Bab 10

1310 Words
Amelia memutuskan untuk masuk kerja menunda acara jalan-jalannya. Lagi pula, gadis itu penasaran dengan kantor tempatnya bekerja. Dia sudah memberitahu Alrich untuk menjemputnya. Awalnya, Alrich tidak memperbolehkan gadis itu bekerja karena kondisi kesehatannya yang belum stabil. Akan tetapi Amelia bersikeras untuk masuk kerja. “Jika ada orang yang menggunjing mu, jangan di masukkan hati,” peringat Alrich sambil membuka pintu mobil. “Apakah aku begitu buruk di mata semua orang,” kata Amelia sambil melipat kedua tangannya. Alrich diam sejenak menatap wajah gadis itu. Ada yang beda dengan penampilannya, lebih terkesan modis dan juga memiliki wibawa. “Kenapa kau malah bengong?” Amelia menyenggol lengah Alrich dengan pelan. “Lupakan... kita masuk sekarang.” Mereka berjalan beriringan untuk masuk ke dalam gedung. Golden Group Book memang sangat besar. Tidak heran Amelia kaya pasti karena gaji dan tunjangannya. Ketika para karyawan lain melihat mereka, mulailah kasak-kusuk bergosip. Telinga Amelia sangat panas, tapi ia bersikap biasa ya walaupun dalam hatinya dongkol. Melihat gadis itu yang diam saja, Alrich tahu kala dalam benak pasti kesal di gunjing. “Apakah kalian akan terus bicara omong kosong?” teriak Alrich di tengah ruangan. Semua orang langsung tutup mulut. Amelia hanya diam saja, tak bicara sama sekali. Ia tambah kesal di bela oleh Alrich. “Di masa depan, kau tak perlu membelaku,” bisik nya dengan wajah marah. Gadis itu berlalu begitu saja, gunjingan itu pun terdengar lagi. Alrich menatap tajam mereka satu-persatu membuat para karyawan langsung pergi begitu saja. Setelah Amelia memutuskan berjalan sendirian, langkah kakinya berhenti tepat di depan lift. “Kau bodoh! Aku kan lupa dimana tempat kerjaku,” gumamnya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Gadis itu menepuk jidatnya sebanyak dua kali. “Apa yang kau lakukan?” tanya seorang pria yang ada di sampingnya. Amelia tersentak kaget tak menyadari kedatangan pria itu. Sok kenal... apa-apaan orang itu “Kau gila karena kecelakaan?” tanyanya sambil terus mengamati Amelia. Kau yang gila! Bertanya sesuka hati dengan orang asing Melihat Amelia diam saja membuat pria itu mengerutkan dahi. Sepertinya ada yang salah dengan otak gadis itu? dia tak kelihatan heboh ketika bertemu dengannya. “Dave!” panggil Alrich dari jauh. Mereka berdua langsung menoleh, Amelia terlihat lega ketika Alrich datang. Wajah pria itu terlihat cemas melihat kebersamaan mereka. “Mel, apakah kau baik-baik saja?” tanya Alrich menatap mereka satu persatu. “Kemari lah...,” pinta Amelia dengan hati-hati. Alrich mendekati gadis itu. “Dimana tempatku kerja?” bisiknya malu-malu. Dave yang melihat interaksi mereka menyimpan banyak pertanyaan. Sejak kapan mereka dekat seperti ini? bukankah mereka sering bertengkar? Tawa Alrich pecah seketika, “Itulah kenapa aku harus pergi bersamamu.” Pria itu memegang tangan Amelia. “Dave... aku harus mengantar Amelia dulu.” Dave... Jadi pria itu benar bernama Dave. Gawat... aku harus menghindarinya. Tadi sewaktu Amelia mendengar nama Dave dari mulut Alrich, ia mengira kalau salah dengar. Ternyata pria itu harus di hindari seumur hidup. Dengan enggan, Dave mengangguk pelan memperbolehkan mereka pergi terlebih dulu. Dia masih diam terpaku di depan Lift sampai pintu lift tertutup. “Kenapa dia jadi berubah? Tak seheboh dulu.” Para karyawan yang melihat interaksi mereka bertiga juga keheranan. Biasanya Amelia selalu menempel dengan Dave, tapi hari ini mereka diam terpaku dengan kejadian barusan. “Apa kau lihat? Amelia bersikap aneh hari ini. Jangan-jangan kecelakaan itu membuatnya sadar,” kata gadis berambut ikal. “Baguslah..., lagi pula dia tak pantas untuk bos,” sambung gadis yang memakai kaca mata. Mereka saling bicara satu sama lain mengenai Amelia yang berbuah setelah kecelakaan yang menimpanya. Gosip itu terus menyebar seperti roller coaster dan menggemparkan seluruh gedung. Rosa yang mendengar berita itu tersenyum bahagia, “Baguslah kalau di sadar diri tak mengganggu tunangan orang lain.” “Iya benar, Ros. Aku senang dia tak menjadi benalu hubunganmu dengan Dave,” kata gadis yang ada di sampingnya. “Sudah berapa kali aku bilang... hormati Dave. Jangan memanggil namanya sembarangan, karena statusmu lebih rendah dari anjing, Lea,” kesal Rosa. “Dan juga, panggil aku lebih sopan.” Wajah Lea terlihat kesal, tapi ia pintar sekali menyembunyikannya. Bekerja di bawah Rosa hanya untuk uang dan ketenaran. Kalau bukan karena gaji dobel, gadis itu tak akan sudi. “Maafkan aku.” “Aku memaafkan mu kali ini. Cari lagi kabar mengenai Amelia. Jika ada sesuatu, segera lapor padaku. Aku harus tetap waspada padanya.” “Aku mengerti.” Lea pergi meninggalkan Rosa yang menari di atas awan karena senang mendengar kabar tentang Amelia yang sudah tidak mendekati Dave lagi. Sementara orang yang di bicarakan sedang bersin sebanyak dua kali. Alrich yang melihat Amelia langsung memberikan tisu kepadanya. “Aku kan sudah bilang, jangan masuk dulu. Kesehatanmu belum pulih.” “Tidak bisa. Pekerjaanku menumpuk.” Amelia melihat berkas setumpuk yang ada di sampingnya. Alrich menatap gadis itu heran. Biasanya dia selalu menyerahkan pekerjaan kepadanya. Tapi yang dilihat dia meneliti berkas satu persatu. “Apakah kau paham dengan isi berkas itu?” Setahu Alrich, Amelia tidak begitu pintar menelaah berkas. “Tentu saja. Makanya aku memisahkan berkas yang perlu di perbaiki.” Mendengar perkataan Amelia, beberapa orang yang satu tim dengannya terkejut seketika. Mereka tak menyangka kecelakaan itu membuat gadis tersebut berubah tiga ratus enam puluh derajat. Karena tak percaya, Alrich mengambil salah satu berkas yang di sisihkan untuk di teliti. Benar saja, ada sesuatu yang harus di perbaiki, bahkan gadis itu juga telah melingkari yang salah. “Pakah kecelakaan bisa membuat orang berubah seperti ini? Dahsyat sekali amnesia?’ gumam pria itu di dengar oleh Amelia. Amelia hanya tersenyum tipis mendengar Alrich yang bergumam. Iya jelaslah berubah, karena dia bukan Amelia, melainkan Lian. Lian si penulis naskah n****+ terkenal. “Kau terlalu banyak pikiran, kembali ke mejamu sana!” suruh Amelia masih fokus dengan pekerjaannya. Alrich terbengong sebentar merasa bingung. Lihatlah... tingkah anehnya yang menggaruk tengkuk kepalanya sendiri. Tidak lama kemudian, seseorang datang ke meja Amelia dengan membawa setumpuk berkas lagi. “Mel, kau harus menyelesaikan berkas ini dalam waktu sehari,” katanya dingin. Alrich yang sudah duduk langsung berdiri, “Apakah kau tak lihat? Amelia masih mengerjakan berkas lama, Lea!” “Itu perintah Bos Rosa. Dia tak punya pilihan lain,” jawab Lea dengan santai. Amelia berdiri dengan pelan. “Berkas sebanyak ini tak bisa di selesaikan dalam waktu sehari. Lagi pula, berkas ini bukan dari bagian biografi. Jangan kira aku tak tahu kalau berkas bagian Biografi berwarna biru.” Semua yang ada di sana terbengong seketika menatap Amelia yang sedang membalas perkataan Lea. Dari pada itu yang lebih terkejut adalah perubahan sikap Amelia yang sangat berubah. “Sejak kapan kau menoleh perintah? Ingat... kau masuk ke sini karena bakingan,” sindir Lea. Wah Amelia sudah tak tahan lagi, tapi ia harus memperbaiki citranya di depan banyak orang. “Haruskah aku komplain dengan bos perusahaan,” ancam Amelia sambil melipat kedua tangannya. “Kau bersikap seperti ini bukannya m*****i citra perusahaan. Bagian biografi adalah tanggung jawabku. Bagian review n****+ bukan tanggung jawabku, melainkan editor” Lagi dan lagi, mereka syok tak bisa berkata apa-apa. Lea mati kutu di tempat membuat malu wajahnya sendiri. Sejak kapan Amelia tahu kalau berkas yang di bawa adalah tugas editor. “Kau!” tunjuk Lea. Alrich hendak mengeluarkan suaranya, tapi Dave sudah berteriak duluan. “Apa yang terjadi?” suara Dave menggelegar di seluruh ruangan, membuat semua orang menunduk, tak kecuali Lea. Amelia hanya acuh, melipat tangannya sambil duduk. “Kenapa diam? Tak punya mulut!” Di belakang Dave ada Rosa yang sedang tersenyum penuh kelicikan. “Tenangkan dirimu, Dave. Amelia hanya mencari perhatianmu.” Bibir Amelia mengerucut kesal. Halo! Mencari perhatian! Sejak kapan, woy? Ia hanya membela diri saja. “Bukan seperti itu, Dave,” sela Alrich menengahi. Gawat kalau Dave marah pasti Amelia di pecat. “Cukup!” Suara itu memekakkan telinga sehingga membuat kepala Amelia sangat pening. Kalau aku tak menghentikannya, dia akan terus saja berkoar tak jelas. Membuat orang kesal saja. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD