Bab 44

1096 Words
Alrich berulang kali memukul setirnya untuk melampiaskan amarah karena Dave. Dia seenaknya membawa Amelia begitu saja, tanpa keraguan sedikitpun. Padahal dari awal mereka bekerja semuanya lancar-lancar saja. Karena Dave manjadi benalu, Alrich tak akan tinggal diam. “Aku harus lebih berdekatan dengan Amelia agar benih cinta mulai tumbuh.” Mobil Alrich melaju cukup cepat, membelah jalan raya. Semua kendaraan didahuluinya dengan mudah. Sebelum Dave bertindak lebih jauh lagi, ia akan mengambil selangkah ke depan. Sampai di perusahaan, pria itu langsung di sapa oleh Ken. “Kenapa dengan mukamu itu? Sangat masam layaknya jeruk,” ejeknya terus terang. “Aku tak punya waktu berurusan denganmu. Apakah Dave sudah sampai? Dimana Amelia.” Ken tersenyum, “Jangan bilang kalau kau kecolongan. Jika kau tak bisa menjaga Amelia, biar aku yang menjaganya.” “Kau!” tunjuk Alrich tambah kesal. “Tenangkan dirimu, Al. Dave pergi sejak tadi dan belum kembali. Mungkin mereka bersenang-senang terlebih dulu.” Mata Ken melirik sekilas ke siluet Rosa yang sedang berjalan menjauh. “Aku pergi dulu.” Mumpung Dave tak berada di tempat, dia menggunakan kesempatan untuk bertemu dengan Rosa. Bicara mengenai Dave, pria itu masih dalam kondisi yang sama. Berada di dalam mobil bersama Amelia. Mereka terdiam cukup lama, masih dalam keadaan intens. Beberapa kali Amelia menahan nafasnya, dan Dave menelan ludahnya. “Bos,” panggil Amelia karena akal sehatnya sudah kembali. Dave diam, terus menatap bibir Amelia. Bibir itu pasti rasanya sangat manis. Entah pikiran kotor dari mana yang menyelimuti otaknya. Yang jelas dia ingin sekali melahab dengan rakus. Aduh... otak kotornya sudah melayang. Dia pasti berpikiran aneh. Aku harus segera pergi dari sini. Tangan Amelia bergerak dengan perlahan untuk membuka pintu mobil. Dia sangat lega saat mengetahui pintu itu tak terkunci sama sekali. Naas semua rencananya harus kandas karena ketahuan. Ternyata tangan Dave sudah meluncur terlebih dahulu untuk mencegah gadis itu keluar dari mobil. “Aku akan menghukum mu.” Dave mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum penuh misteri. Ekspresi itu tentu membuat Amelia takut setengah mati. Jangan bilang kalau dia mau menyiksaku. Ketika tangan Dave di angkat, Amelia langsung menutup kedua matanya. Tebak apa yang terjadi? Dave, dia langsung menerjang bibir gadis itu begitu saja. Lantas, bagaimana dengan Amelia? Syok! Tak bisa berpikir jernih. Seluruh tubuh dan otaknya membeku di tempat. Kedua tangannya mengepal kuat saking terkejutnya, bahkan seperti mayat hidup. Sangat kaku. Apa ini? Dave yang merasakan manisnya bibir Amelia terus melumatnya. Hasrat kelakiannya terus muncul hingga memicu gairah di dalam tubuhnya. Sebagai pria normal, dia sangat sehat. Tentu sesuatu yang ada di bagian bawah area tengah langsung bangun. Sudah tahu kan apa yang bangun? Pasti tahu. Bangun hingga terasa sakit karena sesak, dan Amelia merasakan warning, tanda bahaya yang sudah mulai merantai tubuhnya. Aku harus segera keluar dari situasi ini! erangnya di dalam hati dengan sangat frustasi. Tapi kenapa sejauh dia berusaha bergerak, malah yang bergerak adalah bibirnya. Hal itu sangat tak sinkron dengan otaknya. Bukannya menolak, tapi malah menikmati. Jika ada iblis dan malaikat, kemungkinan mereka berdua saling cekcok satu sama lain, antara memilih menyudahi atau meneruskan. Pasti tahu sendiri, kalau ciuman antara pria dan wanita itu sangat enak. Kalau bisa di deskripsikan, rasanya manis, seperti permen kapas atau bahkan madu. Tidak hanya itu, ketika berciuman pasti jantungnya dugun terus tiada henti. Amelia terus berupaya keras untuk segera mengendalikan tubuhnya. Tak tanggung-tangung dia langsung mendorong Dave menjauh. “m***m!” Gadis itu langsung berlari keluar mobil, mencegat taksi untuk meninggalkan Dave begitu saja. Setelah Amelia pergi, Dave duduk bersandar di kursi kemudi. Bibirnya bergetar. Tanpa sadar dia memegang bekas ciumannya dengan gadis itu. “Manis.” Dave tersenyum lembut, mengingat ciuman mereka yang begitu menggairahkan. Bukan hanya menggairahkan, tapi juga menyenangkan hati. Ciuman lembut dan juga manis itu mampu menggerakkan hatinya yang telah mati. Selama ciuman, Dave merasakan perasaan aneh. Ada sesuatu yang menggelitik perutnya, tapi menagihkan. Dia ingin mengulum bibir Amelia lagi untuk merasakan sensasi aneh yang terus ada saat ini. Jantung berdetak cepat, darah mengalir deras. Dan juga perasaan senang luar biasa yang tak bisa di gambarkan. “Ciuman itu benar-benar memabukkan. Pantas saja semua orang bilang ciuman sangat enak. Memang benar sekali, ciuman sangat enak sampai aku lupa diri.” Dave tersenyum bak orang gila yang sedang jatuh cinta. Sayang sekali, dia belum menyadari perasaannya dan masih mengira mendekati Amelia untuk menyembuhkan penyakit yang di derita. Di sisi lain, wajah Amelia yang sangat merah seperti tomat masak tak bisa di sembunyikan lagi. Dia memang sudah pernah melakukan ciuman. Itu karena sebagai Lian, bukan sebagai Amelia. “Mungkin karena Amelia yang mencintai Dave makanya jantung dia berdetak seperti mau keluar dari sarangnya,” gumam gadis itu terus mengangguk tiada henti. Saat sampai di depan kantor, Amelia bergegas turun taxi. Langkah kakinya terhenti sebab mengingat ciuman tadi. “Aku tak bisa bertemu dengan Dave dalam keadaan seperti ini. Lagi pula aku sudah cuti sehari karena kerja lapangan.” Amelia langsung balik badan, memilih segera pergi dari perusahaan. “Manjakan dirimu sendiri.” Gadis itu pergi ke salon terdekat untuk memuliakan dirinya. Dari pada pusing memikirkan perasaan yang jelas bukan miliknya, lebih baik bersantai ria. Samapi di salon, Amelia di sambut oleh pelayan. “Aku mau krimbat.” Sang pelayan langsung melakukan tugasnya. Gadis itu pun berbaring dengan santai, menikmati sensasi pelayanan dari salon itu, sampai tak sadar hingga tidur. Seorang pria pun datang menghampirinya. “Biar aku yang melakukannya. Aku akan membayar mu nanti.” “Tapi, Tuan,” elak pelayan itu. “Tenang saja... sebelum dia bangun aku sudah pergi.” Mau tak mau, pelayan salon itu pun mengangguk. Lagi pula pemilik salon mengizinkannya. Tak pantas jika dia menolak orang besar. Pria yang tak lain adalah Samuel tersenyum melihat Amelia yang tertidur pulas. Pria itu mengusap rambut Amelia dengan lembut dan hati-hati agar tidak bangun. Sesekali ia mencolek hidungnya, tapi gadis itu tetap tidur bak mayat. Karena dia tertidur pulas, Samuel menggendong Amelia menuju ke ruangan. Ada sofa panjang di dalam ruangan itu. Samuel menyandarkan kepala Amelia untuk segera mengeringkan rambutnya dnegan hair dryer. Lima belas menit pun berlalu, rambut gadis itu sudah kering. “Kebiasaan mu tak pernah berubah, De,” ucap Samuel dengan lembut. Pria itu mengelus rambut Amelia dengan penuh kasih sayang. Rasa rindu yang telah bertahun-tahun disembunyikan kini lepas. “Udang krispy. Nyam... nyam,” gumam Amelia dalam tidurnya. Samuel tersenyum mendengar igauan gadis itu. Ia pun menidurkan Amelia dengan lembut. “Aku akan pergi cukup lama. Setelah itu aku akan menjemputmu.” Samuel mengecup lembut kening Amelia, lalu pergi meninggalkannya di dalam ruangan itu. Tak lupa ia meminta pelayan salon untuk menyiapkan udang krispy yang di maksud Amelia. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD