H.F -(BAB 5)-

2155 Words
Hari masih pagi, tetapi hati Meihua sudah sangat jengkel. Ia tak bisa menerima takdir gila yang didapatnya kali ini, dan ia tak ingin mengakui jika dunia benar-benar sempit. Setelah pertemuan tak terduganya dengan seorang pemuda kemarin, dan pada malam hari ia harus kembali bertemu pemuda yang sama, lalu saat ini ia juga harus menerima kenyataan jika dirinya berada pada kelas yang sama dengan pemuda tersebut. Meihua hanya bisa memasang telinganya baik-baik saat ini, ia juga harus menahan rasa sakit pada kepalanya sendiri. Sejak tadi, seorang guru sedang berdiri di depan kelas. Itu guru sejarah, dan jujur saja Meihua tak menyukai pelajarannya sama sekali. Wanita dengan kemeja putih dan rok hitam selutut itu sedari tadi hanya membaca dari buku pelajaran, guru itu terlihat begitu bersemangat membahas sejarah Hongkong. Tetapi bagi Meihua ... dirinya sedang mendengar seseorang membacakan dongeng, dan hal tersebut membuatnya mengantuk. “Berakhirnya Perang Opium pertama antara Inggris dan Tiongkok ditandai penandatanganan sebuah perjanjian, dikenal dengan Perjanjian Nanking. Penandatanganan perjanjian dilakukan tepat di atas kapal perang Inggris HMS Cornwallis di daerah Nanking.” Guru itu terus membaca kalimat demi kalimat pada buku ditangannya, karena terlalu bersemangat, guru tersebut sampai tak peduli pada keadaan murid-muridnya yang nyaris mati kebosanan. Meihua masih mencoba bertahan, ia bersandar dengan santai dan menatap lurus ke depan. Mata gadis itu terlihat sayu, ekspresi wajahnya terlihat sangat bosan, belum lagi demi menghilangkan rasa kantuk Meihua beberapa kali menggerakkan kakinya. Wu Chen yang duduk di samping Meihua melirik ke arah sang gadis, ia bisa melihat dengan jelas jika Meihua sedang menahan rasa kesal. Memang ... pelajaran sejarah adalah sesuatu yang menyebalkan, dirinya secara pribadi juga tidak begitu suka dengan pelajaran tersebut. “Kau bosan?” bisik Wu Chen. Ia mencoba lebih berani untuk bicara dengan Meihua. Meihua yang mendengar pertanyaan pemuda itu melirik Wu Chen, ia tidak menjawab, karena memang tak tahu harus mengatakan hal seperti apa. Dan ... apa-apaan pemuda itu, kenapa harus bertanya jika tahu dirinya nyaris mati kebosanan. Wu Chen yang tidak mendapatkan jawaban dari Meihua sedikit malu, ia menatap kiri dan kanan, beberapa warga kelas sesekali melirik padanya. Sepertinya setelah ini ia akan mendapatkan banyak komentar, atau bahkan candaan dari teman sekelasnya. Meihua yang juga menjadi pusat perhatian tak peduli, gadis itu kembali memfokuskan perhatiannya pada sang guru. Walau ini membosankan, tetapi ia harus mendengarkan dengan baik. Huh ... demi nilai, demi beasiswa, dan yang terutama ia harus terus bertahan di sekolah itu. “Itu perjanjian tidak adil pertama yang ditandatangani Tiongkok dengan penguasa asing. Pihak Tiongkok menganggap perjanjian itu ‘tidak adil’ sebab mereka dipaksa untuk membayar ganti rugi dalam jumlah besar, membuka pelabuhan, menyerahkan tanah, dan membuat berbagai konsesi kepada penguasa-penguasa asing setelah kalah dalam peperangan.” “Hoammm ....” Tiba-tiba saja salah satu dari warga kelas menguap cukup keras, ia terlihat tak peduli dengan guru yang sedang mengajar di depan sana. Meihua yang mendengar suara itu segera mengalihkan tatapannya, ia melihat seorang pemuda yang sedang menggeliat pada barisan pertama dari pintu masuk kursi paling belakang. Gadis itu segera memalingkan wajah lagi, ia lebih baik memandang lapangan sekolah. “Dia Zhang Yuwen, anak pemilik sekolah.” Meihua lagi-lagi mendengar ucapan Wu Chen, ia mengembuskan napas agak kasar. Apa urusannya? Ia sama sekali tak peduli siapa pemuda itu. “Jangan membuat masalah dengannya,” bisik Wu Chen lagi. “Berdasarkan perjanjian, Tiongkok setuju menyerahkan Pulau Hongkong, beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya kepada Inggris dan membuka beberapa pelabuhan di daratan Tiongkok untuk perdagangan asing. Di antaranya Pelabuhan Canton atau Guangzhou, Amoy atau Xiamen, Foochow atau Fuzhou, Ningpo atau juga Ningbo, dan Shanghai.” Suara guru itu masih terdengar, dan Meihua memejamkan mata. Benar-benar menyebalkan, kapan guru itu akan menyudahi bacaan tersebut, dan pergi dari kelas? “Laoshi,” ujar seseorang agak keras. Meihua yang masih memandangi lapangan sama sekali tak peduli, ia mengenal jelas suara seseorang yang sedang memanggil guru mereka. “Ada apa, Yuwen?” tanya guru tersebut. Meihua memasang telinganya dengan baik, ia juga penasaran dengan apa yang akan Zhang Yuwen lakukan. “Jam pelajaran Laoshi sudah berakhir sejak lima belas menit yang lalu,” ujar Zhang Yuwen sambil menunjuk ke arah jam dinding. Guru itu segera menatap jam pada dinding, ia kemudian menatap ke arah para muridnya dan tersenyum canggung. “Ah, maafkan aku. Baiklah, pelajaran hari ini kita akhiri,” ujar sang guru. Meihua mengembuskan napas lega, ia akui jika Zhang Yuwen akhirnya memiliki kegunaan. “Yuwen, terima kasih sudah mengingat tentang jam pelajaran.” Setelah mengatakan hal tersebut, sang guru segera membereskan buku dan keluar dari kelas. Meihua melirik ke arah Zhang Yuwen, ia bisa melihat jika pemuda itu tersenyum puas karena pelajaran berakhir. “Yuwen,” panggil seseorang. Meihua yang sedang mengamati Zhang Yuwen buru-buru mengakhiri kesibukannya itu. Ia membereskan kertas coretannya yang berantakan di atas meja. Tetapi, ia juga tak bisa menepis rasa penasarannya. Zhang Yuwen baru saja hadir hari ini, dan sekilas ia mendengar tentang pemuda itu dari Wu Chen, lalu sekarang ... kenapa Jia Li berani menegur Zhang Yuwen? Bukankah tadi Wu Chen mengatakan jika tidak ada seorang pun yang berani mengusik pemuda itu? “Oh, ada apa Jia Li?” tanya Zhang Yuwen. “Aku ingin mengajukan permintaan padamu, anggap saja ini sebagai permintaan dari seorang teman lama.” Meihua yang mendengar ucapan Jia Li semakin tertarik, ada fakta baru yang dirinya temukan. Ternyata, Zhang Yuwen dan Jia Li sempat menjadi teman, dan entah bagaimana hubungan mereka saat ini. Tetapi, dari yang ia dengar, sepertinya hubungan itu sudah berakhir. Zhang Yuwen yang kini duduk dengan Jia Li yang berdiri di depannya hanya mengamati, ia tidak menjawab ucapan gadis itu. “Aku ingin kau mengeluarkan seekor tikus dari sini,” ujar Jia Li. “Tikus?” Zhang Yuwen membeo, ia terlihat bingung dengan ucapan yang Jia Li lontarkan. Semua warga kelas yang menyaksikan hal tersebut memfokuskan tatapan kepada Jia Li dan Zhang Yuwen, sedangkan Meihua yang tahu maksud Jia Li hanya bersedekap dan kemudian berdiri. “Ya, aku ingin kau mengeluarkan Dao Meihua dari sekolah ini,” ujar Jia Li. Zhang Yuwen memasang tatapan malas, sejak dulu memang kelakuan Jia Li tak pernah bisa dikontrol. Ia sudah mengenal gadis manja itu sejak lama, dan itu semua terjadi karena keluarga mereka mempunyai hubungan yang lumayan dekat. Meihua yang mendengar namanya disebut segera naik ke atas meja, ia tak punya waktu jika hanya untuk meminta Wu Chen memberikan jalan baginya. Gadis itu turun dari atas meja, tak lama kemudian ia melangkah dan menghampiri Jia Li. Zhang Yuwen yang melihat aksi Meihua hanya diam, dirinya ingin melihat bagaimana Meihua membereskan Jia Li dengan tangannya sendiri. Yang ia tahu dari kebanyakan orang, Meihua bukan gadis lemah yang akan dengan suka-rela mendapat perlakuan buruk. “Kenapa kau meminta hal itu padaku?” tanya Zhang Yuwen. Sejujurnya ia memang sengaja menuang bensin pada sulutan api, ia ingin Jia Li melontarkan semua isi hatinya. “Dia gadis yang tidak sopan, dia juga terlalu kasar, dan yang paling parah ... Meihua selalu menganggap dirinya benar. Aku pernah tak sengaja menyentuh barangnya, ia marah dan malah memintaku untuk bersujud demi mendapatkan kata maaf.” Meihua yang sudah berdiri di belakang Jia Li menyeringai, bagus ... sangat bagus. Gadis manja itu baru saja mengarang cerita, dan sekarang ia memprovokasi Zhang Yuwen yang baru saja bermasalah dengan dirinya kemarin. “Lalu, apa urusannya denganku?” tanya Zhang Yuwen. Jia Li yang mendengar pertanyaan itu membelalakkan mata, ia seakan tak didengar oleh Zhang Yuwen. “Karena kau adalah anak pemilik sekolah, jadi kau harus memenuhi permintaan dari teman lamamu ini.” Meihua yang sudah tak bisa menahan rasa jengkelnya segera bertindak, ia menarik rambut panjang Jia Li dan menariknya kuat ke arah belakang. Jia Li langsung menengadahkan kepalanya, ia meringis saat ada seseorang yang menjambak rambutnya. “Lepaskan!” ujar Jia Li. “Tidak,” balas Meihua. Zhang Yuwen yang melihat kejadian itu sangat senang, ia benar-benar tertarik dengan keberanian Meihua. Gadis itu ... ah ... hiburan yang bisa membuatnya bersemangat untuk sekolah. Di sisi lain, Wu Chen membuang muka. Ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Jia Li menggali kuburannya sendiri, dan Zhang Yuwen menikmati keributan kedua gadis itu. “Gadis miskin, kau merusak tatanan rambutku lagi. Lepaskan!” Jia Li berusaha melepaskan jambakan tangan Meihua dengan tangannya, ia meringis kesakitan karena gadis itu menarik rambutnya semakin kuat dan kasar. “LEPASKAN!” seru seseorang dari arah pintu. Orang itu segera melangkah cepat, ia menuju ke arah Jia Li, Meihua, dan Zhang Yuwen. Para warga kelas yang menyaksikan hal tersebut bergegas menyingkir ke tepi, mereka seakan memberikan jalan untuk Wang Chunying. “Chunying ... tolong aku,” ujar Jia Li yang langsung menangis. Zhang Yuwen menatap tak suka, Wang Chunying menghancurkan hiburan yang ada di depan matanya. Pemuda itu kemudian berdiri, ia menatap Wang Chunying dan menunggu reaksi pemuda itu. Wang Chunying memilih tak peduli dengan kehadiran Zhang Yuwen, ia harus segera menyelamatkan Jia Li dari Meihua, ini sudah kali kedua ia melihat kekasihnya mendapat perlakuan tak mengenakan. Dengan cepat pemuda itu berhenti melangkah, ia mengulurkan tangan dan bersiap-siap mencengkeram tangan Meihua yang masih menarik rambut Jia Li. “Jika kau menyentuh tangan gadisku, maka aku akan mengeluarkan Jia Li dan dirimu dari sekolah ini.” Zhang Yuwen mengatakan hal tersebut dengan sangat santai, ia seperti tak memiliki beban sama sekali. Tangan Wang Chunying terhenti, ia menelan ludahnya kasar. Sekarang Zhang Yuwen sudah ikut campur, dan pemuda itu baru saja mengatakannya sesuatu yang jujur saja membuatnya kaget. “Ahhhh ... aku baru ingat, salah satu anak buahku melaporkan sesuatu yang sangat menarik. Wang Chunying, kau menantang Meihua untuk bersaing pada masalah nilai, bukan? Lalu kau mengatakan siapa yang kalah akan keluar dari sekolah. Bagaimana jika Meihua yang menang? Apa kalian semua benar-benar akan keluar dari sekolah ini? Aku tak yakin kalian akan melakukan hal tersebut.” Zhang Yuwen kembali melontarkan ucapannya. Semua orang yang ada di dalam kelas nyaris tak percaya, Zhang Yuwen tahu masalah itu, dan mereka tak menyangka jika pemuda itu selama ini hanya diam. Meihua sejak tadi hanya diam, ia tak menyangka jika masalah tantangan dari Wang Chunying yang sudah begitu lama malah dibahasa kembali. Tetapi hal yang tak bisa Meihua terima dengan akal sehat adalah saat Zhang Yuwen membelanya. Gadis itu segera melepaskan jambakannya pada rambut Jia Li, ia menatap Zhang Yuwen dan Wang Chunying secara bergantian. Sialan, ia sudah tak punya niat untuk melanjutkan adegan jambak-menjambak itu lagi. Akan sangat seru jika Jia Li lebih lama merengek, dan Wang Chunying yang membela kekasihnya dengan sepenuh hati. “Chunying, kulit kepalaku sakit,” ujar Jia Li dengan nada manja. Ia segera bersembunyi di belakang Wang Chunying, takut jika Meihua kembali menyerangnya. Wu Chen yang melihat keributan itu sudah terhenti merasa lega, ia ingin mendekati Meihua tetapi takut mendapatkan masalah. Meihua yang tak merasa bersemangat sejak beberapa detik lalu segera melangkah pergi, tetapi ia harus berhenti karena seseorang memegang tangannya. Segera saja Meihua mengalihkan tatapannya, ia bertemu tatapan dengan Zhang Yuwen yang berhasil memegang tangannya. “Lepaskan!” Meihua segera menghempaskan tangan Zhang Yuwen. Tetapi lagi-lagi keberuntungan tidak berpihak pada Meihua. Zhang Yuwen segera menarik tangan Meihua, ia dengan sigap memeluk gadis itu dan meletakkan kepalanya pada bahu Meihua. “Jika kalian berani mengganggunya, maka kalian berurusan denganku.” Zhang Yuwen menatap para warga kelas, ia bisa melihat raut wajah kesal dan marah. Jelas saja semua orang kaget dengan ucapannya, dan tak akan ada yang berani menyentuh Meihua. Hanya dirinya yang mempunyai hak untuk mengganggu gadis itu, dan ia tak akan membiarkan orang lain mengganggu mainannya. Meihua yang kini ada di dalam pelukan Zhang Yuwen terbungkam, pemuda itu adalah orang asing kedua yang berani memeluknya. Ralat ... maksud Meihua Zhang Yuwen orang yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, dan pemuda itu orang kedua selain keluarganya yang berani memeluknya. Zhang Yuwen segera melepaskan pelukannya, ia menggendong Meihua, meletakkan gadis itu pada bahunya. Ia benar-benar memperlakukan Meihua seperti karung beras, dan lekas keluar dari kelas. Meihua yang sadar dengan posisi mereka kali ini ingin memberontak, tetapi sebelum ia berhasil melakukannya Zhang Yuwen sudah memukul bagian bokongnya dengan tangan. “Kyaaa ... turunkan aku!” seru Meihua. Ia memukul kasar bagian belakang Zhang Yuwen, meminta pemuda itu untuk segera menurunkannya. “Tidak,” balas Zhang Yuwen. Pemuda itu terus melangkah, koridor sekolah terlihat ramai, dan banyak sekali orang yang bungkam saat melihat dirinya. Baguslah, dengan ini semua orang di tempat itu tahu jika Meihua adalah miliknya, ia juga tak akan peduli pada gadis-gadis aneh yang memujanya selama ini. “Zhang Yuwen ... turunkan aku!” seru Meihua sekali lagi. Suaranya terdengar cukup keras, dan karena hal tersebut semakin banyak orang yang ingin melihat kebersamaan Meihua dan Zhang Yuwen. “Diam, atau aku akan menciummu,” ancam Zhang Yuwen. Meihua membelalakkan mata, ia baru saja mendapatkan ancaman. Sial ... sial ... sekarang hidupnya akan semakin kacau. Zhang Yuwen yang tidak lagi mendapatkan perlawanan dari Meihua merasa menang, ia segera menuju ke arah parkiran sekolah dan membawa Meihua menghampiri salah satu dan mobil yang terparkir di sana. Seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam segera membungkuk, ia membuka pintu, dan saat itu pula Zhang Yuwen membawa Meihua masuk. “Tuan Muda, ke mana kita akan pergi sekarang?” tanya sopir. “Mansion,” jawab Zhang Yuwen. Sopir itu hanya menuruti keinginan sang majikan, sedangkan Meihua yang kini sudah duduk dan dipangku oleh Zhang Yuwen tak bisa mengajukan protes. Ia masih ingat dengan ucapan Zhang Yuwen yang akan menciumnya jika masih banyak bicara dan mengajukan protes.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD