomong. Maafin gue ya? Gue emang salah, maafin sekali lagi ya Ren?" Faren mendongak, lalu tersenyum tipis. Ia menarik tangannya. "Nggak pa-pa kok," jawabnya singkat. "Nah kok responnya kayak nggak ikhlas gitu. Maafin gue Ren, gue nggak bermaksud ngomong gitu. Sumpah, gue nggak bohong." Diam-diam Faren memanfaatkan peluang tersebut. Ia tersenyum lebar, bangga dengan otaknya yang seringkali memberikan sebuah ide-ide yang takjub dan brilian. "Oke, Faren bakal maafin Nata. Tapi ada syaratnya." "Apa kalo gitu? Gue janji bakal nurut, asal lo mau maafin gue dan kita bakal masih temenan kayak gini," ujar Nata serius. Senyuman miring Faren terbentuk. "Gampang itu mah, Nata tinggal ikutin rencana Faren yang tadi. Nata harus bantuin Faren nyiapin segala kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan itu. Oke?" "Rencana gilaa elo tadi?" tanya balik Nata, dan Faren pun mengangguk semangat. Tidak ada keraguan sedikitpun dari tampilan ekspresinya. "Iya, mulai sepulang sekolah kita siapin segalanya!" Nata meringis ngilu, seraya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, Nata pun mengangguk pasrah. Terpaksa ia menyanggupi ucapan Faren tersebut. Lagipula janji adalah janji, dan janji semestinya harus ditepati. Nata sudah ada bayangan ke depannya bakal kayak gimana. Dan ini benar-benar sebuah bencana besar. *** Lima menit setelah bel pulang berbunyi, Faren pun langsung menggandeng tangan Nata untuk pergi menyiapkan segala keperluan yang ia butuhkan untuk ide gilanya tersebut. Faren sudah bertindak cepat, tidak ada celah sedikit pun bagi Nata untuk lolos kabur. Siaal, Nata harus terjebak dalam situasi menjengkelkan ini. "Faren, lo pikirin sekali lagi deh, beneran lo mau ngelakuin ini semua? Emang lo nggak malu gitu. Ya maksudnya apa nggak terlalu aneh, atau mungkin berlebihan gitu?" tanya Nata, kembali memastikan. Siapa tahu saja Faren tiba-tiba berubah pikiran. Dan itu harapan Nata. "Enggak! Faren udah fiks lakuin ini. Pokoknya bakal keren deh. Mending kita cepet, harus diperbanyak nih tulisan Faren. Kita pergi ke warnet dulu, ya?" Nata masih memutar otak, mencari ide baru untuk mematahkan semangat Faren yang sungguh menggebu-gebu tersebut. Tidak lama, sudut bibirnya terangkat ketika menemukan gagasan yang bagus. "Emangnya elo bakal bisa ngejalanin rencana elo itu? Emang lo udah ijin sama pihak sekolah? Nah kan, mau apa lo? Nggak bisa seenaknya gitu dong!" Faren mengibaskan tangannya. "Halah, itu mah kecil. Bahkan Faren udah bicarain hal itu. Bukannya seharusnya itu jadi langkah awal, kan? Tenang aja Nat, Faren nggak sebodoh itu. Intinya Nata tinggal ikutin dan tenang aja. Semuanya bakal beres tanpa ada kejanggalan sedikit pun." Detik itu juga Nata sudah kehilangan kata-kata. Ia sudah kalah, dan sepertinya tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti drama queen yang bakal Faren lakukan. Semoga saja kejadian yang tidak mengenakan atau mungkin memalukan, bakal terusir jauh-jauh. Belum memulai saja, Nata sudah merapalkan banyak doa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD