Lee Sun masuk ke ruangan Rosa dengan amarah yang meluap. Bayangkan saja, gadis itu sengaja menjebaknya untuk merusak reputasi yang sudah dibangun bertahun-tahun. Kedatangan pria itu dengan penuh emosi tak lepas dari pembicaraan para karyawan lainnya.
Mereka semua bertanya-tanya, masalah pelik apa yang di hadapi oleh Rosa sampai Lee Sun marah besar. Padahal kemarin keduanya masih baik-baik saja. “Aku akan menuntut mu!” setelah sekian lama berteriak-teriak, pria itu akan membawa permasalahan ke jalur hukum.
“Kenapa kau harus menuntut ku?” tanya balik Rosa. “Aku tak ada hubungannya dengan permasalahmu. Aku saja tak mengerti masalah apa yang kau maksud.” Gadis itu bersikap setengah air, mencoba untuk mengelak bahwa kejadian yang di alami oleh Lee Sun bukan campur tangannya.
“Kau yang merekomendasikan hotel itu, kau juga yang menyuruh Tessa memasukkan obat perangsang!” Lee Sun terengah-engah sambil terus menuding Rosa tanpa henti.
“Aku tidak melakukan itu. Pikirkan... buat apa aku melakukan itu? Jelas semua salah Tessa. Mungkin dia menyukaimu.” Rosa bebas berbuat apa saja, termasuk menjadikan Tessa kambing hitam untuk memuluskan rencananya.
“Sial! Jangan berdalih!” tuding Lee Sun lagi. Kegaduhan itu terus saja berlanjut hingga terdengar di telinga Dave. Sebagai pemimpin yang bijak, dia langsung ke tempat kejadian.
“Apa yang terjadi?” tanya Dave dengan suara dinginnya.
“Dave... kau harus membantuku. Dia menuduhku telah memberikan obat perangsang padanya. Padahal semalam aku di rumah saja.”
Memang Rosa si rubah betina, bisa membolak-balikkan sebuah fakta dengan mudah. Lee Sun tak terima. “Aku akan mencabut kontrak sepihak dan mengusut tuntas kejadian ini!” Dia marah karena harkat dan martabatnya di injak-injak oleh orang Golden Group Book.
“Jelaskan permasalahan baik-baik. Jangan mem,bawa ke meja hijau dengan gegabah,” kata Dave menengahi. Rossa merasa senang karena mendapatkan pembelaan dari Dave. “Jika kau gegabah, tentu masalah akan tambah runyam. Kau juga akan kena imbasnya. Reputasi mu bisa jatuh.”
Lee Sun tak bisa membayangkan bila reputasinya jatuh seketika. Sepertinya, dia harus bicara dalam keadaan tenang dan dami. “Aku harus bicara denganmu untuk masalah ini.” Keinginannya memiliki Amelia sekarang sudah pupus karena ulah seseorang.
Padahal Lee Sun ingin membuat Amelia mabuk dan melakukan hal tak senonoh padanya. Tapi endingnya dia terjebak oleh Tessa.
“Ikut denganku.” Dave tersenyum sangat tipis sampai tak ada orang yang tahu bahwa dia sedang menarik sudut bibirnya. Amelia yang mendengar keributan mulai kebingungan karena banyak orang yang berkumpul.
“Apakah aku melewatkan sesuatu?” gadis itu terlalu fokus dengan pekerjaannya, sampai tak menyadari ada kejadian heboh.
“Lee Sun marah-marah kepada Nona Rosa. Nona Amelia tak tahu itu?” kata salah satu karyawan. Mendengar nama Lee Sun disebutkan, Amelia jadi tahu letak perkaranya di mana.
“Terimakasih atas infonya.” Dia bergegas mengikuti kemana Dave membawa Lee Sun pergi. Ternyata mereka berdua berada di atap gedung. Langkah kaki gadis itu pun berhenti karena ada Delon yang menjaga pintu menuju ke atap.
“Sial... aku jadi tak tahu apa yang mereka bicarakan.” Amelia diam sejenak, memikirkan cara untuk mengusir Delon dari tempat jaganya. Selama memikirkan cara, seseorang terus mengamati, lalu mendekatinya.
“Apakah kau ingin aku bantu menuju ke balkon?” tanya pria itu. Amelia menoleh sinis, kenapa harus ada Ken yang selalu saja memergokinya. Sangat menyebalkan.
“Urusi urusanmu. Jangan menggangguku,” jawab Amelia dengan sewot.
“Aku tahu kalau kau yang membuat mereka berakhir di ranjang,” bisik Ken tepat sasaran. Amelia berdehem, tersenyum palsu.
“Mana ada? Aku di rumah,” jawabnya cepat. Bisa gawat kalau Ken tahu semua perbuatannya malam itu. Cukup tiga orang yang tahu.
Ken mengeluarkan ponselnya, memperlihatkan foto Amelia sedang keluar hotel. Dan juga beberapa foto saat dia bersama dengan Lee Sun. Ternyata Ken mengikuti Amelia dan mengabadikan momen setiap langkah gadis itu.
Oh Shit... aku sangat ceroboh, batin Amelia sambil menutup wajahnya dengan rapat, meruntuki kebodohan hakiki yang di miliki. Sudah menghancurkan satu bukti, malah muncul bukti lainnya.
“Apa mau mu?” tanya Amelia dengan sinis. Ken diam sejenak, belum memikirkan keinginannya. Dia terlalu malas mengurusi drama sekarang. Sejak pertemuannya dengan Rosa kemarin, pria itu masih enggan untuk bertindak.
“Aku belum kepikiran, tapi aku ingin dekat denganmu.”
“Tak masuk akal,” cibir Amelia terang-terangan. Tidak mungkin Ken tak mempunyai tujuan, baginya terlalu mustahil.
Ken mengedik-kan bahu, mengirim pesan kepada seseorang. Ponsel Delon berbunyi, dia bergegas pergi. “Aku sudah membantumu mengusirnya. Sekarang kau bebas bertindak.”
Amelia terbengong di tempat karena tidak menyangka dengan perbuatan Ken yang sulit di tebak oleh akalnya. “Apakah kau sakit?” tangan gadis itu dengan lancang menyentuh keningnya. “... tak panas.”
Ken diam seribu bahasa, kaku di tempat tak bisa bergerak sama sekali. Tindakan impulsif Amelia membuatnya bingung dengan perasaannya terhadap Rosa.
“Terimakasih, aku pergi dulu.” Cus, Amelia langsung bergegas menguping pembicaraan Dave dengan Lee Sun. “Urusan Ken belakangan. Sekarang aku harus mendengar percakapan mereka.”
Dave memasukkan kedua tangan di saku celana. “Jika kau membawa permasalahan ini ke meja hijau, kau harus membayar denda atas kontraknya. Secara otomatis, kau melanggar kesepakatan karena memutus kontrak.”
“Di sini, aku yang di rugikan,” geram Lee Sun dengan kesal.
“Benarkah... bukankah kau menikmatinya. Jika melakukan hal intim itu, kenikmatan surga yang kau dapat bukan.” Dave berkata seolah-olah dia sudah merasakannya.
“Memang benar, tapi tetap saja aku menginginkan gadis lain, bukan gadis itu,” kata Lee Sun terus terang. “... aku menyukai Amelia dan ingin menjadikannya istri.”
Dave diam sambil mengepalkan tangannya. Kalau Amelia terkejut setengah mati. “Dasar gila! Belum tentu juga aku menyukainya,” gumamnya dengan kesal.
“Kau tak pantas bersanding dengannya,” ucap Dave dengan dingin. “Aku tak akan mempermasalahkan kontrak, tapi kau harus menghilang dari pandanganku.”
“Kenapa? Apa salahnya denganku?” Lee Sun langsung menarik kerah Dave dengan kasar. Amelia yang bersembunyi menutup mulutnya tak percaya.
Aneh... sebenarnya apa jalan pikiran Dave? Aku tak bisa menebaknya.
Gadis itu melirik sekilas, terkejut bukan main melihat ketegangan di anatar mereka berdua. “Apakah aku harus turun tangan? Tidak bisa... aku tak mau terlibat dengan mereka.”
Mereka terus beradu pandang, saling mengintimidasi satu sama lain. Amelia menggigit bibirnya cemas, takut kalau mereka berkelahi. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, berpura-pura menghubungi seseorang.
“Iya... aku tahu. Aku akan mampir sepulang kerja,” kata Amelia sambil keluar dari persembunyiannya. Kedua pria itu menoleh seketika. Pandangan mata mereka bertemu dengan mata Amelia.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Amelia pura-pura tak mengerti dengan situasinya. Lee Sun langsung melepas tangan yang berada di kerah Dave, seketika wajahnya berubah menjadi cerah.
Sungguh membuatku mual, batin Amelia terus tersenyum lebar.
“Kalau kalian sedang mendiskusikan sesuatu, lebih baik aku pergi.” Gadis itu balik arah, tapi Dave memanggil namanya sehingga ia berhenti. “Bos.. aku sibuk dan harus melanjutkan pekerjaanku.
“Ikut aku ke ruangan ku,” titah Dave final. Pria itu berbisik ke daun telinga Lee Sun. “Pikirkan baik-baik, aku akan menunggu kabar darimu.”
Lee Sun mengepalkan tangan kuat, menatap penuh kebencian kepada Dave. Bahkan pria itu sengaja memamerkan kedekatannya dengan Amelia dengan menarik tangan gadis itu menjauh dari balkon.
Bersambung