PROLOG
INI BUKAN CERITA INC.EST (mencintai keluarga sendiri). Silakan dibaca dulu supaya tahu isi ceritanya ^^
Cerita ini terbagi menjadi 3 Bagian:
1. Kisah pengantar 3 anak Satya dan Jane: Jasmine, Panji dan Aska
2. Kisah Panji dan orang yang dia cintai
3. Kisah Aska dan Fania
.
.
Rumah keluarga Hendrawan bukan lagi diisi oleh balita dengan segala tingkah luar biasa mereka. Balita-balita itu kini tumbuh menjadi remaja penuh pesona karena cantik dan tampan. Jasmine yang selalu bisa meluluhkan hati orang lain dengan sifat lembut dan baik hatinya. Panji dengan sifat dingin, kaku, tapi sangat menunjukkan sifat posessif pada orang yang disayanginya, membuatnya menjadi kakak kelas populer. Lalu Aska si bontot yang punya segudang jalinan pertemanan, karena saking banyaknya kenalan yang dia dapat dari sifatnya yang supel. Tapi terkadang sifat Aska ini membuat kedua orang tuanya khawatir bila Aska tidak berhati-hati dalam memilih teman.
Tapi Aska si narsis entah turunan dari siapa ini akan selalu mengatakan, ”Aska ini ahli membaca pikiran lho, Ma.. nanti kalo udah gede bakal ngalahin Roy Kiyot deh!”
Yang ada Jasmine dan Panji akan memutar bola matanya karena jengah mendengar ocehan tidak penting adik mereka. Tapi kalau Aska tidak ada di rumah karena rajin sekali ikut kegiatan Pramuka, rumah akan sangat sepi. Tidak ada yang jahil pada semua orang di rumah, tidak ada yang merengek minta uang jajan tambahan, tidak ada yang minta dibuatkan makanan di jam 10 malam.
Maka ketika Aska tiba-tiba ingin tinggal di asrama, Jane langsung menolaknya. Dia langsung murung berhari-hari dengan keputusan putra bungsunya itu. Dia masih belum rela ditinggal Aska yang baginya masih bocah berumur 5 tahunnya yang selalu bertingkah luar biasa. Sekalipun dia tahu niat Aska sangatlah baik karena ingin belajar mandiri, tapi Jane belum siap. Satya pun maju memberi solusi dengan mengatakan bahwa Aska bisa masuk ke asrama bila nanti sudah masuk ke SMA.
”Bang, bagi duit.” Aska menodong Panji yang sedang duduk di sebelah Jasmine sambil menonton TV sambil mengemil keripik singkong.
”Kagak!” jawab Panji tanpa menoleh pada adiknya.
”Njir, pelit!”
Setelah mengumpat pada kakak laki-lakinya, dia beralih pada Jasmine. ”Kak.. pengen beli bakso deh.. bagi duit dong....”
Jasmine menoleh pada adiknya yang berdiri di samping sofa tempatnya duduk. ”Cuma ada dua ribu,” kata Jasmine.
”Ah.. kakak.. ini mah cuman dapet kuahnya doang kali!” cibir Aska.
Dia pun menyerah karena tidak ada yang memenuhi keinginannya yang tergoda bakso di ujung komplek. Papa dan mama mereka tidak ada di rumah karena sedang kondangan ke relasi bisnis papanya.
Dengan rusuh dia duduk di antara ke dua kakaknya dan merebut singkong yang dimakan oleh Jasmine dan Panji. Panji menoyor adiknya karena kesal kemudian beranjak dari sana untuk ke dapur mengambil minum. Dirinya kembali lagi ke ruang tengah dengan membawa segelas air untuk Jasmine dan menyodorkan uang 50 ribu pada Aska.
”Nih, beli tiga. Cuman TIGA!” kata Panji tegas pada Aska yang sudah kegirangan.
”Ahsiyapp! Tapi biji baksonya tetap boleh nambah dong?!”
Belum sempat Panji melarang Aska, bocah itu sudah pergi berlari ke luar rumah.
”Manjain Aska banget kamu tuh, Bang,” kata Jasmine yang kemudian membiarkan Panji berbaring dengan berbantalkan pahanya.
”Hmm.. biarin aja. Kalo laper dia bakal berisik sampe besok.”
Ini memang fakta, Aska tidak akan bisa diam kalau perutnya lapar. Dia harus makan sesuatu, tidak bisa diganggu gugat. Dan biasanya Panji yang tidak akan bisa tahan dengan rengekan adiknya itu, dengan mudahnya dia akan menuruti permintaan Aska dengan memberikan hal yang adiknya minta.Kedua remaja itu kemudian terdiam dalam hening. Jasmine kembali menikmati tayangan di iflix yang menyajikan film berjudul A Taxi Driver, sebuah film dari Korea Selatan yang sangat epik. Baru kali ini dia tertarik lagi menonton film dari Korea Selatan setelah sangat puas dengan Train To Busan, sebelumnya dia penggemar drama korea saja selama ini.
Namun bagi Panji, keheningan ini membuatnya bisa memandangi kakaknya dengan leluasa. Dia tidak sungkan memandangi Jasmine tanpa takut tatapannya pada Jasmine akan membuat orang lain menghakiminya dengan berbagai anggapan yang bisa menyakiti. Dari posisinya, dia bisa melihat wajah kakak perempuannya yang tumbuh menjadi perempuan cantik dan hatinya juga baik. Selain mamanya, Jasmine adalah perempuan yang dia cintai.
Iya, dicintai dalam istilah hubungan antara perempuan dan laki-laki pada umumnya. Panji tidak tahu kapan dia bisa memiliki perasaan seperti itu. Dia baru menyadarinya ketika kakaknya bercerita padanya bahwa Jasmine sedang menyukai teman seangkatannya di bangku kuliah. Jasmine selalu terlihat tersenyum cerah tiap kali menceritakan tentang sosok laki-laki yang disukainya. Dan saat itu Panji merasakan dadanya seperti terbakar mendengar kabar itu. Apalagi ketika dengan berani laki-laki itu meminta izin pada mama dan papanya untuk membawa Jasmine jalan walau saat itu mereka belum pacaran. Hati Panji makin tidak karuan saat kakaknya curhat padanya kalau dia sudah jadian dengan laki-laki itu, Nolan namanya.
Sudah 1 tahun dia sadar punya perasaan lebih dan terlarang pada kakaknya sendiri. Mereka satu ayah, jelas hal itu tidak dibenarkan. Tapi Panji tidak bisa mengkontrol perasaannya sendiri dan hanya bisa menyembunyikannya serapat mungkin. Bagi orang lain, hubungan dirinya dan kakaknya ini pasti terlihat normal, dia terlihat seperti adik laki-laki yang posessif dan sangat menyayangi kakak perempuannya. Nyatanya tidak demikian, Panji justru memperlakukan kakaknya dengan perhatian seolah dia adalah pacar dari kakaknya.
***
”Buruan, kak!” teriak Panji dari luar rumah, dia sudah duduk di atas motor besarnya. Motor yang baru dia dapatkan setelah ulang tahunnya yang ke 17 tiga bulan lalu.
”Iya! Nggak sabaran banget, sih!”
Dengan ribet Jasmine akhirnya naik ke atas motor adiknya yang tinggi, sedangkan dirinya yang mungil pasti kesusahan hanya untuk menaikinya saja. ”Besok-besok pake motor maticnya aja, Nji! Susah aku naiknya," keluh Jasmine.
”Ck! Tinggal naik juga, untung aku mau nganterin," balas Panji yang kemudian melajukan motornya ke jalan raya.
Biasanya Jasmine kalau tidak berangkat sendiri, ya diantar jemput sama pacarnya. Tapi karena Nolan sedang pergi ke Bali sebagai perwakilan kampus dalam lomba debat dalam bahasa Jerman, akhirnya Panji yang harus jadi cadangan. Tentu Panji merasa kesal, cemburu dan merasa jika perasaannya ini tidak akan pernah bisa bersambut dengan kakaknya. Sekalipun dia sudah mencoba melalncarkan banyak cara dengan sentuhan manis dan romantis, kakaknya ini tidak menanggapinya sebagai seorang laki-laki, tapi hanya sekadar adik yang baik pada kakaknya sendiri.
***
Panji pulang ke rumah dengan membonceng kakaknya lagi. Dia sudah pulang sejak jam 2 sore tadi, tapi karena Jasmine baru akan selesai kuliah jam 3 sore, maka Panji menunggui kakaknya dengan nongkrong di cafe dekat kampus Jasmine. Dia rela melakukan itu karena dia tidak mau melihat ada laki-laki lain yang menarik perhatian kakaknya, sudah cukup soal Nolan.
”Eh.. ini mobil tante Sandra bukan, sih?” Jasmine menunjuk sebuah mobil warna putih di halaman rumah mereka terparkir.
”Iya.. pantes mama pagi-pagi udah ke pasar aja tadi, ternyata Tante dateng," balas Panji.
Mereka kemudian masuk ke dalam rumah dan mendapati suara-suara orang sedang mengobrol. Ada Sandra dan anaknya yang duduk sambil berincang dengan Jane. Sedangkan Aska sedang menonton TV di ruang tengah dengan khusyuk tanpa mau terlibat obrolan wanita yang seruangan dengannya.
”Jasmine pulang....”
Setelah mencuci tangan, Jasmine menghampiri dua wanita kesayangannya lalu memberikan ciuman di pipi.
”Hi, tante Sandra. Cantik selalu deh tiap aku liat," sapa Jasmine lalu beralih pada Fania, anak Sandra. ”Hai, Fan!”
”Hai, kak!” sapa Fania, membalas sapaan Sandra.
”Ganti baju pake bajuku, yuk. Besok seragamnya masih dipake lagi, kan?”
Jasmine dan Fania naik ke lantai dua tempat kamar Jasmine juga ke dua adiknya berada. Jasmine tersenyum jahil ketika melihat Fania tidak berkedip memandangi adiknya, Panji yang tadi menyapa Fania juga tapi seadaanya. Sifat Panji yang susah terbuka dengan teman wanita membuat Panji kadang dikira sombong. Begitu menurut Jasmine.
”Masih jadi penggemar adek aku ya, Fan?” goda Jasmine pada Fania yang langsung bulshing.
”Ih, kak! Jangan gitu dong... aku kan malu....” Fania cemberut tapi wajahnya sudah memerah.
”Sabar aja, ya.. Panji itu emang nggak pekaan! Nggak tahu deh sampe kapan dia bakalan ngejomlo padahal banyak yang ngedeketin dia.”
“Iya, kak.. kemarin aja aku denger ada dari SMA lain, dia selebgram dan kayak ngedeketin kak Panji gitu, mereka ketemu waktu ikut Try Out UN.”
Lalu mengalirlah curhatan dua remaja itu. Tanpa tahu Panji berdiri di depan pintu kamar Jasmine yang tertutup untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. Meski samar, dia bisa mendengar beberapa hal menyangkut dirinya dibicarakan oleh Jasmine dan Fania. Dan dirinya juga sudah tahu cukup lama kalau Fania menyukainya. Sedangkan dia menyukai Jasmine. Perasaan tak berbalas ini semakin rumit ketika kemudian Panji menyadari Aska menaruh rasa kepada putri sahabat mama mereka ini. Akan seperti apa reaksi orang-orang jika tahu tentang tali kasat mata yang membelit mereka ini.
***
Rumah Satya dan Jane terdiri dari 3 lantai dengan rooftop yang bisa dijadikan tempat bersantai. Tempat itu juga menjadi favorit ke tiga anak mereka untuk belajar karena suasananya pas untuk bisa menjernihkan otak saat belajar dengan pemandangan epik taman bunga mama mereka dan nigth view di sekitaran tempat tinggal mereka.
3 remaja itu kini sedang bersantai dengan memanggang sosis dan marshmallow di rooftop. Ada kursi-kursi empuk yang bisa mereka duduki dengan nyaman bahkan mereka kadang bisa sampai tertidur di sana karena saking nyamannya tempat yang di desain khusus oleh papa mereka.
”Aku ke kamar dulu deh, jangan ambil jatah sosis aku, lho!” kata Aska memperingatkan ke dua kakanya tentang jatah sosisnya yang dia tinggal di piring dekat pemanggang.
Tidak memedulikan Aska yang pergi, Panji mendekat pada Jasmine dengan menggeser kursinya pada kursi tempat Jasmine duduk sambil memandangi langit yang hitam pekat. Tidak ada bintang di sana, menggambarkan polusi yang sudah semakin menutup indahnya langit malam. Dari sisi tempatnya duduk, dia bisa melihat wajah kakaknya terutama bibir Jasmine yang sedang menghapal entah apa yang menjadi materi kuis untuk kuliahnya besok. Sekali lagi dia merasa tidak bisa mengontrol dirinya untuk mengecup bibir mungil kakaknya.
”Kak," panggil Panji pada Jasmine yang kemudian menoleh pada Panji.
“Hm?” Jasmine mengangkat alisnya karena Panji tak mengatakan apapun padahal tadi memanggilnya. ”Kenapa?”
Panji menghela nafasnya, mengusap wajahnya dengan kasar lalu merubah posisi duduknya menjadi tegap. ”Aku ingin tanya pendapat kakak, boleh?”
”Ya boleh lah, Nji... emang apa? Serius banget kayaknya.”
Panji tahu, setelah dia membuka percakapan ini dia tidak akan bisa mundur. Rahasia tentang perasaannya akan terbongkar, dan dia akan mengatakan apa yang dia pendam pada orang yang membuatnya harus mencintai dalam diam.
”Gimana pendapat kakak soal cinta tapi mereka punya hubungan kakak dan adik?” Lolos sudah pertanyaan ini dari bibir Panji. Dan kini dia sangat gugup menunggu pendapat dari Jasmine.
Jasmine tak segera menjawab, dia memikirkan beberapa hal tentang pertanyaan yang sangat random ini. Biasanya Panji sangat anti untuk membahas soal hal romantisme karena selalu sibuk belajar. ”Itu ekstrim sih, Bang.. mungkin kalau hubungan itu kakak dan adik tiri yang beda ayah dan ibu masih bisa dikatakan wajar.. tapi kalau kandung... yap, itu terlarang, kan? Bahkan keturunan mereka nanti akan mendapat masalah karena kelainan gen.”
Panji menunduk dan menghela nafas lagi. Dari pendapat Jasmine dia tidak menemukan jawaban seolah kakaknya ini menentang keras atau bahkan membenci perihal perasaan yang terkadang memang tidak bisa dicerna logika.
”Tapi kalau mereka beda ibu gimana, kak?” tanya Panji lagi.
Jasmine mengerutkan alisnya. Semakin merasa aneh dengan pertanyaan adiknya walau dia mencoba menepis pikiran negatif dari pertanyaan Panji. “Kenapa kamu nanya kayak gini, Bang.. biasanya nggak mau tahu kamu soal cinta-cintaan.”
“Aku.... penasaran.... dan pendapat kakak itu penting.”
Jasmine terkekeh. ”Ih, kakak itu bukan psikolog, Ji.. nggak tahu pasti soal ini. Tapi kan kita tahu, sekalipun hubungan mereka berbeda karena ibu mereka, ada ayah yang menglirkan darah yang sama pada mereka, jelas itu ngga boleh meski sekarang soal cinta penduduk bumi semakin terbuka.. dan bebas memilih cinta seperti apa yang mereka inginkan.
”Tapi kita juga harus tahu sebab kenapa hubungan itu dilarang atau tidak menjadi hal umum di masyarakat. Lagi-lagi karena kelainan gen karena pernikahan sedarah adalah yang paling menyakitkan. Mereka bisa saling mencintai dan memilih egois untuk bersatu, tapi nggak mudah buat keturunan mereka nanti," papar Jasmine, dia menatap Panji ingin tahu, apakah Panji puas dengan penjelasannya.
Panji juga menatap pada Jasmine, dia langsung merasa tulangnya dilolosi dari tubuhnya. Dia paham kalau perasaannya tidak akan bersambut menurut pendapat Jasmine sebelumnya. Tapi dia sudah sejauh ini membangun percakapan dengan kakaknya, Panji tidak akan mundur.
”Apa temen kamu ada yang punya hubungan kayak gini, Ji?” tanya Jasmine, mengorek asal muasal niat Panji memberinya pertanyaan yang cukup rumit ini. Yeah.. soal perasaan memang selalu tidak mudah untuk dijelaskan. Bahkan oleh seribu bahasa manusia sekalipun.
”Bukan temanku, tapi aku.”
Jasmine menoleh cepat menatap Panji dengan pandangan terkejut dan tidak percaya. Dia merasa tersambar petir mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut adiknya sendiri. ”A-apa?”
”Aku suka sama kakak," kata Panji menyatakan perasaannya pada Jasmine yang masih terkejut.
”Kamu bohong, kan?” Jasmine menjadi hilang fokus dan masih tidak percaya dengan pernytaan cinta Panji padanya. ”Ini.. aku kakak kamu, Panji.. kamu—”
”Aku tahu, kak... tapi aku sendiri nggak bisa mengontrol perasaan aku," kata Panji frustasi.
”Sejak kapan?” tanya Jasmine.
Panji menghembuskan nafasnya kasar. ”Satu tahun lalu.”
Mata Jasmine membola tapi kemudian terpejam erat menolak apa yang dia dengar. ”Kita nggak bisa, Panji. Kita ini memang saudara tiri, tapi ayah kita sama.”
Panji mengangguk paham. ”Terus aku bisa apa, kak? Aku cinta sama kakak dan apa itu nggak boleh?” Tuntut Panji. ”Aku selama ini selalu nurutin apa mau kakak berharap kakak tahu aku juga cinta sama kakak. Aku cemburu liat kakak akhirnya pacaran sama kak Nolan. Apa perasaan aku ini salah, kak?”
Jane menggeleng tidak mengerti. Dia tidak bisa mencerna semua kalimat Panji. ”Kamu adik kakak, Panji.. kakak tentu anggap semua perhatian kamu itu selayaknya adik yang sayang sama kakaknya... dan soal kamu cemburu sama Nolan dan juga perasaan kamu.. kakak rasa itu hanya sekadar sister compex seperti apa kata orang-orang, Ji.. kayaknya kamu sudah salah mengira soal perasaan kamu itu, dan—”
CUP
Mata Jasmine membeliak. Tubuhnya kaku ketika dia merasakan Panji menempelkan bibir di atas bibirnya, mengecup sebelum kemudian Panji terjengkang ke belakang karena seseorang mendorongnya dengan keras.
Itu Aska.
”b******k!” BUGH!
Aska memukul sisi kanan wajah Panji dengan tenaga yang kuat hingga Panji yang hendak berdiri kembali terseungkur ke tanah. Lalu dengan emosi yang masih meluap dia kembali memberi pukulan ke wajah Panji. Dan panji yang tidak terima segera menghalau pukulan Aska yang ke 3 lalu membalas pukulan itu ke wajah Aska. Jasmine hanya bisa menjerit, mencoba memisahkan perkelahian kedua adiknya namun tidak berhasil. Sampai kemudian datang dua satpam rumah mereka memisahkan Panji dan Aska. Selama dipisahkan pun dua kakak beradik itu masih mencoba untuk melanjutkan perkelahian.
”BERHENTI!!” Jerit Jasmine putus asa. Wajahnya sudah basah karena air mata. Tapi dia lega karena akhrinya Panji dan Aska langsung diam di tempat mereka masing-masing. ”Cukup.. kalian ini saudara.. sekarang gimana kakak bisa jelasin ini sama papa dan mama?”
”Benar, bisa jelaskan semuanya pada papa?” Jasmine, Panji dan Aska langsung menoleh ke arah tangga dan menemukan orang tua mereka berdiri dengan wajah cemas melihat ketiga anaknya tidak baik-baik saja. Jane segera menghampiri anaknya dan menangis melihat wajah dua anak laki-lakinya yang babak belur lalu beralih pada Jasmine yang tertunduk menangis.
”Kita obati dulu luka abang sama adek. Setelah itu papa baru boleh tanya-tanya mereka.” Kata Jane, dia merangkul ketiga anaknya membawa turun menuju ruang tengah. Dia sengaja ingin menunda Satya yang sebentar lagi akan meledakan kemarahannya, dan dia takut kalau itu sampai semakin menambah suasana menjadi tegang. Dia ingin memberi waktu Satya untuk menenangkan diri.
***
Rasanya sudah lama sekali tidak melihat ketiga anaknya berdiri berjejer ketiga diinterogasi atas kenakalan mereka, itu semasa kecil dan tidak berdampak apapun. Tapi saat ini berbeda, karena bisa Jane lihat Panji dan Aska kini saling memusuhi dan menempatkan Jasmine di tengah mereka berdua.
”Bisa jelaskan ini, bang?” Satya langsung bertanya pada Panji yang justru hanya diam dan terlihat tidak akan menjawab pertanyaan papanya.
”Oke, sekarang papa tanya sama adek, kenapa kalian bisa berantem?” Satya menatap Aska yang sedang melihat Panji tidak suka.
Aska ingin menjawab pertanyaan papanya, membeberkan apa yang baru saja dia lihat dan dilakukan oleh kakak laki-lakinya pada kakak perempuannya. Tapi ketika matanya bertemu dengan mata Jasmine, dia menangkap sinyal kalo Jasmine tidak ingin kedua orang tuanya tahu yang alasan yang dasari perkelahian mereka. Alhasil Aska diam mengunci mulutnya.
”Nggak mau jawab juga?” Satya berdiri di depan anaknya, dia melipat tangan di depan d**a. ”Kamu juga, Jasmine? Kamu nggak mau jawab papa?”
Jasmine semakin menunduk, dia hanya bisa menggeleng sebagai jawaban untuk papanya.
***
Sejak perkelahian itu, suasana rumah menjadi tidak sama lagi. Aska yang melihat secara langsung apa yang dilakukan oleh Panji pada Jasmine, tidak mudah bagi bocah SMP itu untuk melupakannya. Dia memang sudah memaafkan Panji karena Jasmine saja sudah melukapan kejadian itu. Tapi untuk bisa sedekat dulu tidak lagi menjadi mudah. Satya dan Jane menyadari itu, tapi mereka tidak berhasil mengorek informasi soal kejadian malam itu dari siapapun.
Jasmine sudah memaafkan Panji, dia menganggap semua itu hanya kesalah pahaman dan mencoba untuk berdamai dengan Panji. Walau kadang kala dia masih merasa waspada kalau Panji tiba-tiba akan melakukan hal itu padanya. Dia tidak ingin ada lagi perkelahian apalagi sampai kedua orang tuanya tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi kemudian dia bisa lega ketika Panji akhirnya bisa membuka hatinya pada teman cewek sekelasnya dan mereka berpacaran saat ini. Itu artinya perasaan Panji benar kesalah pahaman dan Panji terlalu cepat menafsirkan sebagai cinta antara laki-laki dan perempuan. Tapi yang kemudian menjadi mengkhawatirkan adalah Fania, anak tante Sandra sempat tidak mau makan karena mendengar kabar Panji sudah punya pacar.
Aska yang peduli pada Fania hanya bisa pasrah ketika tahu cintanya bertepuk sebelah tangan, dan itu karena cewek yang disukainya justru jatuh cinta sama kakaknya, Panji.
4 remaja yang sudah sedari kecil bersama itu kemudian semakin tumbuh menjadi dewasa. Tentang tujuan hidup dan cinta mengiringi kisah mereka yang berliku. Tidak ada yang mudah jika soal cinta meski untuk jatuh cinta bahkan hanya butuh waktu sepersekian detik saja.
Tokoh-tokoh di kehidupan mereka semakin banyak, mereka belajar soal pengalaman hidup dari rasa sakit. Mendewasakan diri dengan cara bisa bersikap bijak kepada orang lain. Dan kini mereka bisa mengerti dengan jelas tentang rumitnya jalinan cinta orang dewasa yang bisa mereka dengar dari kedua orang tua mereka. Mengalaminya lalu mencari tentang akhir dari pelabuhan hati yang meski prosesnya akan panjang dan tidak semudah kisah cinta di cerita dongeng, namun mereka tahu kalau cinta yang kuat hanya untuk hati manusia yang kuat juga.
Kisah saat mereka telah melewati usia 21 tahun.
///
Instagram: Gorjesso
Purwokerto, 28 Juli 2020
Tertanda,
.
Orang yang agak meriang lagi... demam ges..
.
.