Sebagai lulusan jurusan Bisnis manajemen, Panji sudah ditunjuk Satya, ayahnya untuk membantunya menjalankan perusahaan meski Panji harus tetap merangkak dari bawah. Dia mempelajari bidang itu dan bisa ditempatkan sebagai manajer bisnis di perusahaan besar dan kecil, mulai dari bagian produksi sampai ke penyedia jasa. Dan nantinya pesan dia sebagai calon manajer bisnis memainkan hal penting dalam kontribusinya terhadap keuntungan dan kelangsungan perusahaannya.
Karena manajer bisnis di perusahaan Satya ini kebetulan adalah seorang wanita yang sedang hamil dan memutuskan resign setelah hampir keguguran karena tekanan pekerjaan. Padahal Satya sebagai pemilik perusahaan sudah menawarkan cuti hamil, tapi akrena semapt ditolak malah kemudian berakibat seperti itu. Maka Panji yang sebentar lagi resmi mendapat gelas sarjana bisnis manajemen pun diminta oleh ayahnya menggantikan peran manajer bisnis yang sebelumnya.
“Lama nggak ke sini.” Panji menggunam pelan sambil melihat lobi perusahaan ayahnya yang ramai.
Sudah hampir satu tahun dia tidak menginjakan kaki di tempat ini saking fokusnya dia belajar di Singapura. Banyak hal yang berubah sejak dia memakirkan kendaraannya sampai dia tiba di lantai tempat ayahnya berada.
“Eh, Panji! Lama lo nggak dateng kemari!” Galuh, sekretaris Satya menyapa Panji yang muncul dari lift.
“Hai, Bang. Papa ada?” balas Panji.
Galuh yang sudah hapal dengan sifat Panji yang dingin sudah tidak sakit hati lagi ketika sapaannya dibalas sesingkat itu.
“Ada, di dalem. Masuk aja.”
Panji tersenyum kecil kemudian menningalkan Galuh yang cuma mengedikkan bahu mendapat respon begitu dari Panji. Coba kalau itu Aska, anak bontot bosnya itu malah minta traktir padanya dengan sangat santai seolah sedang meminta pada kakaknya sendiri. Lalu setelahnya Satya akan menjewer telinga Aska karena tidak sopan pada Galuh. Anak bos nya yang satu ini memang sangat absurd, punya ayah kaya raya tapi isi dompetnya kering kerontang.
Panji masuk ke dalam ruangan Satya setelah mengetuk pintu dan mendapat izin untuk masuk dari ayahnya itu. Saat memasuki ruangan ini dia disambut oleh konsep ruangan yang sangat berbeda dari terakhir kali dia melihatnya. Tadinya serba warna coklat, sekarang warna putih dan hijau. Dia tahu ini pasti ulah mamanya. Apalagi dengan keberadaan pos bunga di berbagai sudut bahkan di meja kerja Satya.
“Papa jualan bunga?” Panji menyapa ayahnya dengan tidak biasa.
Satya masih fokus membaca berkas dengan kaca mata bertegger di hidungnya yang mancung. “Mama kamu yang suruh papa go green meski itu di dalem ruangan sekali pun.”
Panji terkekeh, benar ‘kan... ini semua karena mamanya. Rumah mereka saja penuh dengan berbagai jenis bunga. Mamanya bisa 2 minggu sekali belanja tanaman sampai meminta Panji membawakan tanaman yang mungkin tidak ada di Indonesia.
“Jangan bilang kalo semua ruangan juga gitu?” Panji menebak sambil bersiap untuk tertawa.
Satya melepaskan kaca matanya lalu menoleh pada anaknya. “Peraturan wajib dari mama kamu itu minimal ada satu pot bunga besar di setiap ruangan.” Kata Satya, dan meledak lah tawa Panji.
“Sekarang aku tahu dari mana sifat Aska berasal. Mereka sama-sama suka pohon.”
Aska adalah teman setia Jane ketika bercocok tanam, maka mamanya suka ngambek kalau Aska main terlalu lama atau menginap di tempat orang lain.
Setelah mengobrol sebentar dan menghabiskan snack yang disiapkan oleh Galuh, kini Panji siap mendengarkan berbagai hal tentang tugas dan kewajiban manajer bisnis di perusahaan yang ayahnya pimpin. Selain menjabarkan hal itu, Panji juga mendapat petuah juga nasehat karena posisi Panji yang merupakan anak pemimpin perusahaan dan langsung mendapatkan jabatan manajer pasti menimbulkan konflik dan juga kecemburuan antar karyawan. Apalagi dia tidak pernah bekerja sebelum ini, walaupun dia memang pernah melakukan magang beberapa kali di perusahaan-perusahaan saat di Singapura.
Panji sendiri merasa sangat gugup meski dia menggeluti dunia bisnis ini atas kemauannya sendiri. Dia menyadari passionnya seperti kakeknya. Membangun perusahaan dan menjalankannya untuk kemudian memberikan lapangan kerja yang banyak. Dia tidak seperti Jasmine yang suka traveling ke mana-mana dan jiwanya bebas. Atau Aska yang punya ketrampilan seni yang kadnag membuatnya heran. Aska bisa menggambar apa saja yang baru saja dia lihat sambil lalu secara detail dan itu bakat yang turun dari papanya mungkin.
“Kamu tahu ‘kan, tugasmu nanti bikin kebijakan, merencanakan sumber daya, mengarahkan bisnis secara keseluruhan da mengimplementasikan strategi. Nanti kamu akan punya asisten, dia udah kerja disini 3 tahun. Jadi kamu bisa tanya hal apa pun sama dia.”
“Oke, Pa.”
Setelah mendengarkan penjelasan itu, pintu ruangan Satya diketuk dari luar. Satya tanpa ragu mengizinkan orang itu untuk masuk dan tenyata itu Galuh, tapi seorang wanita yang sepertinya karyawan perusahaan ini juga, mengikuti langkah Galuh. Kini dua orang itu berdiri di sebelah sofa yang di duduki Satya.
“Ini Nidya, karyawan Business Development, Pak.”
Satya berdiri dari duduknya, begitu juga Panji. “Oh, iya. Saya pernah bertemu kamu waktu nolongi Puspa yang hampir keguguran.”
“Benar, Pak. Nama saya Nidya Atikah.”
“Baik, Nidya sekarang kamu sudah ketemu dengan Panji, manajer Bidi (Business Development) yang baru.” Jelas Satya sambil mengkode Panji untuk berkenalan dengan Nidya.
“Saya Panji Harsa. Senang berkenalan dengan anda.”
Panji mengulurkan tangannya dan disambut oleh Nidya, kemudian mereka saling menjabat tangan.
“Saya Nidya, Pak.”
“Nidya ini yang akan membantu kamu. Dia akan jadi asisten selama kamu bekerja menjadi manajer Bidi.” Ujar Satya menjelaskan siapa karyawan wanita yang berdiri di hadapan Panji ini.
Satu hal yang kemudian menjadi perhatian Panji dari Nidya adalah, hampir keseluruhan rupa dan style pakaiannya mirip dengan mantan-mantan pacarnya. Selain kemudian senyum Nidya juga entah mengapa mirip dengan seorang yang dia suka.
///
“Jasmine... elo jangan ngerusuhin gue, dong. Itu cowok elo nganggur dari tadi.”
“Pelit banget, sih? Ngggak tahu apa kalo gue langi ngambek sama dia?”
Bibir Jasmine sudah maju beberapa senti sambil memandang galak pada pacarnya, Nolan yang masih sibuk melihat rekam medis pasien-pasiennya setelah jam kerjanya selesai.
“Yailah, elo ngambek perkara apa lagi sama abang sepupu gue?” Sarah menepis tangan Jasmine dari rambutnya. Dia sudah merapikan rambutnya untuk digelung tapi pacar abang sepupunya ini tiba-tiba datang dan mengadu padanya.
Nolan sebagai dokter bedah umum memang sangat sibuk. Dia bisa mengoperasi banyak orang dalam jangka waktu seminggu. Belum mengawasinya, sedangkan Jasmine yang menjadi pramugari jelas harus bekerja di berbagai tempat sesuai tujuan pesawat. Mereka sangat sibuk dan harus melakukan LDR. Tapi herannya mereka tidak pernah bertengkar sampai meminta putus, hanya pertikaian kecil yang 2 hari kemudian akan segera berbaikan.
“Dia nyuekin gue dari tadi. Katanya kalo gue ada salah harus minta maaf. Gue udah minta maaf tetep aja dicuekin...,” suara Jasmine yang sedang mengadu pada Sarah berubah menjadi rengekan ingin menangis.
Pasalnya mereka sudah 3 hari tidak berkomunikasi padahal waktu cuti Jasmine tinggal 2 hari lagi. Tapi mereka sama sekali belum ketemu dari kemarin dan baru hari ini bisa saling menatap wajah tapi Nolan malah mengabaikan kehadiran sang pacar. Sepertinya buntut dari Jasmine yang berfoto dengan jajaran Pilot ganteng masih membuat Nolan cemburu.
Saat di foto itu pinggang Jasmine di peluk oleh salah satu Pilot dari maskapai Korea Selatan saat mereka tidak sengaja bertemu dan itu pun mereka berfoto karena menjalin pertemanan. Jasmine juga sudah menjelaskan kalau si Pilot yang bernama Park Donghae sudah punya pacar juga.
“Abang!” Sarah tiba-tiba berteriak lalu menunjuk wajah sepupunya dengan wajah ganas.
“Apa sih nunjuk-nunjuk?” Nolan segera menepis tangan sepupunya itu.
“Cepet baikan atau gue aduin ke bude karena bikin mbk Jasmine nangis!”
.
///
Instagram: Goorjesso
Purwokerto, 4 Agustus 2020
Tertanda,
.
Orang yang ngantuk banget astaga... ini mau update banyak takut ngelantur lagi kaya waktu itu saking ngantuknya wkwkwk
.
.