45. Tangis Kelegaan

2111 Words

Saat aku bangun, warna putih adalah yang pertama kali kulihat. Mataku mengerjap pelan, lalu mengedarkan pandangan sebisaku. Tentu saja hanya bisa dengan mata karena anggota tubuhku yang lain rasanya kaku. Kaku sekaku kakunya. Apa ini di rumah sakit? Sepertnya iya, karena aku melihat peralatan medis di mana-mana. Bau khas rumah sakit juga seketika langsung tercium. Bau yang sudah sangat akrab dengan hidungku karena dua tahun terakhir aku lebih sering menghabiskan hidupku di sana daripada di luar. Bahkan intensitasnya melebihi tempat tinggal sendiri. Saat aku masih mengedarkan pandangan, tiba-tiba ada orang masuk. Aku melirik, ternyata Papa dan Mama. Mata mereka langsung melebar begitu melihatku. Mereka tampak sangat terkejut. Seolah-olah, melihatku membuka mata adalah keajaiban. “Mas! S

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD