When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Ica kemudian tersadar, ia segera berdiri dari duduknya. Dengan suara pelan Ica menegur Greg, “Tuan lihat, apa yang Tuan lakukan selama perjalanan pulang dari pondok milik Tuan. Nona Lili menangis, ia mengira Tuan marah kepadanya.” “Kalau Tuan punya masalah pekerjaan di kantor atau dengan orang lain. Tidak seharusnya putri Tuan yang masih kecil terkena imbasnya. Ia menangis sejak kita tiba tadi.” “Sekarang, coba Tuan lihat!. Bahkan, dalam tidurnya pun nona Lili masih saja menangis. Ia masih kecil Tuan, jangan penuhi masa kecilnya dengan kesedihan.” Greg tersulut emosinya mendengar kata-kata Ica. “Kamu dengar saya, ya!. Kamu itu hanya seorang Nanny, hanya karena aku mengajakmu untuk berlibur bersama dengan putriku, bukan berarti kamu berhak untuk menegur diriku. Kamu itu hanyalah