Lamaran

1109 Words
Aku masih menjadi obat nyamuk bagi seorang perempuan dan seorang laki-laki yang sedang berbincang hangat. "Jes, ayolah pulang sekarang, lagian acara sudah selesai, beberapa tamu undangan juga sudah pulang" pintaku memasang tampang memelas. Jujur walaupun aku sebel juga sama Jessika tapi setidaknya sedikit terhibur dengan adanya dia. Mood aku lagi buruk banget karena pria aneh, anehnya kenapa aku selalu bertemu dia dalam keadaan yang sama. entah aku yang menabrak atau dia yang menabrak. "kalau kamu mau nungguin aku, kamu harus nurut kapan aku nentuin waktunya untuk pulang" kekehnya. aku yakin banget Ini pasti karena dia mau pendekatan dulu sama si Tentara itu. Awas aja kamu Jes. aku terpaksa ngiyain kali ini Tapi awas nanti ada saatnya aku membalas perbuatanmu. Lagian tanpa kamu telepon aku maksain jemput, aku ga akan sampai sini kali Jes. aku menarik nafas Sabar. sabar Sasa, anggap ini cobaan buatmu naik pangkat. "Jangan sampai aja berpapasan lagi sama pria itu" Gerundelku. "pria itu?, maksudnya siapa Sa?" tanya Jessika, yang ternyata dia mendengar gerundelanku dan merespon cepet. Padahal sebelumnya masih asyik mengobrol sama si mas-mas itu. Mas-mas dengan pesona seragamnya dan potongan rambutnya yang cepak jadi kelihatan berwibawa. "dia Tentara yang Nabrak aku di Rumah sakit sampai ponselku rusak, tetapi malah aku yang dipaksanya bertanggung jawab karena ponselnya juga pecah." Ungkapku pada Jessika. kebetulan mataku menangkap pria itu berdiri dan terlihat lebih menonjol diantara kaum-kaum Tentara. "Itu orangnya" ujarku sambil menunjuk pria yang mengenakan batik bewarna kuning itu. Lantas pandangan Jessika beserta om Tentara itupun mengikuti arah jari telunjukku. "Maaf mbak, apa maksud mbak itu bang Dimas?" sahut pria di samping Jessika yang ikut menimbrung pembicaraanku dan Jessika. "aku tidak tahu namanya karena aku tidak mengenalnya. yang jelas aku jadi sial setiap ketemu dia" kataku penuh keyakinan. Menurut ingatanku sudah kali kedua aku ketemu dia dan selalu dengan nasib yang sama. Tentara itu hanya manggut-manggut sambil berusaha menyembunyikan senyum tipisnya. "Dia sudah menikah kok mbak, malah istrinya lagi hamil tua" jelasnya yang membuat mataku melotot seketika. lagian istri lagi hamil tua tapi tingkah lakunya kayak masih bujang saja. Wangi parfumnya yang terlalu kuat itu aku sampai ingat. •••••• kebahagiaan menyambut hari ini. semua keluargaku tampak bersemangat di Acara lamaran abang. pagi ini aku sudah siap dengan kebaya yang sama seperti yang dipakai mama. keluarga kami memilih tema warna abu-abu yang lebih terlihat elegan dan fleksibel, make up ku juga lebih natural. aku tampil anggun dengan kebaya mewah yang pasti hasil rancangan sepupuku. untuk pernikahan abangku tersayang, aku dan sepupu juga sudah menyiapkan gaun super mewah dan modern. Selain itu seserahan saat lamaran pun ada kebaya hasil rancangan aku pribadi. Kami berempat dan beberapa orang perwakilan dari keluarga papa dan mama meluncur ke kediaman orang tua calon kakak iparku. Lima mobil berjalan beriring iringan. Hatiku merasa puas, akhirnya abangku akan segera melepas masa lajangnya. "Bang" seruku sambil memegang tangannya. dia disebelahku. Di depan ada papa yang nyetir. rumah kakak ipar tidak terlalu jauh dari kediaman kami, hanya memakan waktu tiga puluh menit untuk ke sana. Tangan abangku kok dingin gini ya?. apa dia nervous sekarang?. Waw abangku gugup sebelum bertemu calon istrinya. "Apa sih dek, pegang-pegang" tolaknya tidak suka kemudian menepis tanganku. "bang calon kakak ipar kerja apa?" tanyaku spontan karena sudah terlanjur penasaran. tidak ada yang memberitahuku tentang ini. abangku langsung menoleh ke arahku. "Baru lulus SMA kemarin" jawabnya santai. aku sudah akan menggerutu, tapi jawaban abang membuatku langsung mengerti. "Meskipun baru lulus SMA, umurnya tidak terpaut jauh dari abang. dia telat sekolah karena dulu sakit-sakitan." "Abang, beneran cinta sama dia?" tanyaku lagi Tapi dengan hati-hati. "Iyalah dek, meskipun awalnya belum yakin tapi berjalannya waktu selama dua bulan pendekatan, dia jawaban dari doa-doa yang abang panjatkan" papar abangku sambil tersenyum tenang. Yakin nih bang?, bukannya sholatnya suka bolong-bolong ya. "Kok bisa abang mengenal dia, dari mana, apa dari medsos?, tapi abang kan sibuk" tanya gue lagi masih dengan rasa penasaran. "Papa dan mama yang ngenalin" jawaban abang membuatku sedikit khawatir, takutnya karena aku belum punya kekasih, papa berinisiatif sendiri mengenalkan aku dengan seorang pria asing. semoga saja tidak. Acara lamaran pun berjalan dengan lancar. aku tidak berhenti tersenyum untuk memberikan predikat stigma baik bagi keluargaku. Calon kakak ipar berhijab, aku tidak terlalu jelas melihat wajahnya karena dia selalu menundukkan pandangan. sholeha sekali calon istrinya abang. semoga dia menjadi istri yang baik buat abang dan semoga kelak aku mendapatkan suami yang tidak suka mengatur atau otoriter terhadap istri. Semoga Allah memberikan yang terbaik buat ku. ••••• Pagi-pagi sekali aku sudah berada di Rumah Sakit. Menurut informasi yang aku himpun dari Grup w******p akan ada operasi yang harus aku pimpin nanti sekitar pukul sembilan. Jadi aku sekarang berdiri di Ruang Operasi untuk melihat apakah persiapan sudah maksimal dan alat-alat telah disterilkan. Aku harus melihat sendiri agar tidak ada kesalahan yang terjadi di tengah tindakan nanti. Setelah memastikan tidak ada kesalahan, aku meninggalkan ruang operasi dan meminta seorang Koas untuk memahami rekam medis pasien karena mungkin saja ditengah tindakan aku meresponsi mereka. "Dokter sasa..!!" Teriak seseorang memanggilku. aku menoleh ternyata Nia si pengantin baru. aku baru saja keluar dari ruang operasi. "Makasih ya mbak sudah datang ke acara pernikahan saya, oh ya kenapa mbak ga ikut foto waktu itu?" tanyanya Menyamai langkahku. Ya waktu itu aku ga ikut Foto, cuma duduk aja nungguin Jessika selesai ikut foto bareng mempelai pengantin. Ga ketinggalan pria aneh itu dia juga ikut berfoto nah kan untung saja aku tidak ikut. "Saya bukan orang penting yang ikut foto" balasku tanpa menoleh ke arahnya. "Ada lagi yang mau kamu bicarakan selain hal yang tidak penting ini?" Tanyaku to the point. sudah ku katakan, aku tidak menyukainya dan caranya yang memperlakukanku seolah kami sudah akrab saja. "Mbak dipanggil pak Arif di ruangannya." ini barulah hal penting, namun kenapa pak direktur memanggilku ya?. apa aku telah berbuat kesalahan ya?. pada saat operasi tadi direktur melihat caraku mengoperasi pasien. aku menggelengkan kepala menghilangkan terkaan semua pikiran itu. kemudian berjalan cepat menuju ruangan pak Direktur, aku tidak ingin membuatnya menunggu lama. Tok!! Tok!! aku mengetuk pintu begitu sampai di depan ruangan Pak Direktur. pak Direktur mempersilahkan aku masuk. di dalam, beliau menyambutku dengan senyuman. "Silahkan duduk dokter Zhezsha." ujarnya mempersilahkan sambil terus tersenyum. "baik pak" balasku agak sungkan, lalu duduk di hadapannya. "Kamu yang akan menggantikan posisi saya sebagai Direktur, saya sangat mengapresiasi kerja keras kamu selama ini. Saya sudah semakin tua sudah saatnya saya istirahat." Ujar pak Arif selaku Direktur Ahli Bedah di Rumah Sakit ini. apakah ini sebuah kebenaran?. aku harap, aku tidak sedang bermimpi. "Selamat, ini kompensasi dari saya atas kerja keras kamu" ujarnya lagi sambil menjabat tanganku. "Terimakasih pak, saya akan tetap berusaha yang terbaik" balasku tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD