40. Terlambat

1914 Words

“Asal kamu tahu, Shenna. Sebenarnya, sejak awal saya enggak pernah menganggapmu sebagai adik.” Mendengar kalimat itu keluar dari mulut Mas Rifqi, aku sempat tertegun. Akan tetapi, aku sudah terlanjur kesal. Apalagi aku yakin barusan dia sempat melihatku dengan Dokter Rega. Aku takutnya dia tiba-tiba mengatakan ini karena merasa terusik. Katakan aku kepedean, tetapi bisa jadi, kan? “Terus? Saya peduli, gitu?” kalimat itulah yang justru pertama kali keluar dari mulutku sebagai tanggapan. Padahal, hatiku mengatakan sebaliknya. “Saya udah enggak peduli Mas Rifqi mau anggep saya apa. Adik, kek, atau apa pun itu terserah. Yang jelas, kalau Mas Rifqi baik, saya baik. Begitu pun sebaliknya.” Aku menurunkan tangan Mas Rifqi, lalu segera pergi. Aku sedang tidak ada mood membahas masalah yang sat

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD